🎡
__Kedua matanya sibuk pada jemarinya yang asik merajut sebuah kaus kaki, sedangkan wajah mungil Sojung tak bosan menampilkan senyumnya. Lagi dengan lembut perempuan itu mengatakan, "Kaus kaki ini untukmu, Choi Seyong."
Dan Seungcheol hanya bisa membeku sambil menatap wajah hangat Sojung yang akhirnya kembali ia temukan.
Masih dengan senyumnya, Sojung kembali melanjutkan, "Besok kita akan bertemu, kapanpun dan bagaimanapun nanti.. Ibu tak akan meninggalkanmu lagi. Jangan khawatir nak, ibu terbiasa menjadi kuat meski sendiri.."
Seungcheol seutuhnya tediam, ia mencoba menahan air mata sekaligus rasa kesal pada dirinya sendiri. Entah apa yang sebenarnya ia perbuat sampai membuat Sojung mengatakan kalimat kesepian itu.
Kedua mata Seungcheol menatap wajah Sojung yang sebagiannya tersapu sinar matahari dalam diam. Hatinya memang pilu tapi senyum dan wajah hangat Sojung membuat pria itu perlahan menutup pintu kamar.
Setidaknya, biarkan Sojung menemui kebahagiaannya dulu, meski dengan satu kebohongan. Batin Seungcheol selagi pria itu menyandarkan punggungnya pada pintu kamar lagi asik mendengar ocehan manis Sojung mengenai harapannya pada calon buahati--yang sebenarnya telah pergi.
Namun tak lama, suara Sojung menghilang dan tak lagi terdengar, hanya suara berkala yang datang dari jarum rajut yang mengetuk berulang kali kusen jendela.
Perlahan kepala Sojung terangkat, membiarkan sinar lembut matahari mengenai wajahnya lagi detik selanjutnya aktivitas pada jemarinya berhenti. Dan tangisan serta wajah muram Sojung kembali.
"Aaaaahhh!!" Teriak Sojung mengisi ruangan lagi air matanya menetes. "Mengapa.. Hiks.. Mengapa harus Kau ambil dulu.. Aku bahkan belum melihatnya!"
"Apa salahku? Aku bahkan merawatnya dengan baik.." Sojung menjeda kalimatnya, sedangkan Seungcheol hanya mampu menatap langit langit ruangan dari balik pintu, tengah menahan air matanya.
"Mengapa.. Hiks.. Mengapa.." cicit Sojung lemah, sedangkan tangisnya semakin menjadi bersamaan dengan jeritan perempuan itu. "Seyong-ku.."
Ingatannya kembali pada bagaimana letih dan sakitnya ia ketika bertahan dulu demi sang buahati. Bagaimana ia menjadi kuat dengan sendirinya atau dengan Youngho yang sedia bersamanya. Tentang bagaimana sosok mungil yang berada di kandungannya hanya mampu ia tatap lewat monitor, sedangkan pada akhirnya semua sia-sia.
"Seyong.." Suaranya bergetar sedangkan perlahan jemari Sojung menarik gunting di sebelahnya. Benda tajam itu semakin mendekat lagi kepalanya hanya memutar apa kesalahannya dulu dan bagaimana ia melanjutkan hari demi hari lagi.
Srek.. Srek..
Dan aktivitas itu kembali, lengan kurus miliknya kembali ternodai. Selagi jemarinya mencoba melukai diri sendiri, mulut kecil Sojung tak henti mengutuk diri, "Untuk apa aku hidup.. Bahkan kebahagiaanku telah lama pergi.."
"Hiks.. Untuk apa aku percaya.. Bahkan kepercayaan itu sudah lama mati--"
Tes.. Tes..
Cairan berwarna merah kental itu kembali menetes sedangkan Sojung tak juga mengalah pada emosinya, "Sekarang apa lagi.. Apa lagi dengan delusi ini--AAAAHHHHH!!"
Jeritan, tangis, dan cairan merah itu mengisi ruangan. Kini Sojung sudah sepenuhnya berdiri, membuang kasar gunting di tangannya dan mengantukkan kepalanya pada sembarang dinding. Dan suara keras itu baru menyadarkan Seungcheol.
Langkah besarnya memasuki ruangan, kedua matanya menatap keadaan sekeliling dan detik selanjutnya menarik tubuh Sojung menjauh dari dinding. "Sojung.. Jangan begini.. Ada apa.."
Tangan kekar Seungcheol menahannya, mencoba menguatkan selagi tangannya gemetar dan menahan air matanya turun; dibuat hampir runtuh sebab penyakit Sojung yang semakin menjadi.
Tuhan, baru saja aku menemukan senyumnya, baru saja aku melihat kembali hangat wajahnya. Tuhan, kukira kebohongan putihku tak menjadi masalah, tapi mengapa kau juga tak mengizinkannya..
Sojung tak peduli, ia mencoba meloloskan tangannya dari tangan Seungcheol, dan si pria dibuat khawatir jika mengenai luka yang tak henti meneteskan cairan kental itu. "Semua baik-baik saja, sayang.. Delusimu tidak ada, semuanya baik-baik saja--"
"Kau tidak mengerti rasa sakitnya, Choi!" potong Sojung di sela tangisnya.
Seungcheol hanya mengangguk lagi tetap sibuk pada kegiatan sebelumnya. "Ya, sayang.. Maafkan aku.. Maafkan aku.."
"Kau bahkan tak merasakan sakitnya! Kau tidak mengetahui segalanya.. Tapi.. Tapi mengapa kau tidak mengizinkan aku melihat Seyong lebih dulu.. Hiks.."
Seungcheol terdiam, sedangkan Sojung hanya mampu memukul dada bidang Seungcheol beberapa kali.
"Kau bahkan baru datang ketika dokter mengatakan Seyong tiada, kau tidak membagi waktumu lebih dariku tapi mengapa kau tidak mengizinkan aku melihatnya lebih dulu, Choi.. Aku.. Aku bahkan tidak ingat lagi bagaimana wajah Seyong.." Sojung menjeda kalimatnya, "Aku hanya dapat mengingat monitor rumah sakitnya, Choi.."
Seungcheol tak mampu mengatakan apapun, ia diliputi rasa bersalah saat ini. Ini bukan delusi Sojung ini kesalahan besarnya di masa lalu. Pria itu mengangkat kepalanya, mencoba menutupi air matanya yang turun lagi tangannya yang gemetar mencoba menarik lembut sang istri dalam pelukannya, "Ma.. Maafkan aku.. Maafkan aku.."
Tuhan, jika ini balasan untukku yang seringkali lupa akan realita, yang seringkali sibuk dan berlarian mengejar kata bahagia berupa harta. Maka tolong hukum aku saja, tidak dengan satu-satunya kebahagiaanku yang terakhir, ia sudah cukup kuat untuk menahan bebannya hingga hari ini.
"Maaf.. Maafkan aku.." bisik Seungcheol lembut selagi tangannya mengelus rambut Sojung dan mencoba menenangkannya, "Aku.. Aku tidak akan meninggalkanmu lagi.. Aku.. Aku minta maaf.."
Sojung masih dengan isakan tangisnya, sakit pada pikirannya yang berkecamuk dan ingatannya jauh lebih menyesakkan dibanding luka pada tangan dan kepalanya. "Kepercayaan itu sudah mati, Choi.."
__
🎡--tbc.
: Mei 25 '20apakah nge feel gais? 😳
﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏
terimakasih!
_______________________
© fluffypath_ | 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
delusion ✔
FanfictionKesalahan dan kesibukan yang kian menenggelamkan seorang Choi Seungcheol kini menjadi penyesalan begitu wanita yang dicintainya semakin lama semakin melupakannya. Apakah Sojung akan membaik dan memaafkannya atau semua berakhir bagai karma untuk Seu...