35 - Love Is Gone

26 4 0
                                    

"Aku bakalan nglakuin itu, asalkan kamu nggak mutusin aku. Aku takut, Rangga,"

-Sarah

"Kapan kamu mau mutusin Sarah?!" Koridor yang lenggang terasa leluasa bagi Serene yang kini menahan Rangga pergi.

Laki-laki bersweater itu menatap nyalang Serene di depannya. Beraninya mengatakan hal itu.

"Bukan urusan lo."

Rangga mengambil lengan yang di pegang Serene dan melangkah pergi. Meninggalkan senyum licik Serene yang terlihat sangat geram dengan taktik ini.

^^

"Well, mau gimana juga, lo yang akan jadi calon adik ipar gue. Gue setuju seribu persen kalau Rangga jadian sama lo. Secara, its immposible buat Rangga nolak. Papa pasti bakalan maksa anak tengil itu buat sama lo. Dan lo tenang aja. Gue ada di samping bokap buat maksa Rangga mau tunangan sama lo." Sepeninggal Rangga yang membuat Serene kesal, di samping Vira yang memegang cup kopi.

"Exactly, gue khawatir kalau Rangga bakalan nekad tetep pacaran sama tuh cewek. You knew that. Lo tahu kalau Rangga itu keras kepala. Thats is a problem," lirih Serene dengan wajah mengarah lurus.

Vira terlihat menghela napas panjang. Setahun tak ada di sini, ternyata perubahan jauh lebih cepat dari yang diperkirakannya.

"Kalau tuh anak tetep keukeuh, lo harus gerak dari jalan lain dong. Lagian, semuanya bakalan keungkap bentar lagi. Lo harus gercep, Rin. Or you bakal nyesel seumur hidup. Lo tekan tuh cewek, lagian si Sarah itu bukan apa-apa. She is just pelampiasannya Rangga. Its easy, man!" Vira menepuk pelan pundak Serene.

"You all rights, Vir. Thanks to became my bestie."

^^

"Rangga, aku pikir hubungan kita makin lama makin jauh, deh."

"Nggak! Gue nggak boleh  kayak gitu, ntar kesannya gue mojokin Rangga. Nggak, gue nggak boleh buru-buru, gue harus tenang. Mungkin aja, Rangga lagi ada masalah. Sibuk bisa aja, kan?" Sementara Sarah tengah sibuk dengan apa yang ia pikirkan.

Menyadari kalau jarak mereka makin ke sini makin jauh, Sarah makin tidak tahu harus berbuat apa. Apa ia harus diam saja? Menunggu Rangga menjelaskannya sendiri? Tapi hati Sarah tidak akan pernah tenang.

"Gue harus gimana, dong?" Wajahnya ia sembunyikan dibalik kedua lengan yang terlipat di atas meja taman. Entahlah, akhir-akhir rasanya ia lebih suka menyendiri. Tak ada yang tahu, tak ada yang peduli.

"Emangnya kamu kenapa?" Terdengar suara lain yang mengisi tempat itu. Sarah mendongak, memperhatikan sosok yang datang dengan wajah khawatirnya.

Alis Sarah terangkat beberapa mili, sebuah gelengan cepat mewarnai kepanikannya. "Ng–nggak, kok!"

Laki-laki itu duduk bersebelahan dengan Sarah, mengamati gadis itu saksama cukup lama untuk saling pandang. Hingga, "Sarah? Kamu inget waktu aku nembak kamu secara resmi?"

Sarah terdiam beberapa saat, kemudian mengangguk.

"Apapun yang kamu rasakan saat ini, aku harap kamu jangan lupa bagaimana dulu kita akhirnya mutusin buat pacaran, ya? Karena seumur hidup, cuma kamu yang akan mengisi hati aku … "

Angin memijat pelan pelipis Sarah yang berkedut, apa maksud Rangga sebenarnya?

" Meski nantinya, kita nggak akan tahu apa yang akan terjadi. Kalau kamu merasa bosan, kalau kamu merasa nggak nyaman, kamu bilang, Sar. Aku nggak akan marah. Kalau suatu saat kamu punya niat buat–"

Bulan dan MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang