Dia

1.4K 67 17
                                    

Author POV

Ao merasa kesal dengan perkataan Nico. Jika memang Nico membenci Yudha, tapi tidak seharusnya juga memfitnahnya. Lebih masuk akal jika pelakunya Pak Deni, daripada Yudha. Ao berpamitan kepada teman-temannya, dan meminta maaf karena dia pulang duluan.

“Guys, Aku pulang dulu ya” Pamit Ao.

“Gimanasih, tadi aja maksa-maksa eh baru sebentar udah pamit” Keluh Gilang.

“Ya sorry, urgent banget ini asli. Ada masalah keluarga” Ao memasang wajah melas.

“Aku antar ya” Yudha menawarkan diri.

“Gaudah Yud, aku udah pesen taksi online. Kalian disini aja ngobrol dulu” Ao meninggalkan teman-temannya dengan perasaan gundah.

“Ao kenapa sih Yud?” Tanya Diana.

“Akhir-akhir ini ada masalah di perusahaan papanya” Jelas Yudha.

“Emang ada apa?” Tanya Gilang.

“Kemarin sih gara-gara ada yang ngebocorin data penjualan. Gatau kalau sekarang, kayaknya ada yang penting banget” Ujar Yudha sambil mengaduk es jeruknya.

Ao masuk ke dalam taxi dan segera menuju ke rumahnya. Dia menyenderkan kepalanya ke kursi. Ia bingung antara sedih apa senang pertemuan nanti dengan kakaknya. Memang dia begitu menginginkan bertemu dengan kakaknya, namun tidak dengan kondisi seperti ini.

Taxi yang ditumpangi Ao sudah sampai di halaman rumahnya. Ia melihat mobil pajero hitam milik kakaknya. Ia mengambil napas dalam-dalam sebelum memutuskan masuk rumah.

‘tenang Ao yang kamu sukai itu Yudha, Kak Nico itu pacarnya Karina’ ucapnya dalam hati, meyakinkan dirinya sendiri.

Ao berjalan masuk menuju rumahnya. Di dalam, sudah ada Nico yang sudah menunggu. Nico Nampak gelisah menunggu kedatangan Ao.

“Assalamualaikum..” Ucap Ao

“Waalaikumsalam” Jawab Nico

“Lama banget” Ucap Nico. Ao kesal, apa itu kata-kata yang harus diucapkan pertama kali setelah sekian lama berpisah.

“Siapa suruh dadakan? Emang aku harus stay 24 jam gitu buat memenuhi panggilan kakak” Jawab Ao kesal.

Membuat Nico tertawa dan mengacak-acak rambutnya. Ao semakin gusar, rambutnya yang diacak-acak tapi hatinya yang berantakan. Ao menepis tangan Kakaknya, ia takut hatinya tidak tegar menerima ini.

“Marah-marah terus sih manis” Goda Nico membuat Ao tersipu malu.

“Udah deh ada hal penting apa? Katanya urgent banget” Tanya Ao tanpa basa-basi.

“Memang ada yang urgent. Kangen ku ke kamu udah gak bisa di bending lagi” Ucap Nico
“Kak, gausah bercanda deh” Saut Ao yang merasa sebal. Nico meraih tangan Ao diarahkan pada dadanya.

“Gak bercanda, aku kangen banget. Kangenku ga sebercanda itu” Nico meraih tubuh Ao dan memeluknya. Ao merasa simalakama, antara mau marah atau kesal. Dia tergesa-gesa menuju rumah hanya untuk ini? Ia merasa dipermainkan. Kemana saja waktu dia pergi? Mengapa tidak mengabari sama sekali. Sekarang saja baru bilang rindu.

Ao melepas pelukan Nico dengan paksa. Ia berlari ke kamarnya dan membanting pintu kamarnya. Demi apa, dia belain mati-matian pulang malah hanya disuguhi adegan sok romantis ini. Ia ingin mandi, agar emosi ikut luruh bersama guyuran air.

Ao berharap saat pulang mendapatkan informasi kredibel mengenai perusahaan papanya. Namun ia harus merasa kecewa sekaligus marah kepada kakaknya. Bisa-bisanya bersikap menyebalkan. Ao mendengar suara pintunya di ketuk.

Step BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang