0.7

2.5K 222 6
                                    

Jan lupa tombol bintangnya gengs:*

...

Ruangan serba putih itu nampak ramai, beberapa orang berbicara serius, sedang yang lainnya masih harap-harap cemas akan keadaan.

Diranjang rumah sakit, Hinata terbaring. Wajahnya yang semula putih mulus kini terdapat beberapa sayatan, kepalanya pun sudah berganti perban. Kulitnya bertambah pucat, pun juga bibirnya yang seharusnya sewarna buah plum.

Sudah satu minggu kejadian yang menimpanya itu berlangsung, tapi nampaknya Hinata enggan terbangun dari tidur lelapnya.

"Haaah, mengapa Hinata-chan masih belum juga sadar? Ini sudah hari ketujuh ia terbaring disana."

Ino menopang dagunya seraya menatap tubuh mungil Hinata. Mata aquarimenya nampak berair, begitu ketara gadis cantik dari keluarga Yamanaka itu mengkhawatirkan teman imutnya.

Disampingnya, Tenten masih bungkam. Enggan mempercayai semua yang dilihatnya, namun di satu sisi ia juga tak dapat menampik rasa kecewa juga marah yang menjalari hatinya.

Mengapa harus orang itu yang melakukannya? Mengapa pula harus Hinata? Apakah karena Sasuke? Atau ada hal lainnya?

Ia benar-benar tak habis pikir dengan semua yang telah terjadi. Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Menyesal pun rasanya tak cukup dilakukan.

"Kau sudah berkata hal yang sama untuk ke dua puluh kalinya dalam dua jam. Bisakah kau hentikan itu?"

Kiba berujar dengan fokusnya tertuju pada seekor anjing kecil dipangkuannya. Lho, bagaimana mungkin anjing seputih salju itu dapat masuk ke dalam ruang rawat?

Biarlah itu urusan si pemuda Inuzuka, tak perlu membahasnya lebih lanjut.

"Aku kan hanya khawatir." delik Ino sebal.

Semua berkas tentang kasus Hinata sudah diproses, bahkan kini pencarian tengah dilakukan demi menemukan si pelaku yang melarikan diri.

Hinata memang bak sang puteri. Dimana dalam tidurnya pun ada yang menjaganya, mengkhawatirkannya, dan senantiasa memikirkan dirinya.

Tapi, apakah itu keinginan dari si gadis indigo? Tentu saja tidak. Bahkan Hinata sendiri tak tahu menahu tentang segala penjagaan serta pengawasan untuk dirinya selama ini. Ia terlalu tak peka untuk menatap sekeliling, dan itu berlaku juga untuk kejahatan disekitarnya. Ia terlalu baik.

"Ngh.."

Bulu mata lentik itu mengerjap, mencoba membuka matanya yang terasa berat juga lengket. Bahkan ia mencoba menggerakan satu per satu jari-jarinya.

Gadis berusia lebih muda yang begitu mirip dengannya berlonjak kaget.

"Dokter! Panggilkan dokter! Nee-sama sudah menggerakkan jarinya." katanya setengah memekik.

Mereka kalang kabut, langsung menekan tombol disisi ranjang demi meredam emosi yang tiba-tiba mencuat ke permukaan.

Apakah semuanya akan baik-baik saja?

...

Mata amethysnya memandang heran sekitar. Seharusnya ia merasa senang bukan karena semuanya telah membaik? Ia sudah baik-baik saja dan ingatannya perlahan berangsur kembali.

"Bagaimana perasaanmu, Nee-sama?" tanya Hanabi cemas.

"Hanabi.. chan?"

Kedua mata amethys itu membelalak. "Ne! Ini aku, Hanabi. Apa kau merasa pusing? Apa kau ingin minum? Bagaimana perasaanmu. Aku bisa- hmpppt."

Kiba membekap mulut Hanabi yang tak hentinya melontarkan kata-kata tanpa rem. "Aish, berisik sekali. Kakakmu sampai bingung begitu, Hana-chan."

Hanabi menggigit tangan Kiba hingga empunya melepaskan tangannya dan mengibas, terasa perih tangan malangnya itu.

"Aku hanya mengkhawatirkan Nee-sama kok!" ketus Hanabi seraya bersidekap.

Melihat itu Hinata tersenyum tipis. "Daijobu. Kau tak perlu khawatir Hanabi-chan." lirihnya.

"Syukurlah kau sadar Hinata-chan. Kami sangat khawatir karena sudah satu minggu kau tak kunjung bangun." tutur Tenten sebelum berakhir menggigit bibirnya sendiri, kepalang cemas.

Mata Hinata bergerak liar, mencari satu sosok yang tak jua ia jumpai diantara rentetan orang-orang yang mendiami ruang inapnya.

"Kau mencari siapa?" tanya Ino, menyadari tatapan sahabatnya yang terus saja menyapu keseluruh penjuru ruangan.

Tampak sekali Hinata menatapnya dengan tak yakin, membuat gadis Yamanaka itu mengerutkan dahinya dalam.

"Etto, dimana... Sasuke-san?"





Tbc:"

The Ring | SasuHinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang