Satu Proyek

17 4 0
                                    

Pagi ini diselimuti oleh kabut tipis, satu jam yang lalu air hujan turun dengan deras mengantam permukaan bumi. Sehabis penghujan reda, aroma patrikor menyeruak kesegala arah. Kabut tipis ditemani dengan hembusan angin kencang, beberapa kali sang angin berbisik lirih kepada para daun untuk menanggalkan dirinya dan ikut terbang terbawa angin.

Padahal, jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Tetapi, langit tidak kunjung cerah. Hal itu, membuat para siswa meringkuk tak semangat karena merasa matanya tiba-tiba berat dan merasakan kantuk. Sang angin berhasil membuat para siswa terbius dan membujukan untuk memulai mimpi.

"Baiklah, tes dimulai dan akan berakhir dalam dua jam kedepan. Silahkan dikerjakan dengan teliti!" pesan Pak Bambang, selaku penjaga ruangan.

Terkecuali, seluruh siswa yang berada pada ruangan ini. Sang angin tak berhasil membujuk para siswa ini. Mereka saat ini tengah fokus untuk mengerjakan tes seleksi olimpiade.

"Hmm..." Gumam Vinka.

Tes baru saja mulai, tetapi Vinka sudah berhasil mengisi 5 jawaban yang semula kosong. Vinka rasa semuanya tak terasa sulit, materi ini sudah benar-benar ia kuasai dan latih.

Kedua ujung bibirnya tertarik sempurna, saat ia beberapa kali berhasil lolos dari soal yang menjebaknya. Tanganya cukup lihai dan otaknya mulai sinkron dengan jari-jarinya.

Disisi lain, terdapat Varo yang sama sekali tak menampakkan mimik wajah kebingungan. Saat ini, dua lembar soal matematika dan kimia berjejer dimejanya. Varo cukup piawai dengan kedua bidang itu.

2 jam berlalu, tes berakhir.

"Pengumuman akan ditempel dimadding, besok pagi. Terima kasih!" pamit Pak Bagas, sembari membawa tumpukan jawaban diatangannya.

Seluruh siswa dalam ruangan mulai berhamburan keluar. Banyak siswa yang menuju kantin, untuk menyegerkan kembali otaknya yang terasa panas. Begitu juga dengan Vinka, ia berniat mampir ke kantin untuk membeli air mineral dingin.

"Buruan," ucap seseorang dibalik punggung Vinka.

Vinka berniat mengambil sebotol air mineral, tapi ia kurungkan dan kembali menutup kulkas itu lalu memutar tubuhnya untuk menengok sang pemilik suara.

Spontan, kakinya tertarik mundur. Varo tiba-tiba berada dibelakangnya, hal itu cukup membuat Vinka terkejut.

"Lo gila ya?" Vinka mendorong bahu Varo kasar. "Lo mau buat gue mati muda?"

Varo menahan tawanya saat mendengar kalimat itu lolos dari mulut Vinka. Entah kenapa, kata-kata itu lebih tertuju sebagai humor daripada kata sarkas yang Vinka lafalkan biasanya.

"Maafin gue," ucap Varo tiba-tiba.

"Kalau lo mau mati, gue gak peduli kata-kata terakhir lo!" akhirnya, kata-kata pedas kembali membuat sosok Vinka benar-benar nyata.

"Sekolahin dulu mulut lo." Pesan Varo, lalu berbalik dan meninggalkan Vinka.

Vinka mengernyitkan dahinya, matanya tak lepas dari punggung Varo yang semakin menjauh. Vinka harap setan yang berada ditubuh Varo cepat menghilang, agar ia tidak perlu memikirkan ucapan asal dari mulut Varo.

***

"Mampus idup gue, Jan!!" Rama mengguncang bahu Ujan dengan keras.

"Lebay lo!" Ujan merasa risih lalu menghindar cukup jauh. "Pikirin aja nilai lo, gue yakin udah pasti sempurna tuh tugas proyek..."

Setelah itu, Ujan berlalu dan segera mencari bangku kosong untuk dijajaki.

15 menit yang lalu, Bu Desi selaku guru sejarah wajib mengumumkan akan ada penilaian keterampilan. Penilaian itu didapat dari sebuah tugas proyek yang diberikan pada setiap kelompok. Setelah kelompok dibagi rata dan secara adil, semua tak ada yang mengeluh dan menikmati kelompoknya. Terkecuali Rama, yang tampaknya terus-terusan memasang mimik wajah gusar.

"Jadi, gimana?" Alika memecah keheningan.

Satu kelompok terdiri dari empat siswa dan betapa beruntungnya kelompok ini, yang terdiri dari Varo, Vinka, Alika, dan Rama. Entah akan menjadi sebuah keberuntungan atau akan menuju malapetaka.

"Apanya gimana?" timpal Rama. "Yaa gue sih ngikut aja..."

"Kalau lo cuma numpang nama, lo keluar aja dari kelompok gue." Saut Vinka, membuat Rama mengunci mulutnya rapat-rapat.

"Siapa ketua kelompoknya, Vinka apa Varo?"

"Gue." Vinka memutuskan sepihak, lalu tak peduli bagaimana tanggapan anggota lain dan mulai membuka bukunya.

"Loh, ketua harus laki Vin, ja-"

Rama menahan kalimatnya, setelah mendapat lirikan tajam dari pemilik mata garang itu. Vinka mulai mencoret-coret kertas kosong, dan menggambar sketsa proyeknya yang akan disiapkan untuk presentasi.

"Kalau lo kerja sendiri, bukan kelompok namanya..." Sindir Varo, sembari menarik lembar kertas kosong itu.

"Gue gak peduli." Vinka merebutnya kembali. "Gue gak mau nilai gue ancur cuma gara-gara penilaian kelompok."

"Lo bilang Rama gak boleh numpang nilai, tapi semuanya lo kerjain sendiri. Ya udah, bubarin aja nih kelompok!"

"Ya udah, bubarin. Gue gak peduli."

Cewek didepanya itu benar-benar membuat Varo naik pitam. Keegoisannya dan ambisinya benar-benar membuat sosok Vinka terlihat menjengkjelkan.

Tanpa basa-basi lagi, Varo mengambil alih kertas itu lalu menyobeknya. Varo tidak tahan dengan sifat Vinka yang semakin hari membuat hampir seluruh kelas terusik akan sifatnya. Varo tak ingin anggotanya merasa tidak nyaman karena Vinka.

"Gue ketua."

"Lo gila?" pekik Vinka, tak terima.

"Gue bagi tugas. Rama lo sama Alika persiapin bahan-bahan yang bakal dipakai untuk presentasi, sedangkan gue sama Vinka bakal buat materinya. Setelah itu-"

"Lo merasa hebat hah?!" bentak Vinka, kesal karena ucapannya tak digubris.

"Setelah itu kita bakal satuin dan rangkai bareng-bareng." Ucap Varo mengakhiri diskusi kelompok saat ini.

Rama dan Alika hanya mangut-mangut mengerti, keduanya sama-sama tak ingin membuka mulutnya hanya untuk menimpali. Suasana saat ini benar-benar memanas antara Varo dan Vinka.

"Gue gak mau!" Vinka mengelak.

"Gue gak peduli bagaimana nasib nilai lo, kalau lo gak punya kelompok."

Lagi-lagi Vinka menggertakkan giginya cukup keras, mengingat dalam kelas masih ada Bu Desi, Vinka menahan amarahnya agar image nya tidak jatuh dihadapan para guru. Amarahnya ia tahan, dan bibirnya perlahan ia bungkan agar kata-kata pedanya tak mengutuk Varo yang terus-terusan terlihat memancing Vinka.

***

Maaf ya, kemalaman updatenya...

Selamat menikmati! (emang makanan?)

REHATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang