sᴇᴍʙɪʟᴀɴ ʙᴇʟᴀs

314 42 2
                                    

Memang sejak awal kali ia terbangun, America rasa langsung dihantam banyak pertanyaan yang berkumpul di pucuk kepala. Ketidakberuntungan America langsung berdatangan ketika yang pertama ia jumpai malah negara berhati batu; Russia. Kemudian secara beruntun di kejar zombie, serigala, hampir dibakar hidup-hidup. Hingga bertemu dengan negara bersimbol maple yang mengaku sebagai saudaranya.

Kadang America ingin mengutuk dirinya sendiri sebab mudahnya percaya dengan omongan orang baru.

Terus hingga sekarang. Biru laut mata America berkilat bingung menatap sosok yang tingginya mencapai alis. Berambut putih, hingga ke wajahnya berwarna putih-merah, serta sepertiga dari pipi kanan ke telinga berwarna biru berbintang satu.

"Um," America bertingkah canggung terlebih saat Mexico berpaling padanya, menunggu respon yang akan keluar. "Siapa?"

Sosok itu (America tak yakin jika ia adalah Negara) membelalak. Mulut terbuka tanpa sepatah kata yang keluar. Mexico ikut memberi sorot tak percaya, "kau pasti bercanda?" gumamnya.

"Sayang sekali, aku tidak mood untuk melontarkan lelucon sekarang," cibir America.

"Aku---saya Texas. Anda tidak mengingat saya?" Texas mencari celah kebohongan atau gurauan dari kilat terkejut mata America.

America diam, menatap entitas di depannya. Sang StateHuman yang sudah dicari dari hari yang berlalu. "Aku mengenalmu, tapi aku tidak mengingatmu." ringisnya.

Si pemuda hijau merah menghela napas kasar. "Lanjutkan nanti saja temu-kangennya. Texas, apa Germanny ada?"

Texas mengangguk cepat, "kalau begitu saya permisi dulu."

Melangkah pergi tanpa menunggu jawaban, tidak sopan atau mungkin Texas hanya tak ingin membuat keduanya menunggu lebih lama. America hanya memandang Texas yang menjauh hingga panggilan Mexico terdengar. Ia mulai memacu langkah di balik punggungnya. Sedikit penasaran dengan nama yang barusan ditanyakan.

Germanny? Terasa familiar. Apa sosok saudara seperti Canada? Atau negara tak berhati si Russia? Oh, tunggu, apa Germanny juga Countryhuman seperti mereka?

Mexico membawanya ke sebuah ruangan terujung yang ada. Mengulur tangan mengetuk untuk memberitahu presensi keduanya yang menunggu izin masuk, terdengar suara nyaring yang menyahut setelahnya.

Derit pintu terdengar hingga ke ujung lorong. America menatapi dua presensi yang nampak tengah berdiskusi. Terlihat serius seolah kehadiran mereka hanya seperti pengganggu. Mexico berdeham memancing atensi keduanya.

Mereka menengok bersamaan, sekaligus menghentikan diskusi yang tengah berlangsung. Ketika mata negara biru-putih-merah itu mendarat di America seketika membola, nampak ia ingin menamparnya dengan ribuan pertanyaan namun terasa tersangkut di tenggorokannya. Mulutnya terkunci.

"Uh--halo?" America melambai tangan pelan. Agak kikuk. Terlebih lagi air muka keduanya yang sudah kebanjiran rasa bingung membuat America tak tau harus bagaimana. Berlagak akrab dan langsung bergabung begitu saja? Jangan bercanda.

Mexico merotasi bola mata saat mereka--minus Ame--melempar tatapan padanya. "Baiklah, Tuan-Tuan. Aku tahu kalian akan menyemburkan semua yang ada di kepala kalian. Ini America dan kalian tidak salah lihat. Dia hidup, baik-baik saja. Hanya versi lebih bodoh, aku tidak tau apa dia memakan otaknya sendiri selama menghilang. Jangan tanya aku sisanya." Mexico mendesis di akhir kata. Melipat tangan dan mengambil tempat di salah satu kursi kosong.

Germanny berdeham pelan, "baiklah, Mr. America. Bagaimana jika kita duduk terlebih dulu." Mereka segera mengisi kursi. France mengambil tumpukan kertas dan menggulung sebuah peta kemudian menyusul.

"Bisa kau jelaskan dimana kau selama ini?"

"Sudah kubilang, ini versi bodohnya. Yah, bukan berarti dia yang dulu cukup pintar." America menggeram tak suka pada Mexico yang menyela tiba-tiba.

France menggaruk kepala pelan, "apa maksudmu?"

