Cucu Einstein Alvaro Azri Narendra

40 9 1
                                    

          (Visual dari Alvaro Azri Narendra)***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

          (Visual dari Alvaro Azri Narendra)
***

           “Var, gue laper nih!” adu Rama, dengan tangan yang ditempelkan didasar perutnya.

           “Makan Ram,” saut Fauzan atau yang kerap disapa Ujan.

           “Gue nanya Varo, bukan kutu.” Balas Rama tak mau kalah, mengingat sang pemilik nama masih tak meresponnya.

           “Terus lo mau apa sama Varo?”

           “Traktiran dong, nilainya bagus lagi tuh.” Sindir Rama, melirik Varo yang masih tetap acuh.

Buk!

           Sebuah sendok teh mendarat tepat didahi Rama cukup keras, hingga membuatnya meringis kesakitan.

           “Tiap hari nilai nih anak bagus, lo mau minta traktir tiap hari?” solot Ujan.

           “Kere amat!” celetuk Varo, membuat kedua pasang mata mendelik kearahnya.

           Setelah itu, Varo kembali diam. Bicara secukupnya dan saat benar-benar diperlukan adalah sifat Varo, terkadang dia hanya melontarkan jawaban hanya untuk membalas lawakan kedua sahabatnya itu.

           Saat ini mereka bertiga tengah berada di pusat sekolah. Sambil menikmati satu mangkok bakso masing-masing, ditemani dengan es teh.

           Rama dan Fauzan atau Ujan, adalah sahabat Varo sejak duduk dibangku SMA. Keduanya berteman dengan Varo bukan karena mengincar kecerdasannya maupun popularitas atas ketampanan Varo. Keduanya hanya ingin menjadikan Varo sebagai sahabatnya, hal itu membuat Varo bersepakat untuk berteman.

           “Var, setelah lulus lo mau kuliah dimana?” tanya Ujan, membuka pembicaraan yang sedari tadi hening karena masing-masing sibuk akan baksonya.

           Varo menghentikan kegiatan makannya, lalu meneguk segelas es teh hingga tandas.

           “Hmm..” Varo seakan-akan berpikir, padahal Varo sudah tau apa jawaban yang akan ia lontarkan.

           “Palingan ambil ke Oxford atau UI, gak mungkin orang secerdas Va—”

           “Gue gak nanya lo, monyet!” Ujan menggerlingkan matanya, lalu kembali memasang telinga untuk mendengar jawaban dari Vero.

REHATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang