Hari ini matahari benar-benar mengambil alih langit, menduduki tahta tertinggi, dan berhasil membujuk sang angin untuk tidak berhembus. Membiarkan para manusia untuk bermandikan keringat.
Pelajaran olahraga, menjadi salah satu mapel yang dibenci oleh sebagian murid. Apalagi, dilakukan saat pukul 9 pagi hingga 10. Benar-benar melelahkan dan menjengkelkan, mengingat matahari tak ingin bersahabat.
"Satu... dua... tiga...." suara serentak dari para murid kelas unggulan, mulai melakukan pemanasan.
"Lakukan dengan benar, agar tubuh kalian atau salah satu anggota badan tidak sakit." Untuk kelima kalinya pak Ferdian mengatakan hal serupa.
"Vin, hari ini olahraganya cukup berat. Lo udah sembuh kan?" tanya Alika, yang berada tepat dibelakang barisan Vinka.
Vinka tak merespon, hari ini Vinka ingin menghemat tenagannya dari segala hal yang memancing emosi maupunpun pertikaian. Sepulang sekolah, Vinka harus mencurahkan seluruh kemampuan otaknya untuk tes latihan olimpiade.
"Tim voli sudah dibagi, setiap kelompok terdapat tiga cowok dan tiga cewek. Lapangan dibagi dua, jadi lakukan dengan berurutan!" pesan Varo, memimpin didepan seluruh siswa kelas XI MIA 3.
Setelah mendapat intruksi, semua siswa berhambur pada tim masing-masing. Mempersiapkan diri untuk main dua babak pada setiap pertandingan. Sialnya, Vinka berada satu tim dengan Varo. Bukan hanya bagi Vinka, seluruh tim akan mendapat malapetaka.
Sejauh ini permainan berjalan dengan baik dan tenang, sebelum akhirnya tim Varo menjajaki lapangan. Semula keadaan ramai oleh sorakan, namun tiba-tiba hening mencekam.
"Vin, lo yang servis ya?" tanya Hanggini, memastikan Vinka mau melakukannya.
Cukup lama Vinka menimbang-nimbang tawaran itu, Vinka tidak pernah bermain Voli ataupun melakukan olahraga. Vinka tidak cukup piawai dalam bidang ini, yang digunakannya adalah otak bukan fisik.
"Hm," bola voli diambil alih oleh Vinka tanpa ragu.
Vinka berancang-ancang melakukan servis, tangannya mengayun cukup keras hingga pergelangan tangannya menyentuh dasaran bola dan membuatnya terpental.
Ekpektasi selalu tak ingin bermitra dengan Vinka, kan? Saat inipun juga. Seharusnya bola voli terpental kedepan, tapi malah sebaliknya, bola itu terbang jauh kebelakang punggung Vinka.
"HAHAHAH" gelak tawa Ujan tiba-tiba spontan lepas, padahal tidak satupun siswa berani membuka mulutnya.
Wajah Vinka memerah, bukan menahan emosi Ujan yang berani menertawakannya. Melainkan, rasa malu yang teramat besar. Baru kali ini, Vinka merasakannya hingga membuatnya ingin melarikan diri dari suasana ini.
"Gue aja." tiba-tiba Varo memungut bola voli yang telah terpental jauh itu, lalu kembali pada lapangan voli. "Kalau lo gak bisa, bilang gak. Jangan lo sanggupin aja semuanya."
Siswa cerdas ini selalu mahir dalam segala hal, permainan voli kembali berlangsung dengan sengit. Varo tidak memilih diam, ia sangat aktif untuk mebalas smash dari sebrang. Berkebalikan dengan Vinka, yang hanya diam tanpa minat untuk menyentuh bola.
"Sok pahlawan," gerutu Vinka.
DAK!
Awh,
Vinka merintih kesakitan. Ternyata karma tidak selalu datang diakhir, tapi bisa terjadi diawal. Bola voli yang terhempas cukup keras, tepat menuju kepala Vinka tanpa bisa dihalau.
"Ck!" tubuhnya jatuh terduduk, berulang kali mulutnya mengutuk orang yang akan membuat dahinya membiru beberapa hari.
Ini bukan drama korea, bukan juga kisah-kisah melow yang dimana saat sang tokoh utama wanita terluka akan ada pangeran berkuda yang menyelamatkannya dan menggendongnya menuju unit kesehatan.
Vinka adalah wanita mandiri, ia segera berdiri dan membersihkan celananya yang terkotori tanah. Setelah itu menghela nafas jengah, energinya harus disimpan rapat-rapat. Jangan sampai hal sepele ini membuatnya naik pitam.
"VINKA LO BAIK-BAIK AJA KAN—"
"BERISIKK!" bentak Vinka.
Akhirnya, niatanya gagal dalam sekejap karena suara menjengkelkan dari Alika.
***
"Ternyata sih Vinka bisa bodoh juga ya," celetuk Ujan, tertawa terpingkal-pingkal.
"Gue pengen ketawa, tapi takut nama gue dicoret di kelompok." Adu Rama, merasa tak puas karena momen tadi tidak bisa ia nikmati.
"Var, lo tadi nahan ketawa juga kan? Gue yakin sih!" Ujan masih tak bisa menahan tawanya, entah kenapa kejadian itu terus terputar di otaknya.
Saat ini, ketiga karib itu tengah menikmati siomay beserta es dawet di kantin. setelah jam olahraga, mereka semua diberi waktu 15 menit untuk mengganti pakaian dan istirahat sejenak.
"Berisik lo, Jan! Mentang-mentang lo aman dari terkaman singa galak..." celoteh Rama, merasa terusik dengan gelak tawa Ujan yang tak kunjung redah.
"Ram, pulang sekolah batal kerja kelompok."
"Napa, Var? Gue udah semangat banget nih!" Rama merasa tak adil, karena tiba-tiba dibatalkan sepihak oleh Varo.
"Gue sama Vinka pembinaan," Varo menyeruput segelas es dawet dihadapannya hingga tandas.
Rama mengernyitkan dahinya, masih tak terima. "Kan bisa setelah itu Var..."
"Lo kayaknya seneng banget kerja kelompok mulu?" Ujan merasa curiga dengan gelagat aneh Rama, yang belakangan ini sering senyum-senyum sendiri saat akan mengerjakan tugas proyek sejarah.
"Kepo lo, tai!"
Varo tak menanggapai, hanya terdiam sambil menunggu kedua sahabatnya menyelesaikan urusannya di kantin. Sehingga, ia bisa segera beranjak mengganti seragamnya.
BRAK!
"Kalau ngomongin orang didepan mukanya."
Seseorang menggebrak meja mereka dengan kasar, siapa lagi pemilik tangan itu jika bukan Vinka?
Sedari tadi, Vinka berada tak jauh dari meja ketiganya. Telingannya yang masih berfungsi dengan amat baik, bisa mendengar seluruh percakapan Ujan maupun Rama.
Varo yang sudah terbiasa dengan gebrakan itu, tak berkutik maupun tampak terkejut. Berbeda halnya dengan Ujan maupun Rama yang spontan terpelonjak kaget.
"Sekarang mulut lo bisu? Ketularan nih orang?" Vinka melirik pada Varo.
"Maaf induk singa, Rama salah Ujan juga salah kok." Rama memasang wajah memelas, berusaha untuk diberi ampunan agar namanya tak dicoreng dari daftar kelompok.
Vinka sebenarnya ingin memaki tepat di daun telinga milik Rama, tapi akan ia urungkan untuk saat ini.
Varo yang dikiranya tak akan ambil suara, menoleh dengan air wajah datar pada Vinka. Lalu, menjentikkan telunjuk jarinya pada dahi Vinka yang mulai terlihat membiru. "Obatin dulu dahi lo, baru maki orang."
***
Hai !
Maaf gak nepatin janji up setiap hari karena seminggu kemarin aku ujian kenaikan kelas (gak peduli)
Maaf yaaaa.....
Mulai hari ini bakal up teratur kayak biasanya oke!
KAMU SEDANG MEMBACA
REHAT
Teen FictionIni bukan hanya kisah kedua sejoli yang saling jatuh hati, ini kisah dimana kedua pemilik raga yang berusaha mengendalikan dirinya, hatinya, dan menerima keadaan saat ini. Keluarga menjadi kunci penting dimana karakter dan sifat manusia terbentuk. V...