30. Disalahkan?

51 5 0
                                    

Semuanya sudah terjadi. Terjadi secara tiba-tiba, dan begitu cepat. Sudah dua hari, sekolah tanpa Leon, keluarga tanpa Leon, dan rasanya ada yang hilang. Rasanya begitu aneh mungkin karena masih dua hari? Tapi yang pasti semuanya sudah berbeda.

Keluarga yang awalnya penuh dengan tawa, kini berubah menjadi duka. Sekejap semua tawa hilang begitu saja. Jadi ini rasanya kehilangan? Begitu berat, dan sulit untuk mengikhlaskan. Namun, semua sudah berlalu, sudah harus diikhlaskan.

"Bunda?" panggil Alex dengan lembut. Yang dipanggil bunda hanya diam dengan bingkai foto yang ada dipelukannya. Mata sembab, hidung merah, rambut acak-acakkan. Intinya begitu kacau.

"Bunda, kita makan ya?" Gelengan kepala dari Sahara membuat Alex menghembuskan nafas putus asa. Ini sudah dua hari bundanya tidak makan, sudah berapa kali juga Alex menawarkan. Bahkan Elektron ikut serta.

"Bang," panggil Elektron di depan pintu. "Enggak jadi."

"Tante, makan yuk? Ini bubur nya enak loh. Dulu Leon suka makan bubur ini, sama Elektron buatan tante lagi." Sahara menoleh mengembangkan senyumnya. "Tante makan ya?" tawar Elektron yang diangguki oleh Sahara.

Alex bersyukur karena bundanya sudah mau makan. "Bunda setelah ini mau apalagi?" tanya Alex. 

"Bunda mau ketemu sama Audy," jawabnya. Semuanya terdiam. "Bisa kan?" tanya Sahara kembali.

"Bisa bun," jawab cepat Alex.

"El, gue nitip bunda dulu." Elektron hanya mengacungkan jari jempol nya, dan lanjut menyuapi Sahara.

***

Sedangkan di rumah keluarga Audy sedang cemas-cemasnya karena Audy yang tak kunjung keluar, dan tetap terisak di dalam kamarnya.

"Audy abang masuk ya?" tanya Arvin dari luar kamar.

"Jangan ada yang masuk! Kalau sampai ada yang masuk, Audy loncat dari sini ke lantai bawah!" ucap Audy. Hal itu membuat Erin tambah terisak, dan membuat Arvin ikut sedih dan emosi.

"AUDY! DENGAN LO BERSIKAP KAYAK GINI! SAMA AJA LO ITU EGOIS! DISINI BUKAN LO AJA YANG SEDIH KEHILANGAN LEON. GUE, MAMA, DAN KELUARGA LEON JUGA SEDIH! DI SITUASI KAYAK GINI, LO MALAH BIKIN GUE SAMA MAMA SEDIH!" Teriak Arvin membuat sang mama mengusap punggung sang putra menenangkan.

"Udah, Ar, udah," lirih Erin dengan memeluk sang putra.

Beberapa detik Audy merenungi teriakkan sang kakak. Akhirnya dia sadar. Bahwa, Sesedih, semarah, sehancur apapun keadaan kamu hari ini, jalan terbaik untuk menyelesaikannya bukanlah KEEGOISAN tapi KEIKHLASAN.

Audy beranjak dari kasur untuk keluar kamar, meminta maaf kepada mama dan abangnya. Setelah membuka pintu dia langsung memeluk sang Mama.

"Mah, maafin Audy," lirih Audy yang diangguki oleh sang mama.

"Iya, mama udah maafin, kamu jangan gini lagi ya?" ucap Erin yang diagguki oleh Audy. Audy beralih menatap Arvin dan langsung memelukknya.

"Bang, maaafin gue."

"Iya, maafin abang juga yang udah teriak ke kamu," ucap Arvin.

Semuanya berpelukan. 

'Culametan-met-met'

Nada dering panggilan dari ponsel Arvin membuat semuanya melepas pelukan.

"Hallo"

"...."

"Iya, gue sama keluarga udah ada di rumah," jawab Arvin.

"...."

"Oke, entar kita ke sana."

'Tutt-Tutt'

Sambungan teputuskan.

"Siapa bang?" tanya Audy.

"Alex. Kita disuruh ke sana," jawab Arvin. "Pada siap-siap," lanjutnya.

***

"Iya bun, udah mereka ke sini," ucap Alex.

Sahara sudah rapih, tidak sekacau tadi. Mereka sedang duduk di ruang tamu, menunggu keluarga Audy.

Sepuluh menit berlalu.

Audy, dan Arvin  sudah sampai di rumah Leon. Tidak dengan Erin karena ada pekerjaan kantor mendadak.

"Assalamualaikum," ucap Audy membuat yang ada di dalam menoleh dan menjawab salam.

Sahara berdiri menghampiri Audy.

PLAK

Semua terdiam.

"Tante, kenapa tiba-tiba nampar adek saya?" tanya Arvin sambil merangkul Audy.

"DIA SALAH! LEON ANAK SAYA MENINGGAL KARENA DIA! LEON TIDAK AKAN MATI JIKA DIA TIDAK BERANGKAT KE RUMAH SAKIT UNTUK MENJENGUK PACAR BERPENYAKITAN NYA INI!" Bentak Sahara sambil menunjuk  Audy.

"Tidak murni salah adek saya tan!" tegas Arvin.

"Jelas-jelas murni salah dia! Di saat anak saya berkendara kenapa dia tiba-tiba menelepon?! Mungkin apa dia mau anak saya mati hah?!" teriak Sahara.

"Maafin aku tante, aku salah, maafin aku," lirih Audy dengan memeluk kaki Sahara.

"Kata maaf kamu gak bisa bikin Leon hidup kembali," ketusnya. 

BRAK

Audy terjatuh karena di dorong oleh Sahara. Saat Arvin akan membangunkannya ternyata Audy pingsan.

"Tante harus tahu. Audy sama sedihnya karena kehilangan Leon. Dia sampai akan bunuh diri, karena merasa bersalah. Dia ke sini mau minta maaf ke tante, dan karena tante manggil dia ke sini. Tapi? tante malah melukai adik saya," jelas Arvin yang tak diberi tanggapan oleh Sahara. "Terimakasih atas segalanya tante, dan keluarga kami minta maaf." Setelah itu Arvin membopong Audy dan akan membawanya pulang.

"Ar, maafin bunda gue," ucap Alex yang sekarang sudah ada di belakangnya. "Ar, sekali lagi gue minta maaf atas nama bunda gue," ucap Alex yang sama sekali tidak digubris oleh Arvin.

***

HALLO GUYS. 

Maaf baru bisa up, soalnya partnya ke hapus dan sibuk juga sama ngaretnya. Bentar lagi Nothing is Perfect selesai nih. Terimakasih buat yang udah support dan baca. Ily kalian :*

See you next chapter:*

NOTHING IS PERFECT [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang