Kilas Balik

12 4 0
                                    

Uap tipis mengepul dari secangkir kopi hitam yang baru saja disajikan, sang pemiliknya masih tenggelam pada dunia mimpi enggan untuk kembali pada realita. Aroma kuat bawang putih yang ditumis menelisik masuk pada kedua lubang hidung.

Para penghuni rumah, masih terlelap. Hanya seorang wanita yang tengah kelimpungan untuk menyiapkan sarapan sekaligus mengurus setrika panas untuk melicinkan jas putih dokter, milik sang suami.

"Ayah!" teriak wanita itu, mulai uring-uringan karena semua laki-laki penghuni rumah tidak kunjung bangun.

Dap! Dap!

Kali ini, ia menghentakkan kakinya kesal menuju lantai atas. Masuk pada bilik kamar kedua putranya.

30 menit lagi, sudah pukul tujuh pagi. Bagaimana bisa semuanya masih sibuk terlelap?

"Alvaro!!" wanita itu menyingkap tirai kamar, lalu menarik selimut yang menutupi hampir seluruh tubuh Alvaro.

"Hmmm...." Alvaro memberontak, ditariknya lagi selimutnya lalu mengubah posisinya menyamping ke kanan.

"5 menit lagi tidak turun, ibu siram air es!" ancam wanita itu, lalu beralih pada bilik kamar sampingnya.

Kepalanya dibuat geleng-geleng, melihat tingkah putra pertamanya itu. Guling dan selimut yang seharusnya berada diatas kasur sudah berpindah pada kolong ranjang, sang pemilik ranjang juga beralih posisi dengan kaki yang terangkat pada dasaran tembok.

"Alkana!!" wanita itu menyentak.

Belum sempat ia melakukan aksi yang sama seperti bilik kamar sebelah, suara ciutan dari teko terdengar dari lantai bawah. Dengan setengah berlari, sang ibu kembali ke dapur.

"Hoaemmm, jam berapa, Bu?" tanya ayah, yang baru saja beranjak dari ranjang dan masih belum pergi ke kamar mandi.

"Setengah tujuh, lebih." Saut ibu cepat, tanpa menoleh pada suaminya tersebut.

"Yaampun! Pagi ini ada operasi pukul 7!" ayah tampak begitu terkejut, setelah memastikan kembali pada arloji yang terpasang pada dinding.

Sepersekian detik, ayah langsung mandi kilat dan berganti pakaian. Tidak lupa ia melipat jas dokter yang sudah tampak apik diatas nakas, dan memasukkan pada tasnya.

"ALKANA! ALVARO!" bentak ibu, berharap masih terdengar dari lantai atas.

Berhasil, suara ibu membangungkan keduanya. Alkana maupun Alvaro mengikuti jejak ayahnya, untuk mandi kilat. Lalu berganti seragam sekolah dan menuju meja makan untuk sarapan.

"Kalau besok telat bangun, air panas yang ibu siramkan!" ancam ibu, yang sudah duduk anteng dibangku sisi ayah.

"Air dingin aja bu, biar seger..." nego Alkana.

"Air panas aja kasih ke Kana." saut Alvaro, yang selalu berseteru dengan kakaknya itu, Alkana atau yang biasa dipanggil Kana.

"Lo aja, biar otak lo ciut. Nanti gue bisa jadi anak terpintar di rumah." Canda Alkana, sontak membuat ayah maupun ibu terkekeh kecil.

Keluarga kecil Narendra, tampak sangat harmonis. Kekompakan sepasang kakak-beradik ini, membuat warna yang indah pada setiap sudut ruangan. Menciptakan kehangatan yang menelisik masuk pada tiap-tiap pemilik raga.

***

Tubuh Vinka sudah kembali pulih, lambungnya sudah tampak lebih bersahabat dan mudah dikendalikan. Berkat obat-obatan yang diberikan oleh rumah sakit, Vinka bisa menahan semuanya hingga menjelang olimpiade.

REHATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang