Berdebat dengan perasaan

44 5 9
                                    

Ketika terdengar suara bel pulang, Cavea dengan buru-buru segera keluar kelas dan berjalan menuju gerbang.
Namun ketika baru sampai di samping lapangan basket Cavea kembali menemukan sosok cowok yang kini menatapnya laman-laman, yaitu Vano.
Vano yang masih memandanginya kini enggan memanggil gadis tersebut.
Dan Cavea yang merasa di perhatikan sedari tadi mencoba untuk menghiraukannya lalu segera melanjutkan langkahnya untuk keluar dari area sekolah.
Kemudian dia masuk ke taxi yang sudah ia pesan 5 menit yang lalu.

"Ke rumah sakit indah permata, pak"
Pinta Cavea kepada supir taxi.

"Iya neng"

Detik waktu seakan berjalan sangat cepat bagi cavea yang kini sedang memainkan layar ponselnya dengan jemari tangannya.

____

Dengan 30 menit perjalanan, Cavea pun tiba di rumah sakit tempat Devan di rawat.
Cekrek
Cavea membuka pintu ruangan Devan, ia melihat sosok cowo yang sedang memejamkan matanya di atas keranjang rumah sakit yang berwarna tosca. Devan tampak tertidur pulas dengan luka-luka yang tersisa kemarin.
Cavea menghampirinya lalu duduk di kursi samping Devan. Ia memandangi wajah Devan dengan teliti tanpa kedipan mata.

Selama lima menit Cavea menunggui Devan yang kini belum terbangun juga, Cavea mulai berpikir ngaco. Ia mendekatkan jari telunjuknya ke bawah hidung Devan, berpikir untuk mengetes napas Devan.

"Siapa tau dia mati beneran"
Lontar Cavea tanpa berpikir panjang wkwk.
Devan pun tersadar atas ulah cewe yang satu itu.
Dan ia berpikir untuk isengin Cavea dengan menahan napasnya ketika jari Cavea tak sengaja menyentuh bibirnya.

"Ada-ada aja tingkah cewe yang satu ini, ckck"
Batin Devan.

Mata Cavea terbelalak kaget ketika tidak merasakan hembusan napas Devan.
"Loh!! Kok gak ada napas nya, kalo ini anak mati gua harus gimana??!! Mending panggil dokter dah, dok-"
Ucap Cavea terpotong ketika sebuah tangan sedang membungkam mulutnya.

Cavea yang tersadar bahwa itu tangan Devan, ia spontan melepas bungkaman tersebut dengan kasar.
"MAYAT IDUUUPPP!!, TOLOOONG!!"
Cavea yang segera ingin melarikan diri dari ruangan itu, tiba-tiba saja tangannya di tahan oleh Devan.

"Heh! ngaco lu dugong, gua mati baru nangis kejer lu"
Semprot Devan dengan alis hitamnya yang terangkat sebelah.

Cavea membalikkan tubuhnya menghadap Devan.
"Lagian lu sih, siapa suruh sering-sering isengin orang, ga kemarin ga sekarang sama aja, besoknya mati beneran mampus lu"
Sinis Cavea dengan mata elangnya.

"Dih sensi banget sumpa"

"Udahlah, males gua ngomong sama lu"

"Yaudah"
Timpal Devan.

"Umm, udah makan?"
Tanya cavea sedikit canggung.

"Tuhkan perhatian juga lu, ckck"

"Diih, udah makan belum? Kalo udah ya gua mau pulang"

Devan yang sebenarnya tadi sudah makan malam sengaja untuk berpura-pura belum makan, dia berpikir agar Cavea dapat menyuapinya.

"Belum"
Jawabnya singkat

"Yaudah tunggu, gua ambilin makanannya dulu"
Cavae meninggalkan Devan yang kini sedang tersenyum tipis.

____

"Depannn! Makanan datengg"
Cavea memasuki ruangan dan meletakkan piringnya di atas meja. Lalu ia kembali duduk di atas kursinya. Devan masih terdiam menatap Cavea, dengan berharap cavea bisa menyuapinya.

"Nunggu apa? Ga makan lu?"

"Jadi cewe kaga peka banget lu ve, payah lu"

Cavea yang masih belum paham dengan ucapan Devan hanya bisa mengedip-ngedipkan matanya.

"Oh lu pengen gua suapin? Bilang kek dari tadi haha"

"Ternyata masih ada juga ya cewe telmi modelan kaya lu"

Nt: telmi = telat mikir

Cavea mengambil piring tersebut lalu memberikannya kepada devan.
"Nih, lu makan aja sendiri, jangan ngarep gua mau nyuapin lu dah, males banget hahaa"
Ucap cavea merasa puas.

Mulut Devan terbuka melihat kelakuan Cavea yang makin hari makin membuatnya geram.

"Tangan gua kan lagi sakit, tega banget lu ve"

"Kan cuma luka luar, kalo patah batu gua suapin"
Bantah cavea.

"Memang bener ya kalo kata orang ekspektasi tak seindah realita"
Ucap Devan yang merasa terkalahkan.

"Terserah lu dah, buruan makan. Btw lu besok siang udah boleh pulang, tadi gua abis bicara sama dokternya"

"Huum, baguslah"
Jawab Devan sembari mengunyah makanannya.

____

"Gua tidur di sini ya?"
Tanya cavea berniat meminta ijin kepada devan

"Ngapain? Kagausah lu pulang aja, bersihin badan"

"Gamau, gua masih wangi, gua tidur sini, udah ya gaada penolakan"

"Wangi dari mana dugong, asem banget, udah Sono pulaanggg"

Cavea yang tadi berpura-pura memejamkan matanya malah tidak sengaja tertidur.

"Ve, tidur lu?"

Devan menyenggol bahu cavea dengan lembut, memastikan bahwa gadis tersebut memang telah tertidur pulas.

"Kebo banget perasaan, gua ngomong aja belum kelar udah di tinggal tidur, kan jadi gua juga yang repot"

Terpaksa Devan harus turun dari keranjangnya dan memindahkan cavea ke sofa sebelah dengan satu tangannya yang sedikit berotot.

_____

Jam dinding menunjukkan pukul 21.30
Devan berbaring di keranjangnya sembari memikirkan satu gadis yang saat ini bersamanya.
Dan mulai memikirkan tentang suatu perasaan yang menghampirinya.

Kini ia mulai sedikit memahami bahwa dia sedang jatuh cinta.
Kepada siapa? Ya siapa lagi kalo bukan cavea vanita putri.

Tetapi ia masih ragu dengan perasaannya tersebut. Jika ia memulai, dia takut hal yang sama akan terjadi lagi pada dirinya. Dia tidak ingin menghampiri kekecewaan. Dan jika ia tidak memulai, ia takut jika semakin lama perasaannya semakin kuat, dan menyesal karena tak ingin memulainya.
Iya, benar. Seorang devandra kini bimbang dengan sesuatu yang berkecamuk di kepalanya.

Setelah beberapa menit berdebat dengan perasaan, ia memaksakan diri untuk tertidur agar pikirannya sedikit lebih tenang, dengan perlahan matanya mampu terpejam. Dan kini dua insan yang mungkin telah di takdirkan tuhan untuk bertemu sedang tertidur pulas di satu ruangan yang bernuansa putih dan tosca.

-The story will continue in the next part-

Jangan lupa tinggalin vote & comment ya gan,
Biar author tetap semangat lanjutin part-part berikutnya~
Makhlumin kalau ada typo xixi,-

we are?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang