Ternyata

102 16 2
                                    

Yuqi POV

Aku mendengus pelan, entah untuk yang keberapa kali aku sendiri tidak yakin. Kadang aku kerap mengeluhkan keadaan, dimana aku harus berangkat ke sekolah saat hujan di pagi hari. Masih mending kalau hujannya hanya gerimis atau apapun itu. Tapi aku sungguh tidak punya solusinya kalau itu hujan deras, selain minta tolong Bang Yuvin untuk mengantarkan.

Jujur, beberapa hari ini aku sudah bilang padanya aku akan naik kendaraan umun saja. Dan Abangku itu tentu saja senang, karena dia tentu bisa menghabiskan waktunya untuk tidur lebih lama sebelum memasuki waktu kuliahnya. Sedangkan kalau dia harus mengantarku, itu artinya dia harus rela bangun lebih awal.

Aku melirik pergelangan tanganku. Pukul enam lewat dua puluh menit. Ini masih cukup pagi, tapi di kamusku tidak ada yang namanya 'terlalu pagi'. Karena aku tidak pernah berangkat ke sekolah lebih dari jam setengah tujuh. Lalu realita hujan yang menghalangiku mewujudkan itu kembali menamparku. Saat ini masih hujan, lalu bagaimana aku ke sekolah. Jangan tanyakan Bang Yuvin, dia sedang menginap di rumah temannya. Dan aku ditinggal di rumah sendiri. Lagi.

Berkali-kali aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Karena sekarang aku tengah berada di depan rumah, menunggu keajaiban kalau hujan akan segera mungkin berhenti. Aku menurunkan gulungan jaketku. Ternyata rasa dingin itu masih mendominasi sampai sekarang. Apa aku tidak usah berangkat ke sekolah?.

"Heh enggak!" aku menggeleng kuat. Masa iya cuma karena hujan aku tidak berangkat. Itu sama sekali bukan aku.

Tin Tinnn

Aki sedikit terlonjak kaget, semua lamunanku tentang kemungkinan aku tidak pergi ke sekolah karena hujan tiba-tiba buyar. Klakson mobil itulah penyebabnya. Aku menyipitkan mata, memperhatikan mobil hitam itu dengan raut wajah bertanya. Aku tidak merasa punya teman yang sudah diijinkan membawa mobil ngomong-ngomong. Makanya aku heran, apa mungkin temannya Bang Yuvin?.

Aku masih sibuk kembali melamun ketika tiba-tiba si pemilik mobil itu keluar dari dalam. Awalnya aku kaget, tapi kemudian memasang wajah masam. Ternyata Kak Mingi yang keluar dari dalam sana. Lengkap dengan seragam sekolah, dan payung biru besar meneduhi tubuh jangkungnya.

Sekita ingatan kemarin sore memenuhi otakku. Dan sekarang Kak Mingi malah berada disini, aku benar-benar tidak tahu bagaimana harus bersikap kepadanya. Mau biasa saja rasanya juga tidak mungkin. Menjauhinya? Itu lebih aneh lagi. Jadi, siapapun tolong aku dari keadaan yang menjebakku bersama lelaki ini sekarang juga.

"Yuqi, yuk bareng gue?" Kak Mingi bertanya padaku, tangannya memegang kuat pegangan payungnya sambil mengulurkan tangan.

Aku menghela napas, aku tidak punya alasan untuk marah dengannya. Jadi, meskipun aku agak sedikit kecewa dengan kejadian kemarin aku tidak punya hak untuk marah. Aku cukup tahu itu, lagian Kak Mingi pasti punya alasannya bukan?

"Pelan-pelan." aku menyambut uluran tangan Kak Mingi, bergabung dengannya dibawah payung besar itu.

Aku berani bertaruh kalau sekarang jantungku bekerja dua atau bahkan tiga kali lebih cepat. Kak Mingi memelukku dari samping, merapatkan tubuhku agar tidak terkena air hujan.

Thank You

Atmosfir sesak dengan lautan manusia yang kelaparan menjadi objek pertama lali yang aku lihat. Ya, seperti yang kalian kira aku tengah berada di kantin. Lengkap dengan Wooyoung dan juga Shuhua, bedanya kali ini ditemani dengan Yeosang. Dan aku cukup sedikit terkejut dengan itu.

Siapa yang menyangka kalau sosok tak tersentuh semacam Kang Yeosang mau bergabung bersama di mejaku itu. Kukira dia hanya ingin bersama Wooyoung. Tapi juga tidak bisa menjamin kalau Wooyoung tidak melakukan negosiasi kepada lelaki itu.

❝𝐓𝐡𝐚𝐧𝐤 𝐘𝐨𝐮❞ - 𝐌𝐢𝐧𝐠𝐢 [𝐀𝐓𝐄𝐄𝐙]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang