19. Pengakuan (2)

1K 185 7
                                    

BRAKK!!!

"Sungguh kejam perbuatan kalian!" Tiba-tiba saja dari depan pintu datang seorang pria tua yang menatap dengan penuh amarah ke arah Leeteuk dan Tiffany.

"Jadi kalian yang membunuh adik kalian sendiri?!" bentaknya lagi. Membuat keduanya semakin takut melihat kemarahan pria tua itu.

"Pak, tenang Pak, biar mereka berdua menjelaskan semuanya terlebih dahulu," sahut Daniel pada pria tua itu, yang diketahui sebagai ayah dari Leeteuk.

"Lanjutkan cerita kalian."

"Rencana kami untuk membunuh Siwon dan Yoona akhirnya berhasil. Langkah selanjutnya, kami berdua pergi ke rumah mereka untuk menjalankan aksi pembunuhan kedua, yaitu membunuh Ellen, anak mereka yang berumur tujuh tahun yang setahu kami dia sedang sakit demam.

Sesampainya di rumah Siwon, kami berdua langsung masuk ke kamar Ellen. Keadaan rumah sangat sepi, karena setahu kami Siwon tidak memiliki pembantu di rumahnya.

Ellen yang melihat kedatangan kami berdua terlihat senang, anak itu langsung berlari menghampiri kami meski dia sedang sakit.

Sebenarnya, ada rasa kasihan untuk membunuh Ellen. Tapi, ia adalah anak Siwon, kami berdua tidak ingin menyisakan satupun keluarga Siwon yang hidup. Semuanya harus mati.

Kami berencana untuk membunuh Ellen dengan cara mendorongnya dari lantai dua ke lantai dasar rumahnya.

Kami membujuk Ellen untuk keluar kamar dan kami langsung mendorongnya dari lantai dua ke lantai satu.

Namun, bertepatan dengan Ellen terjatuh, pintu utama terbuka. Menampilkan sosok dokter perempuan yang terkejut melihat perbuatan kami berdua.

Dokter itu langsung berbalik badan dan lari meninggalkan rumah Siwon. Dengan cepat, Leeteuk mengejar dan menangkap dokter itu. Kami tidak ingin dokter itu mengadukan perbuatan kami ke orang lain.

Leeteuk berhasil menangkap dokter itu. Kami langsung membawa Ellen dan dokter yang bernama Lee Saerom itu ke rumah kosong yang kami pakai untuk membunuh Siwon dan Yoona. Ellen yang tadi kami dorong ternyata masih hidup, ia hanya pingsan saja.

Sesampainya di sana, kami langsung pergi ke ruang bawah tanah untuk bermain-main dengan mereka.

Kami memulainya dengan membuat sayatan kecil namun banyak di lengan Ellen. Membuat anak tujuh tahun itu menjerit kesakitan. Kami senang mendengar teriakannya.

Tak puas dengan itu, kami langsung mencongkel kedua bola matanya hingga darah mengalir memenuhi seluruh wajahnya. Setelahnya, Ellen langsung menghembuskan nafas terakhirnya.

Setelah bermain dengan Ellen, kini giliran dokter Saerom yang kami ajak main. Kami memulainya dengan membuat sayatan di dahi dan pipi mulusnya itu. Membuatnya langsung menjerit kesakitan. Namun kami tidak peduli dengan teriakannya.

Setelah membuat sayatan di dahi dan pipinya, kami membuat robekan dari mulut hingga ke telinganya. Meskipun begitu, dokter Saerom masih tetap hidup.

Kami belum puas dengan itu. Setelahnya, kami mencongkel mata kirinya dan seketika darah pun mengalir deras memenuhi wajahnya.

Belum puas lagi, kami berdua langsung menusukkan sebilah pisau yang lumayan besar tepat di perutnya. Dan setelahnya, dokter Saerom menghembuskan nafas terakhirnya.

Kami tersenyum bahagia ketika melihat mereka berdua mati di tangan kami.

Setelah itu, jasad mereka berdua langsung kami masukkan ke dalam peti berukuran besar yang sebelumnya memang sudah kami siapkan. Lalu kami masukkan peti besar itu ke dalam lemari yang ada di pojokan ruang bawah tanah itu."

•~• •~• •~•

To be continue

Aku sangat berterimakasih buat readers yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini wkwk

Aku mau nanya nih, gimana kesan kalian setelah membaca ff ini?

Tulis komentarnya di sini okehh

Udh sih gitu aja

Bye-bye syg

Abandoned HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang