Pagi yang selalu diidam-idamkan para murid kelas unggulan adalah ketenangan dan sebuah kelas yang damai. Tapi, mungkin hal itu tidak akan pernah mereka dapatkan. Berada satu kelas dengan Vinka maupun Varo akan selalu mendapat kejutan tiap harinya, hari-hari mereka akan selalu terusik karena harus mendengar debat keduanya.
Kali ini, hal itu terjadi lagi. Vinka selalu memulai perdebatan dan memancing Varo untuk membuka mulutnya.
"Var, lo gak tanggung jawab banget jadi ketua kelas!" sentak Vinka, seraya melempar sebuah buku tepat didasar meja Varo.
Varo melirik tak minat, lalu kembali memejamkan matanya menikmati alunan musik yang lebih sopan masuk kedalam telinga Varo ketimbang suara Vinka yang akan mulai mengibarkan bendera perang lagi.
"Telinga lo ilang?" Vinka menarik kesal kedua headseat yang terpasang. "Lo juga gak punya mulut?"
Sebenarnya Varo tidak ingin menanggapi perkataan Vinka, tapi saat ini semua perhatian seluruh kelas tertuju padanya. Seakan-akan menunggu pertanggung jawaban Varo terhadap Vinka. Varo benci menjadi pusat perhatian.
"Gak usah basa-basi, langsung ngomong intinya!" sindir Varo tanpa menatap sedikitpun kearah manik mata Vinka.
"Buku tugas gue ada disebelah pot depan kelas, lo kemarin yang bertugas kumpulin kan?"
"Hm,"
"Punya gue gak kekumpul karena lo jatuhin, lo sengaja biar nilai gue kosong?"
"Gak minat."
"Lo buta ya?" tuduh Vinka sarkas.
"Gue punya mata, dan masih berfungsi. Lo ngomong bisa disaring gak?" alih-alih mengabaikan ucapan sarkas Vinka, Varo mulai tersulut.
Nafas Vinka tersenggal-senggal, tanganya menggenggam erat. Sedikit pengurangan nilai saja membuat Vinka benar-benar marah, apalagi nilai tugasnya akan dikosongkan. Walaupun satu tugas, menurut Vinka itu adalah suatu hal yang berharga.
"Lo ketua kelas dan lo harus tanggung jawab!"
Varo tak pernah lari dari tanggung jawabnya, apalagi mengungkit jabatannya sebagai ketua kelas.
"Cuma ngisi nilai kosong lo doang kan?" tanya Varo, dengan ekspresi wajah datar dan menatap Vinka tak ramah.
Sepersekian detik, tanganya mengambil alih buku yang baru saja Vinka lempar pada dasar meja. Lalu mengangkatnya tepat sejajar dengan wajah Vinka.
"Lo cuma butuh nilai kan? Gue isi nilai kosong lo!"
Setelah itu, Varo berjalan meninggalkan Vinka yang masih menatap kepergian Varo dengan sorot mata tajam dan emosi yang benar-benar memuncak. Varo selalu memiliki retorika yang baik, sehingga dapat membungkam cacian pedas Vinka.
"Setres gue kalau tiap hari dengar mereka!" ucap Hanin, dengan tangan yang menjambak rambutnya seolah-olah merasa frustasi.
"Gue gak keberatan kalau lo pindah kelas, gue juga gak butuh lo." Timpal Vinka, yang sengaja mendengar ucapan Hanin.
Hanin hanya berdehem, lalu pura-pura membuka bukunya. Menjawab perkataan Vinka hanya akan membawa malapetaka untuknya.
***
Hari ini adalah hari senin, dimana semua siswa sering mengkutuk hari ini. Tidak terkecuali para siswa dari SMAN 2. Jika hanya melaksanakan upacara mereka bisa menerimanya, tetapi hari senin adalah hari yang berat.
Guru akan berkeliling mengecek kedisiplinan siswa lebih ketat, terlebih pada siswa laki-laki berponi dan perempuan yang mencolok menggunakan rias wajah. Setiap hari dilaksanakan pemeriksaan, tetapi hari senin adalah puncaknya dimana guru akan menjadi tukang potong rambut dadakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
REHAT
Roman pour AdolescentsIni bukan hanya kisah kedua sejoli yang saling jatuh hati, ini kisah dimana kedua pemilik raga yang berusaha mengendalikan dirinya, hatinya, dan menerima keadaan saat ini. Keluarga menjadi kunci penting dimana karakter dan sifat manusia terbentuk. V...