Author POV
Kelopak mata yang semula tertutup itu kini mengerjap. Netranya mengedip pelan, berusaha menerima seberapa banyak intensitas cahaya yang masuk melalui mata kecilnya. Dahinya mengkerut samar ketika merasakan ngilu yang teramat menghantam kepalanya. Menoleh ke kiri, guratan di dahinya bertambah dalam ketika menemukan lelaki yang sangat dikenalnya tengah menatap keluar jendela.
Lebih tepatnya menatap awan, membelakanginya.
Tidak yakin dengan apa yang dilihatnya, lelaki itu berusaha bangkit. Kedua tangannya di letakkan di sisi tubuhnya sebagai penopang. Dia pikir itu akan mudah, tapi ternyata tidak sama sekali. Sekedar untuk menyandarkan kepalanya di kepala brankar yang kini menjadi alas tidurnya saja rasanya menyakitkan. Ya, lelaki itu benar-benar kesusahan.
Entah mereka yang berada di ruangan itu memiliki ikatan batin atau bagaimana. Lelaki yang semula menatap ke luar jendela itu menoleh, dan melihat rekannya berusaha untuk duduk. Dengan sigap tubuhnya bergerak menuju ke brankar, meletakkan tangan kirinya di belakang punggung si lelaki sedangkan tangan yang satunya membenarkan letak bantal.
Begitu dirasa rekannya sudah duduk dengan benar lelaki itu melangkah mundur. Wajahnya tersenyum teduh, sama sekali tidak ada kekesalan atau dendam. Justru sepersekian detik setelahnya lelaki itu kembali mendekat, menyibak selimut yang tadinya menutupi tubuh rekannya. Ngomong-ngomong dia hanya ingin memastikan, apakah lelaki yang tengah meringis sakit itu terluka banyak.
"Kebiasaan banget sih lo," ucapnya lalu mengembalikan selimut itu untuk menyelimuti rekannya.
"Maaf ya, gue egois banget. Dari dulu bahkan sampai hari ini. Gue gak pernah mau dengerin omongan lo dan selalu ambil keputusan gegabah dan ya, kaya biasanya gue berakhir di rumah sakit. Itu semua karena gue gak dengerin lo. Maaf," lelaki itu berucap panjang lebar dengan harapan di lelaki yang berdiri bisa memaafkannya. Walaupun sebenernya dia tidak melakukan hal itu pun, temannya akan dengan hati memaafkan dan merengkuhnya lagi.
"Ngapain sih minta maaf, yang udah yaudah lupain. Sekarang fokus aja sama penyembuhan lo okay?" kadang lelaki itu tudak paham, dari apa hati temannya terbuat. Kenapa dia begitu mudah memaafkan?
"Oh btw lo belum minum atau bahkan makan sejak dua hari. Lo koma wkwk." lelaki yang berdiri tadi menekan bel di dekat brankar, bermaksud memanggil suster untuk meminta makanan.
"Lo serius? Gue koma? Dua hari?" pertanyaan itu dibalas anggukan.
Tidak tahu seberapa banyak luka di tubuhnya, tapi dia sebelumnya tidak pernah sampai koma. Dua hari? Hah bercanda. Tapi rasa nyeri di perutnya sepertinya akan menjawab keheranan lelaki itu.
"Kenapa lo laper?" membawa nampan berisi makanan yang baru saja di terimanya, lelaki itu bertanya.
"Iya, tapi bukan itu kok rasanya sakit banget kenapa sih!" lelaki itu menyibak selimutnya dan meraba perutnya dari luar setelan rumah sakit yang dikenakannya. Tidak percaya, lelaki itu lalu mengangkat sedikit bajunya untuk memastikan. Dan tebak, di sana ada sebuah plester besar dengan jahitan tentu saja.
"Apa gue di tembak pas itu?" tanyanya.
Dan seperti seharusnya rekannya itu mengangguk dengan pelan. Ah luka tembakan itu terlalu dalam, mungkin sebab itu dia bisa sampai koma dua hari.
"Udah udah tahan, sekarang lo makan dulu. Lo harus sembuh dulu baru kita omongin lagi bisa?"
Thank You
Yuqi, gadis itu kini masih menatap langit-langit kamarnya. Entah sudah berapa lama, tapi sepertinya ini sudah mau malam dan dia masih dalam posisi seperti itu. Tidak tahu apa yang sedang mengganggu pikiran gadis itu, hanya saja rasanya tidak benar. Dan dia rasa perlu memperbaikinya.
Oh, Yuqi masih di rumah sendiri. Yuvin belum pulang, dan itu berarti tidak ada orang yang akan heboh menanyainya kenapa tidak langsung mandi dan makan. Yuqi tengah enggan melakukannya. Dan untuk kali ini, gadis itu bersyukur Yuvin tidak ada di rumah.
Drrt Drrt
Tangan kanannya terangkat, meraba kasurnya untuk menemukan benda pipih yang baru saja bergetar. Mata Yuqi menyipit untuk melihat siapa pengirim pesan ke ponselnya. Melihat ponsel dalam keadaan kamar gelap itu membuat matanya sakit. Tapi gadis itu juga tidak memiliki tenaga untuk sekedar menekan saklar lampu berjarak 3 meter darinya.
Shuhua: Gapapa, kita coba besok lagi okay?
Ah Yuqi lega kalau itu pesan dari Shuhua. Dia pikir setelah insiden katahuan tadi Shuhua akan marah kepadanya. Tapi ternyata gadis itu tidak. Dengan cepat Yuqi mengirimkan balasan kepada Shuhua.
You: Emang masih mau nyoba? Apa lo gapapa?
Shuhua: Ya gapapa lah, emgnya knp?
Sebenarnya tadi mereka berdua ingin ke suatu tempat. Semua yang mereka butuhnya untuk mendapatkan informasi sudah mereka kantongi. Tapi entah bagaimana ceritanya, semuanya yang sudah mereka susun hancur begitu saja karena ada yang menemukan mereka. Saat itu Yuqi dan Shuhua merasa benar-benar ketakutan, tidak ada jalan keluar dan tidak tahu harus bagaimana.
You: Gapapa hehe, kita omongin lagi besok deh okay!
Sampai akhirnya mereka berhasil mengelabuhi orang itu dan melarikan diri sejauh-jauhnya. Kalau saja tadi tidak ada yang memergoki dirinya dan Shuhua, mungkin Yuqi sudah menemukan apa yang dicarinya. Sepertinya Yuqi tadi salah mengira keadaan, akibatnya Vernon bisa mengetahuinya. Ah benar sial, tapi ya mau bagaimana lagi. Cepat atau lambat Yuqi harus membereskannya dan itu berarti ada atau tidaknya Vernon di rencananya berikutnya gadis itu akan tetap berusaha.
Shuhua: Okie dokie!
Yuqi tahu ada yang salah dengan Mingi, sangat salah. Dan dia bisa merasakannya, jadi demi Mingi, Wooyoung dan orang lain Yuqi akan melakukan hal ini. Tentunya dengan dukungan Shuhua di sampingnya.
Thank You
A
haha pendek:( btw hai! Its been sooo long timeeeee since i updated the last chapter:((
Huhu maaf ya rl lagi sibuk bgt sksk, okay see u! Dan terima kasi sudah membaca dan meninggalkan jejak♡
Kak, kangen:(
KAMU SEDANG MEMBACA
❝𝐓𝐡𝐚𝐧𝐤 𝐘𝐨𝐮❞ - 𝐌𝐢𝐧𝐠𝐢 [𝐀𝐓𝐄𝐄𝐙]
FanfictionSong Mingi, lelaki itu punya keluarga lengkap. Tapi tetap merasakan arti tak dianggap. Memang benar, kadang yang terlihat baik-baik saja tidak selalu seperti kelihatannya. Song Yuqi, gadis biasa yang mencoba memahami apa itu kebahagiaan bagi seoran...