Seorang cowok berjalan menyusuri koridor rumah sakit.
Lalu ia segera menuju ke arah resepsionis dan menanyakan informasi tentang pasien yang bernama Devan.Terburu-buru ia berjalan menuju lift
Sampailah cowok itu persis di depan ruangan Devan.Di sisi lain Cavea yang melihat cowok tersebut dengan Jaket cokelat pekatnya dengan cepat berdiri dan menghampirinya.
"Vano, lu ngapain kesini? Ga puas udah bikin Devan celaka?"
Ucap Cavea dengan tiba-tiba kepada cowok tersebut."Ve, gua-"
Vano berniat ingin minta maaf dan menjelaskan semuanya ke Cavea.
Tapi belum sempat ia menjelaskan sesuatu, dengan tiba-tiba Cavea memotong pembicaraannya, seolah-olah Cavea tak mengijinkannya untuk berbicara sepatah katapun."Mending lu pergi"
"Lu nyalahin gua?"
"Engga"
"Terus?"
"Udah ya Vano, gua lagi ga pengen liat lu di sini, mending sekarang lu pergi aja"
Vano dengan perasaan yang sangat amat kecewa pun segera melangkahkah kakinya dan meninggalkan mereka tanpa permisi.
Kini Vano sangat merasa bersalah.
Jika dia tahu keadaannya akan jadi serumit ini, mungkin dia tak akan menantang Devan waktu itu.
Namun,
Semua yang sudah terlanjur terjadi.
Maka biarlah terjadi dan biar Tuhanlah yang menyelesaikan dengan caranya sendiri._
Seorang dokter berkaca mata keluar dari ruangan Devan.
Segeralah Cavea serta Caca dan juga gerald langsung saja mendekati dokter tersebut dan menanyakan kondisi Devan saat ini."Dokter, gimana kondisi pasiennya dok?"
Tanya Cavea cepat."Pasien mengalami keretakan pada kaki kanannya dan sedikit luka-luka di beberapa bagian"
"Apakah sekarang pasiennya sudah sadar dok?"
"Pasien sudah sadarkan diri, jika ingin masuk, masuklah satu per satu"
Terang dokter tersebut, sembari melangkahkan kakinya untuk pergi dari tempat tersebut.Kini Cavea dengan perasaan tidak berani berniat masuk ke ruangan Devan. Ia takut.
Lalu Caca memegangi bahunya dan menganggukkan kepalanya kepada Cavea.
Yang bermaksud menunjukkan persetujuannya.Di bukalah pintu ruangan itu dengan tangan yang gemetar. Perlahan ia menyusup masuk keruangan tersebut, dan berdirilah ia di ambang pintu.
Setelah beberapa detik, Devan yang melihat itu tersenyum simpul."Kenapa? Sini"
Cavea yang mendengar itu segera berjalan menuju ke arah Devan yang sedang berbaring di ranjang yang disediakan khusus untuk pasien yang sedang di rawat.
"Devan,,"
Panggil Cavea pelan, dengan sudut bibirnya yang sedikit gemetar."Hm?"
"Lu, lu jahat Van, lu tinggalin gua sendirian di rumah, trus lu panggil gua dengan keadaan lu yang kek sekarang, trus lu pake kunciin gua di dalem rumah, lu sendiri yang panggil gua kesini, tapi lu juga yang gak ijinin gua Dateng ke tempat ini. Lu tuh mau nya apasih!"
Itulah yang di tafsirkan Cavea saat itu, sembari memukul lengan Devan dan sedikit terisak.
"Ve, aw! Sakit tau"
Ucap Devan iseng kepada Cavea yang kini tertunduk."Eh, maaf, sakit banget ya?
"Iya banget, coba lu pegang tangan gua"
Cavea pun memegangi tangan Devan yang terdapat sedikit luka jahitan di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
we are?
Fiksi Remaja"We are?" Kisah persahabatan sekaligus percintaan yang menjadi satu, tanpa ada kata "pacaran". Dua hati yang tersatukan tanpa kesengajaan. Dua sahabat yang mempunyai sebuah Promise tersendiri.