"Pertama, saya--"

France memotong, "maaf, kami mungkin sedang menginterogasimu, tapi tidak usah terlalu formal." America mengangguk walau agak kesal. Mexico mengangkat alis tak senang, sementara Germanny hanya diam.

America mulai menjelaskan semuanya, awal ia terbangun, hingga sampai ke tempat ini. France dan Germanny bertukar pandang.

"Imun, ya. Setidaknya apa ada sedikit yang kau ingat sebelum tidur panjangmu itu?" America menggeleng. Germannya mengelus dagu, matanya menatap tajam sisi meja dengan pikiran yang bercabang. Menyusun semua kronolgi dalam setahun terakhir. "Awal bulan pertama kau hilang, aku pikir ada yang berkhianat. Kemudian pemerintahan pusat sementara diambil alih oleh Washington. Beberapa kekacauan memang berhasil diatasi, tapi beberapa bulan setelahnya keadaan ekonomi kalian menjadi kacau--aku juga mendengar banyak kasus orang hilang terjadi--dan satu bulan yang lalu dia mengundang negara eropa untuk melakukan rapat. Termasuk Britain."

"Oh, ya. Apa kau ingat dimana rumah sakit tempat kau terbangun itu?" Germanny menambahkan pertanyaan.

"Letak rincinya aku tidak begitu tahu, tapi ada diujung timur, mungkin di dekat antarkota." Germanny mengangguk mengerti. "Apa yang akan kau lakukan?" Tanya France.

Ia memperbaiki posisi kacamatanya, "Aku yakin itu bukan tempat biasa. Bangunan yang terbengkalai dan tidak ada satupun yang curiga dengan itu. Tahu-tahu seorang countryhuman yang hilang di dalamnya. Kita mungkin akan mendapatkan beberapa informasi penting di sana."

"Jadi kau berencana ke sana dengan nyawamu satu-satunya?" desis Mexico.

Germanny menggeleng, kembali menatap America. "Kita punya tuan rumahnya disini." ia mengulum senyuman tipis tanpa mengganggu sorot kosong matanya. "Dan juga kau imun. Aku yakin hilangnya dirimu selama ini ada kaitannya dengan ledakan wabah zombie ini, juga tanggung jawabmu sebagai pemimpin. Kau tidak akan menghindar, bukan?"

America meneguk saliva dan menggeleng, "tentu tidak, jangan berani berpikir aku sebagai pengecut."

"Kalau begitu aku ikut." Keputusan France membuat semua atensi tertuju padanya. Germanny mengangkat alis, "beri alasan yang kuat untuk itu."

"Hubungan anak-ibu. Ya-ya, terserah." Mexico memutar mata. France hanya tersenyum kecut, semenjak tragedi penyerangan America, ralat, Washington pada wilayahnya membuat ia lebih sensitif dan temperamen dengan masalah yang bersangkutan dengan Amerika. Terlebih ketika dirinya ditangkap lalu dijadikan tawanan sebelumnya. Tapi ucapannya memang tak salah, maka France memutuskan tak berkomentar lebih. Ia memilih bersitatap dengan Germanny.

"Aku juga harus mencari dia, aku harap kau bisa mengerti." Germanny mengusap wajah dengan gusar, lagi-lagi menghela napas. "Baiklah."

"Ada yang ingin dibicarakan lagi?"

"Kau boleh pergi jika kau mau, Mex."

Mexico menatap Germanny datar, sebelum mengambil langkah dan keluar dari ruangan itu.

"Kupikir kau tidak perlu kasar seperti itu. Lagipula pembicaraan kita memang sudah selesai." France memberi tatapan agak kesal pada Germanny. "Biar saja, dia terlalu sensitif, aku malas bicara dengannya."

America sekonyong-konyong berdiri.

"Mau kemana kau?" Tanya Germanny menghentikan langkahnya.

"Sudah selesai, 'kan? Aku akan mejenguk Canada dan Russia." ucapnya pendek. Sedari awal menahan kekhawatirannya pada saudaranya. Ia merasakan tepukan di bahunya. France berdiri di sampingnya dengan senyum lembut bak seorang ibu. "Dia pasti baik-baik saja. Aku juga ingin menjenguknya."

Seolah ia tau apa yang America rasakan.

"Langsung saja, kita harus mendengar penjelasan dari mereka berdua juga." Sahut Germanny.
------------------
Untuk update ke depannya buku ini akan mulai Slow Update. Berhubung jadwalku memadat dan akan segera PAS.
Yang lagi ujian semangat ya~

ᴋᴇɴᴏᴘsɪᴀ | countryhumansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang