2.1

846 86 10
                                    

"Apa yang sebenarnya mereka lihat darimu?"

Seseorang itu berbicara dengan suara sinisnya dibalik kegelapan.

Hinata tak tahu siapa itu, namun suaranya terdengar benar-benar familiar dipendengarannya.

Apakah ia mengenal sosok itu?

"Kau hanya gadis bodoh yang bersembunyi dibalik nama besar Hyuga." tunjuknya, mengacungkan sebuah bolpoin tipis tepat didepan wajah Hinata.

Gadis itu menggigit bibir bawahnya, berusaha menetralisir segala takut yang ia miliki.

Tapi sosok itu berjalan mendekatinya, membuat Hinata kini melangkah mundur.

Tak jelas dimana mereka sekarang. Yang pasti Hinata tak tahu ada tempat semacam ini disekolah ataupun rumahnya.

Sosok itu adalah seorang gadis. Bersurai pendek dengan warna merah tua hampir ke ungu yang membuat Hinata menyipitkan mata.

"Wajahmu pucat. Matamu juga aneh. Dan kau tidak pandai sama sekali. Mengapa mereka lebih menyorotmu daripada aku yang jelas-jelas begitu sempurna?" ucapnya dengan begitu datar.

Gadis itu bahkan memainkan helaian surai panjang Hinata, disusul sebuah seringaian yang entah ala maksudnya.

"A-aku—"

"Diam! Aku muak mendengar suara sok lembutmu itu, Hinata." seru gadis itu dengan suara melengking.

Hinata menutup telinganya sejenak sebelum memberanikan diri menatap langsung wajah gadis didepannya.

Sontak kedua netra amethys Hinata membukat sempurna. Lidahnya mengelu disertai keringat dingin yang mulai bercucuran.

"Tak bisakah kau pergi dan lenyap dari hadapanku saja?"  tanya gadis itu dengan suara melembut.

Tapi Hinata tahu pasti maksud dari ucapan gadis itu pasti adalah hal yang tak baik. Terbukti beberapa detik setelahnya, Hinata dapat melihat tangan gadis itu melayang hendak menamparnya.

"—nata! Hinata! Hinataaaa!"

Gadis Hyuga itu langsung membuka matanya dan meraup udara sebanyak mungkin.

Rongga dadanya menyesak sempurna, seolah hampir saja jika beberapa saat ini ia tak bangun maka membuka mata selanjutnya adalah dihadapan Kami-sama.

Tenten yang melihat itu membantu Hinata bangun dari posisi berbaringnya menjadi duduk bersandar.

Gadis berdarah Tionghoa itu juga langsung menyodorkan segelas teh hangat guna menetralisir ketegangan yang sepertinya dirasakan Hinata.

"Merasa lebih baik?" tanya Tenten sembari mengusap-usap kepala Hinata.

Entah mengapa ia melakukannya. Mungkin karena Hinata itu seperti seorang adik kecil yang benar-benar perlu dijaga dengan ekstra.

Hinata mengangguk singkat. "Gomenne. Aku pasti merepotkan Nee-san." sesalnya.

Tawa kecil Tenten langsung terdengar, sangat merdu sejujurnya jika Hinata boleh mengomentari. Meski entah mengapa banyak sekali murid disekolah yang sangat amat takut ketika sosok Tenten datang.

"Aku senang direpotkan olehmu." tutur Tenten sembari tersenyum lebar.

Hinata mengangguk kecil sedikit beralih melihat jam besar yang terpajang didinding uks. Matajnya melotot kaget. "Apa sekarang sudah mulai jam belajar?" tanyanya panik.

Seharusnya ini sudah masuk jam pelajaran ke empat sebelum bel istirahat berbunyi. Tapi apa pingsan akan selama itu?

Tidak masuk akal.

The Ring | SasuHinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang