Roti Sandwich

9 4 0
                                    

Perpustakaan sekolah, pukul 14:20.

"Gimana mau selesai kalau lo semua kayak siput!" hardik Vinka.

Anggota terakhir kelompok tersebut baru saja datang, siapa lagi kalau bukan Rama. Selepas pelajaran terakhir, Vinka langsung menuju perpustakaan untuk membahas pekerjaan proyek mereka.

"Maaf, Vin. Gue tadi ke toilet perut gue mules sih," Rama mulai mengada-ada alasan walaupun itu tak akan mempan untuk melunakkan Vinka.

"Lo juga!" tuding Vinka, pada Alika.

Alika hanya meringis tanpa dosa.

"Gue udah siapin materi," Varo menyodorkan secarik kertas menyudahi sentakan Vinka yang jika tidak dihentikan akan mencaci semua anggota kelompoknya.

Vinka langsung meraihnya.

Beberapa coret-coretan tampak disana, Vinka hanya menatapnya tanpa ekspresi ia tak ingin mengapresiasi hasil susunan milik Varo. Vinka rasa susunannya lebih rapi dan bagus ketimbang milik Varo.

"Setelah materi disatuin kita kerjakan alat presentasinya," instruksi dari sang ketua diterima dengan anggukan oleh semua anggota kecuali Vinka.

Semuanya saat ini cukup sibuk mengerjakan bagian masing-masing, Vinka dan Varo menyatukan isi materi dibantu Alika dan juga Rama. Kelompok Varo mendapatkan materi tentang 'Perkembangan Kekuasaan Bangsa Eropa'. Hal itu juga mudah untuk dikerjakan satu orang, tapi bukan nilai individu yang diinginkan oleh Bu Desi, tapi nilai kinerja kelompok untuk mengisi rapot.

Setelah materi dirasa telah rampung, Varo akan memberikan intruksi kedua untuk semua anggota kelompok. Tapi, sepertinya tidak dapat dilakukan hari ini karena hari sudah semakin petang.

"Var, gue pengen rebahan nih!" bisik Rama, yang sudah mulai bosan dan lelah.

Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, penjaga perpustakaan juga sudah beberapa kali mengusir keempat siswa itu untuk segera keluar karena perpustakaan akan dikunci. Akhirnya, mereka setuju untuk mengakhiri diskusi hari ini.

"Untuk selanjutnya, kita kerjakan alat presentasi." Ucapan Varo mengakhiri diskusi hari ini.

Vinka menghela nafas lelah, baru saja ia melewati ambang pintu perpustakaan dengan tas yang masih belum ia kenakan. Varo berjalan bersisian dengan Vinka, setelah Alika dan Rama berpamitan untuk pegi dahulu.

"Otak butuh nutrisi, untuk mikir." Timpal Varo tiba-tiba.

"Gue udah tau."

"Nutrisi didapat dari makanan." Tambah Varo lagi.

Vinka menghentikan langkahnya, menatap jengah pada Varo.

"Ngomong langsung ke intinya, gak usah kayak benang!" balas Vinka, berdecak kesal. Ia terlalu lelah untuk diajak berdebat maupun hanya berbincang. Lambungnya masih tak ingin meredakan rasa sakit, sedari tadi.

Varo tidak membalas ucapan Vinka, ia segera membuka resleting tasnya dan tanganya merogoh kedalam. Setelah sepersekian detik sebuah kresek putih keluar dari balik tasnya.

"Asal lo tau aja, makan juga bisa nyembuhin sakit maag." Varo memberikan kresek putih transparan dengan logo supermarket disisiny, kepada Vinka.

Kresek tersebut tampak berisi sebuah roti sandwich, air mineral, dan sebuah obat maag yang biasanya disimpan pada tas Vinka. Vinka cengo, tanganya menerima begitu saja pemberian Varo.

Setelah terdiam cukup lama, Vinka baru bereaksi.

"Lo kira gue miskin?" sentak Vinka, lalu mengembalikan kresek putih itu pada tangan Varo dengan kasar.

REHATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang