2.0

962 100 3
                                    

Hinata terdiam, menatapi gelas jusnya yang kini tinggal setengah diatas meja.

Ia masih berada dikantin rumah sakit, menunggu Neji yang tengah menebus obat untuknya.

Hari yang memang sudah senja membuat Hinata tak lagi-lagi berani untuk diluar sendirian. Ia cukup takut sekarang.

Sejujurnya ada banyak hal yang Hinata sembunyikan ditengah jawabannya pada dokter beberapa waktu lalu. Ia baru satu kali datang kemari, dan tak mampu sepenuhnya percaya pada dokter itu. Sekalipun sorot juga tutur katanya yang amat lembut.

Dokter sebelumnya yang menangani Hinata selalu berkata untuk selalu berhati-hati pada siapapun ketika ia kembali menginjakkan kakinya di Jepang.

Hinata tak mengatakan hal tersebut pada siapapun. Baginya cukup ia saja yang mengetahui semua itu. Toh, jika ia membeberkan satu dua fakta maka orang-orang tak bertanggungjawab itu pastinya akan lebih waspada terhadapnya.

Kepala Hinata tertunduk, beralih menatapi pakaian yang dikenakannya.

Saat itu, pertama kali Hinata sadar, sudah dirasakannya sakit yang teramat pada tulang rusuk. Katanya ada beberapa yang retak sehingga ia tak boleh bangkit untuk sementara waktu.

Kepalanya pun harus terlilit berlapis-lapis perban. Ada traumatik tersendiri Hinata mengingat itu, mungkin karenanya ia enggan mengingat apapun yang menyakitkan dibalik itu semua.

Ia bukan artis. Bukan pejabat. Bukan seorang putri kerajaan. Juga bukan seseorang yang terlilit hutang. Lantas mengapa segala kejadian itu terjadi padanya?

Apa salahnya pada masa itu?

"Kau melamun?"

Kedua netranya membola. Hinata cepat-cepat mendongak, sedikit tak percaya jika orang yang tak terpikir akan berada didepannya saat ini sudah berdiri tegak sembari tersenyum tipis.

"Sa- suke?"

Sasuke terkekeh, mulai berjalan mendekat pada Hinata yang membeku ditempatnya. Ia mengambil duduk disamping Hinata, padahal jelas-jelas kursi itu tak cukup untuk dua orang.

"A-apa yang kau lakukan disini?" heran Hinata tanpa menoleh pada Sasuke.

Entah mengapa ia merasa canggung sejak mendatangi universitas laki-laki itu tempo lalu. Apalagi mengingat Sasuke yang terus menggenggam tangannya.

Ah, itu memalukan. Hinata bahkan dapat merasakan pipinya memamas sekarang.

"Aku baru saja menemui Sakura." ungkap Sasuke, menatap lurus kedepan.

Mendengar itu, entah mengapa Hinata merasa ada sesuatu yang salah dengan dirinya. Jantungnya berdetak cepat dengan mata yang mulai menyipit menatap Sasuke.

Tapi diluar dugaan, Sasuke tak menatap wajah gadis itu. Ia justru merebahkan kepalanya pada bahu mungil Hinata dan mulai menggenggam sebelah tangan gadis manis itu.

Sontak Hinata tersentak. "S-sasuke?"

"Kupikir dia bisa saja menjadi satu dari sekian orang yang menyakitimu, Hinata." ucap Sasuke menyendu.

Itu membuat Hinata mengerutkan kening, bingung sendiri kemana arah pembicaraan Sasuke kali ini. Apakah berhubungan dengan kasus yang dialaminya?

"Tapi ada banyak pertanyaan yang tak mampu kujawab. Hanya kau sendiri yang tahu bagaimana kenyataannya." tambah Sasuke sebelum menghela nafas panjang.

Dapat Hinata lihat jelas wajah lelah dan bingung Sasuke dari samping. Ia menjadi tak enak hati pada laki-laki berdarah Uchiha itu, takut terlalu membebani.

The Ring | SasuHinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang