18. Emosi

42 10 0
                                    

Warn! Banyak typo!

"Gue sayang sama loe, Sar."

-Glenn

"Glenn?"

Laki-laki yang tengah terlelap berbaring di atas ranjang itu, terpaksa harus membuka matanya, mendapati Sarah yang berdiri di ambang pintu.

Terakhir mereka berbicara, adalah sore kemarin setelah selesai bermain tennis di gedung olahraga. Glenn mencoba bangkit dari posisinya.

"Gimana? Lo nggak papa, kan?" tanya Sarah mendekati tepi ranjang Glenn.

"Emang gue kenapa? Nggak papa juga, kan?" jawab Glenn dengan lontaran pertanyaan.

Tatapan Sarah menyendu, ia tahu Glenn tengah berpura-pura. "Kalau nggak papa, seharian di kelas mulu? Diam, lagi."

Kaki Glenn menyentuh permukaan lantai yang dingin. Laki-laki itu berdiri mendekati jendela. Sore hari yang cerah.

"Bukannya gue emang gitu?" Apa-apaan ini? Ada apa dengan Glenn?

Sarah menunduk sejenak. Kenapa jadi selebar ini jarak mereka? Perasaan baru kemarin mereka bercengkerama.

"Glenn?" panggil Sarah, berharap Glenn bisa membantunya mencairkan suasana.

Laki-laki itu berbalik, tangannya sudah masuk ke saku celananya. Tatapannya datar, tak bisa diartikan.

Bukannya segera mengangkat suara, justru Sarah tampak takut membalas tatapan dingin Glenn. Meski ia terbiasa, namun tetap saja, siapa yang senang jika seseorang menatapnya dengan tatapan tajam dan mengintimidasi itu?

"Kenapa? Lo nggak jalan sama Rangga?" Terdengar helaan napas Sarah. Sudah ia tebak, sahabatnya itu akan mulai membahas hal ini.

"Apaan sih, Glenn? Nggak semua waktu gue dedikasiin berdua sama Rangga. Dia butuh ruang, gue juga butuh ruang," ucap Sarah dengan nada jengahnya.

"Tumben mikirnya gitu," kekeh Glenn yang mengalihkan perhatiannya.

"Kemarin ... lo berangkat sama Ibu, kan?" lagi-lagi Sarah menjeda kata-katanya. "Sorry, gue nggak bisa ikut."

Laki-laki itu terdiam, enggan menjawab.

"Baru kali ini juga, kan?" Sarah terperanjat. Pertanyaan Glenn itu, terdengar seakan menyalahkannya.

"Gue ada acara sama Rangga, ya ... meskipun acara itu akhirnya batal," Kali ini Sarah mendongak, menatap Glenn yang sudah kembali menatapnya.

"Gue nggak pengen tahu," Sarah berdiri, ia tahu Glenn kecewa padanya.

"Glenn, gue udah minta maaf, kan?" lirih Sarah. Tangannya meraih lengan Glenn, menggenggamnya, menyalurkan kehangatan agar bisa mencairkan suasana.

Laki-laki itu sama sekali tidak menepis tangan Sarah yang menggantung di lengannya, "Lo nggak pernah salah, tenang aja."

Sarah terdiam, ia menuntun Glenn untuk duduk di kursi belajarnya. Sedangkan ia duduk di atas ranjang milik Glenn.

Bulan dan MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang