Pintu Kelas

22 6 0
                                    

"Var, gue hari ini gak bisa tanggung jawab untuk ngunci kelas..." ucap Yani, berdiri disisi bangku Varo sambil menundukkan kepalanya merasa bersalah. "Ibu gue ada di rumah sakit, jadi gue harus buru-buru pulang nanti waktu istirahat pertama."

Varo menghela nafasnya, lagi-lagi tugas ini akan dilemparkan kepadanya. Varo menoleh kepada Rama dan Ujan, seolah berharap kepada keduanya untuk mengambil alih kunci kelas.

"Woi, Jan! Nanti pulang sekolah anterin gue ke pasar yaa... nyokap gue suruh beli rambutan buat acara arisan," celoteh Rama, dengan mata yang menghindari kontak dengan Varo.

"Arisan lagi? Kemarin udah arisan, masih ada lagi? Wahh parah emak lo..." Ujan tidak menyadari situasi, ia berniat untuk menolak ajakan Rama.

Dengan cekatan, Rama memberi isyarat dengan mengedipkan matanya berulang kali.

"Hmmm..." Varo akhirnya mengambil alih kunci kelas dari Yani, kedua sahabatnya tak akan bisa diandalkan.

"Maaf ya, Var..." ucap Yani sebelum ia benar-benar pergi kembali ke bangkunya.

Rama dan Ujan mengelus dadanya tenang, saat Varo menyimpan kunci itu kedalam sakunya.

"Var, emak gue beneran arisan."

"Terus?"

"Lo mau datang gak? Lumayan ada bakso kesukaan lo," rayu Rama agar sahabatnya itu tidak mendiamkan Rama maupun Ujan.

Varo tak menggubris lalu melenggang pergi meninggalkan kelas, ia tak marah hanya saja Varo ada kepentingan yang mengharuskan dirinya untuk pergi ke ruang guru menemui Bu Putri.

Langkahnya tiba-tiba terhenti diambang pintu, melihat seorang gadis yang sudah lebih dahulu menjajaki meja Bu Putri.

"Varo!" Bu Putri yang telah melihat Varo, akhirnya menyuruhnya untuk segera mendekat.

"Ada apa, bu?" tanya Varo, menghiraukan gadis yang saat ini berada sejajar dengannya.

"Ibu mau minta kamu untuk ikut seleksi di bidang kimia, nanti untuk fisika biar Vinka yang ambil." Pesan Bu Putri. "Tetapi, saat ini Ibu sedang usaha untuk kamu, Varo. Agar bisa mengisi bidang matematika juga."

Ya, gadis itu adalah Vinka.

Varo sebenarnya ingin menolak, tetapi permintaan Bu Putri begitu sungguh-sungguh dan berharap tinggi kepada Varo dan Vinka. Akhirnya, Varo menanggapinya dengan anggukan setuju. Untuk olimpiade dua bidang bukanlah hal sulit untuk seorang Alvaro.

"Vinka, kamu harus persiapkan untuk bidang kamu, ya. Ibu harap kamu bisa lolos dan dapat mewakili sekolah. Ibu yakin, untuk tingkat sekolah bukan apa-apa bagi kamu, mengingat olimpiade mewakili sekolah selalu kamu raih." Tambah Bu Putri tertuju pada Vinka.

Vinka hanya tersenyum, lalu mengangguk. Bagi seorang Vinka, jika Varo tidak mengikuti di bidang itu ia akan dapat meraih posisi pertama. Vinka benar-benar yakin, kali ini ia bisa dapatkan posisi yang selalu Vinka ingin rebut dari Varo.

"Baiklah, kalian bisa kembali!"

Keduanya berlalu, meninggalkan ruang guru dan berniat untuk kembali ke kelas.

"Satu aja gak cukup ya buat lo?" tanya Vinka.

Varo merasa, pertanyaan itu tertuju kepadanya. Tapi, ia memilih tak menanggapi karena Varo yakin hal itu akan berujung pada perdebatan diantara keduanya. Vinka selalu tak lelah untuk mulai memancing.

"Rakus banget buat disayang sama guru," Vinka tertawa renyah.

***

"Woi Jan, ayo anter gue ke pasar!" Rama menarik paksa Ujan yang tak kunjung berdiri dari bangkunya.

"Udah pulang??" Ujan yang terlihat baru saja terlelap, mengusap ujung bibirnya.

"Lo ngiler?? Jijik banget gue sama lo!!" Rama memekik, lalu menjauhkan tanganya.

Varo yang melihat tingkah sahabatnya itu hanya mengulum senyum, tanpa ingin menggubris.

"Buruan, sebelum Varo ajak lo ke lumbung penderitaan..." bisik Rama.

"Oiya gue lupa!" Ujan menepuk jidatnya dengan keras. "Varo, gue cabut dulu yaaa!"

"Gue juga, tungguin kelas sepi terus kunci ya, jangan kunciin anak orang," pesan Rama.

Sepersekian detik, keduanya sudah berlalu meninggalkan Varo yang masih duduk dibangkunya dengan tenang. Sebenarnya mengunci kelas cukup mudah untuknya, tapi menunggu untuk kelas benar-benar kosong adalah hal yang melelahkan bagi Varo. Banyak siswa yang masih melaksanakan piket dan sekedar untuk kerja kelompok.

Varo memilih untuk meninggalkan kelas dan menunggu di luar. Setengah jam sudah berlalu dan semua siswa tampaknya sudah keluar. Varo hendak meraih ganggang pintu, tapi niatnya terhalang saat melihat Vinka yang masih sibuk dengan beberapa buku didalam.

Lalu, Varo menarik tubuhnya kembali dan bersandar ditembok samping pintu dengan tangan yang dilipat didepan dada.

Membiarkan gadis itu menikmati heningnya suasana, terkadang Varo mendengar decakan keras dan gebrakan tangan ke meja. Sepertinya Vinka terlihat kesal saat tidak berhasil menemukan jawaban-jawaban soal yang ada disecarik kertas itu.

Tanpa sadar, dua jam berlalu. Saat ini menunjukkan pukul 4 sore.

Vinka segera mengepak seluruh perkakasnya dan mengenakan tas ranselnya, tangannya mengusap kedua kelopak matanya, ia terlihat sangat lelah. Vinka melenggang pergi melewati ambang pintu.

"Kalau mau pakai kelas sampai sore, ambil kuncinya. Setidaknya lo bisa tanggung jawab dengan kunci kelas." Sindir Varo, membuat sang pemilik nama terkejut dan membalikan tubuhnya.

"Lo yang punya tugas, kenapa salahin gue?" Vinka tak terima dengan sindiran dari Varo.

Varo tak menggubris, lalu segera meraih ganggang pintu dan mengunci pintu. Setelah itu berlalu pergi, meninggalkan Vinka yang tampaknya masih menanti jawaban dari bibirnya.

"Dikasih mulut itu buat jawab!" teriak Vinka, walaupun ucapannya tidak akan digubris oleh cowok yang menjengkelkan itu.

***

"Nek, Varo pulang!" Varo mendorong pintu rumah perlahan.

Tidak ada jawaban yang didapatkan dari penghuni rumah.

"Nek?" Varo mengelilingi setiap ruangan, berusaha mencari sang nenek.

Yang didapat hanya sepucuk surat yang berada diatas nakas yang terletak di ruang tamu. Varo segera membuka lipatan kertas dan membacanya perlahan.

Nenek pergi sebentar, nanti malam nenek pasti pulang. Jangan lupa makan ya!

"Ck!" Varo berdecak, lalu melemparkan tasnya asal pada sofa.

Varo tak berniat mengganti pakaiannya ia hanya mengenakan jaket navy yang terletak di sisi kamarnya. Setelah itu, ia bergegas menyalakan motornya dan menyusul keberadaan neneknya itu.

Varo tau betul apa yang akan neneknya itu lakukan. Neneknya akan menemui ayahnya, dan hal itu harus Varo cegah. Varo tak ingin membuat neneknya menangis pilu setiap malam, karena setelah mengunjungi ayahnya nenek Varo akan melakukan hal itu.

***

SELAMAT MEMBACA DAN MENGIKUTI KISAH "REHAT"

komen yaa....

REHATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang