Manusia Sempurna

8 4 0
                                    

Selamat hari raya idul fitri!
Minal aidzin walfaidzin
Mohon maaf lahir dan batin 🙏
(Bagi yang merayakan)

---

Aroma karbol serta obat-obatan kimia menyeruak masuk dengan kasar tepat pada kedua lubang hidung, ruangan khas dengan warna putih dan ranjang yang keras mendominasi hampir setiap ruang yang ada.

Sepasang kelopak mata tengah berusaha untuk terbuka, jarum infus membuat tangannya tampak membengkak sepertinya selang infus baru saja bocor dan masuk pada jaringan pembulub lain pada punggung tangannya.

Ruang ini bukan ruang mewah dengan kulkas, AC, bahkan ruang tamu pribadi bak drama korea. Ruang ini sesak akan pasien, yang merintih kesakitan membuat bising sepasang telinga tersebut. Bagaiman tidak? Ruangan ini diisi oleh enam pasien dengan berbagai penyakit yang diderita, belum juga para walinya yang tampak membuat sesak ruangan bercat putih tersebut.

"Ma..?"

"Jangan terus-terusan cari perhatian dari papamu, papamu itu sibuk!" hardik wanita yang disebut mama itu.

"Maaf," lirihnya.

"Hari ini mama tidak ada shif malam, jadi dokter lain akan merawat kamu." Pesan wanita itu, lalu pergi begitu saja.

Gadis itu adalah Vinka. Sudah keempat kalinya Vinka masuk ke rumah sakit pada tahun ini, penyakit maag yang dianggapnya remeh terus-terusan memberontak untuk diperhatikan. Vinka lelah, ia ingin marah tapi Vinka tak memiliki energi untuk melakukan hal itu untuk saat ini.

"Sial, hari ini materi kilat!" Vinka menepuk jidatnya cukup keras.

Seketika tubuhnya terisi full oleh energi possitife. Vinka melirik jarum infus yang menancap pada punggung tangan kanannya, sebuah ide konyol terlintas pada benaknya. Ia beberapa kali menonton adegan dimana seorang pasien tiba-tiba menarik jarum infus lalu berlari keluar rumah sakit.

Tangan kirinya mulai menyentuh selang infus, Vinka mengumpulkan nyalinya dan menelan savilanya dengan susah payah.

Tarik? Tidak? Tarik? Tidak?

Vinka mengisi seluruh otaknya dengan materi kilat olimpiade yang berlangsung pagi ini, sehingga nyalinya akan terbentuk dan bergegas untuk pergi sekolah walaupun itu akan sangat terlambat dari jam normal.

"Akhhh!!" Vinka merintih kesakitan, saat tangannya spontan menarik jarum infus.

Bukannya jarum yang terlepas, malah darah yang terlihat pada selang infus.

"Vinka!!" bentak seseorang dari balik tirai yang disingkapnya kasar.

Seseorang yang baru saja membentaknya keras itu adalah Agata, mama Vinka. Agata langsung meraih alat kendali cairan infus pada selang lalu memutarnya sehingga cairan infus mengalir deras pada punggung tangannya. Darah yang sedikit-demi sedikit naik itu kembali masuk pada tangan Vinka.

"Jangan coba-coba keluar dari sini!" tuding Agata, dengan sorot mata jengah. "Jangan buat kami berdua kerepotan karena ulahmu!"

Vinka terdiam, tak ada niatan untuk membalas. Tangannya mulai terasasa nyeri, sehingga membuatnya untuk diam dan menahan rasa sakit.

"Jangan berbuat bodoh dan malu-maluin papamu, Vinka."

Vinka mengangguk pelan, matanya tak ingin menatap lawan bicaranya.

"Hari ini materi kilat untuk olimpiade."

Dengan menyangkut satu kata tersebut, pikiran mama Vinka akan benar-benar berubah. Ia tak akan membiarkan anak tirinya itu enak-enakan tidur diatas ranjang alih-alih pergi belajar.

Agata tak menggubris, ia malah mengeluarkan sebuah buku pada paperbag yang dijinjingnya sedari tadi.

"Pergi ke sekolah setelah dapat izin dari dokter." Pesan Agata, lalu kembali meninggalkan Vinka lagi.

Vinka mengambil alih buku tebal dengan judul "Cerdas dengan Fisika", yang isinya tak lain tak bukan adalah kumpulan soal olimpiade fisika jenjang SMA sederajat. Tangannya tanpa sadar meremas lembaran pertama pada buku tersebut hingga hampir robek.

***

"Huaaa!!" Rama menguap lantang, dengan kedua tangan yang diangkat keatas kepala.

"Bau mulut lo, woi!" Ujan menyentil jidat Rama cukup keras.

"Sakit, Jan!" tak mau kalah, Rama membalas sentilan Ujan tersebut.

Hari ini kelas cukup tentram dan nyaman, tidak ada suara keributan dipagi hari, suara bentakan dan kata-kata sarkas juga tak terdengar, semua penghuni kelas benar-benar memanfaatkan waktu langkah tersebut dengan baik.

Kenyataannya, ketidakhadiran Vinka membuat seluruh kelas benar-benar bahagia. Meskipun, terkecuali Alika yang tampat kusut sedari tadi pagi karena lawan bicaranya tak ada sehingga Alika lebih banyak diam hari ini.

"Kemana, Vinka?" tanya Varo yang tiba-tiba berada di sisi bangku Alika.

"Jantung gue, gue kira setan lo!" Alika memegangi dadanya, takut jantungnya akan locat keluar, walaupun hal itu mustahil.

Dari ekspresi wajah Alika, mustahil cewek itu akan mengetahui keberadaan dan kondisi Vinka saat ini. Varo kembali pada bangkunya, otaknya cukup lelah setelah diforsir beberapa jam pada ruangan ber AC tersebut. Saat ini mereka semua diberi waktu istirahat yang sama dengan murid lainnya.

"Var, Var. Lo udah tau kalau Vinka ga—"

"Tau." Saut Varo cepat.

"Akhirnya, nanti pulang sekolah gue bisa langsung pulang tanpa harus ngerjain kerja proyek!!" sorak Rama sangat gembira.

"Kata siapa?" Varo spontan menoleh, dengan sebelah alis yang terangkat keatas.

"Ayolah Var, lo kan juga capek abis pembinaan..." rayu Rama.

"Jangan kasih Var," kompor Ujan berbisik dari bangku belakang.

Terjadi lagi, pertengkaran sepasang sahabat yang bak seekor kucing dan tikus itu. Varo menghela nafasnya, lalu perlahan memejamkan matanya.

"Si Vinka sakit?" suara Hanin tiba-tiba membuat seisi kelas mengalihkan perhatiannya.

"Kata siapa? beneran?"

"Si manusia sempurna itu, bisa sakit?"

"Gue kira robot."

"Lagaknya kayak gak bisa sakit aja."

Celotehan semua murid membuat bising telinga Alika, meskipun Vinka jahat kepadanya Alika tetap tak membiarkan cacian itu dilontarkan kepada Vinka tanpa diketahui oleh sang pemilik nama.

"Tugas halaman 40, dari Pak Bambang. Kumpulin jam pertama!" Varo tiba-tiba bersuara. Matanya yang sedikit lagi akan terpejam, kembali terbuka karena suara hiruk piruk yang terjadi dalam kelas. Satu kalimat itu mampu membungkam rapat-rapat seluruh mulut.

"Vinka beneran sakit?" bisik Rama pada Varo perlahan.

"Vinka? Sakit? Ah, mana mungkin." Tambah Ujan.

"Gue gak peduli."

REHATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang