Bruk
Seseorang menabrak tubuhku hingga tubuhku tersungkur di jalanan, hei apa-apan dia!
"ups maaf, aku sengaja" ucap orang asing itu. Oh Tuhan ingin sekali aku menamparnya
"lihatlah, dia istri seorang CEO, tapi penampilannya seperti ini, sungguh memalukan"
"kau tidak pantas menjadi istri seorang CEO"
"pakai pelet apa saja jalang ini"
"dia pasti menggodanya"
"dasar tidak berguna"
Semua orang mengerumuniku dan mengataiku, aku semankin ketakutan, aku tidak bisa apa-apa selain terisak. Sungguh menyakitkan
Lalu aku merasa tubuhku diguncang seseorang, sambil memanggil namaku. Itu suara Mingyu.
"hei Wonwoo, ayo bangun. Kau ini kenapa? Mengapa menangis? Kau mimpi buruk?"
Apa? Mimpi?
Akupun membuka mataku, dan benar saja itu suara Mingyuku, aku langsung memeluknya erat dan menangis.
Mingyu pun membalas pelukan ku sambil mengelus punggungku lembut.
"ada apa hm? Kau mimpi apa?"
Lalu akupun menceritakan semua sambil menangis, sungguh ucapan itu masih terngiang ngiang di pikiranku.
"Wonwoo... Dengar, itu hanya mimpi, lagipula aku murni mencintaimu, tidak perlu dipikirkan lagi ya, tidurlah lusa kita akan menikah, jangan berpikiran aneh aneh, aku tidak suka"
Akupun mengangguk pelan
"tolong jangan lepas pelukannya, besok kau tinggal dirumah Eomma dan Appa, aju pasti akan merindukanmu"
"berlebihan, padahal cuma sehari" ucapku sambil mencubit perutnya
"aww sakit sayang, iya sehabis itu kita akan terus berduaan, aku tak akan melepasmu nanti"
"terus lah bermimpi sebelum menjelang pagi mingyu-ya"
"jahat sekali"
"ayo tidurrr, aku lelah menangis"
"baiklah, selamat tidur calon istriku"
Cuph
.
.
.
Sungguh aku gugup, sangat gugup. Ini adalah hari pernikahan kami, sungguh banyak sekali tamu undangan.
Sekarang aku sudah berada di altar berasama Appa Mingyu. Lalu kami berjalan perlahan menghampiri Mingyu yang sedang tersenyum kearahku. Ah dia tampan sekali
"Mingyu, jagalah dia dengan baik, dia sudah seperti anakku sendiri" ucap Appa Mingyu sambil menyatukan tangan kami
"baik Appa, aku akan menjaganya" jawab Mingyu tanpa ragu sedikitpun.
"baiklah mari kita mulai"
Kami pun mengucap janji pernikahan di hadapan Tuhan, pendeta, dan para tamu.
"kedua pasangan silahkan bertukar cincin"
Kami pun bertukar cincin, astaga tanganku gemetaran, lalu kulihat wajahnya, ku rasa dia sedang menahan tawanya sekarang. Menyebalkan sekali.
"dengan ini kalian sekarang sah menjadi pasanganan suami istri, dan apa yang telah dipersatukan oleh Tuhan, tidak boleh dipisahkan oleh manusia"
Kami pun mengangguk sambil tersenyum.
"silahkan berciuman"
Deg
Aku lupa soal ini
Aku akan dicium di depan umum
Jantungku
Mingyu memajukan wajahnya, kemudian mencium bibirku lembut, aku hanya bisa menutup mataku menikmati ciumannya.
Ruangan itu pun penuh dengan sorakan dan tepuk tangan.
Ku lihat Eomma Mingyu tersenyum haru, lalu Appa Mingyu yang sedang menatap kami dengan bangga, dan jangan lupakan Jihoon yang tertawa manis sambil bertepuk tangan.
.
.
.
"wah Gyu selamat ya"
"terima kasih hyung, dimana Jeonghan hyung?"
"pasti dia sedang memanggil yang lain"
"nah itu dia sm dikey, sama shua juga"
"woi gyu! Selamat ya!"
"thanks yom, sama shua juga?"
"yoi lah, masa ga bawa gandengan"
Aku hanya bisa melihat interaksi antar sahabat itu, bingung sekali harus apa, kaki ku pun pegal sekali, ingin sekali duduk, namun tidak enak pada tamu yg hadir.
"sayang, kenalkan ini Jeonghan hyung, dia istrinya Seungceol hyung, dia juga sedang mengandung, dan dia joshua dia tunangan kuda ini"
"aku punya nama gyu"
"ahahaha aku bercanda"
"h..hai aku Wonwoo"
"ahh tidak perlu canggung begitu, kita ini teman bukan" ucap Joshua heboh
"iyaa, nanti kau ikut arisan kami ya, oh iya kau belum bertemu Seungkwan ya? Aku jamin kau akan sangat akrab dengan dia" ucap Jeonghan tak kalah heboh.
"oh iya di mana pasangan itu, aku belum lihat, dan pasangan sipit itu juga tidak terlihat" ucap Joshua sambil melihat sekelilingnya
"kami disini"
Aku melihat ada 4 orang datang menghampiri kami, ramai sekali.
Aku mencoba menggengam tangan Mingyu dengan erat. Sunggung pusing sekali. Perlu kalian ketahui, aku tidak suka keramaian. Aku baru melihat orang sebayak ini di satu tempat.
"kau tak apa?" tanya Mingyu dengan raut khawatir, lucu sekali.
"aku tak apa, tak terbiasa saja"
Kami pun berbincang hangat, Mingyu terus mengenggam tanganku kemanapun itu, manis sekali.