sorry for typo's😉
karena kelamaan nunggu 300 vote jadi ku update aja sekarang!!! gatau malu emang wkwkwk
ooEric tahu kalau pagi tadi Mirae berkunjung ke dorm mereka. Eric juga tahu bahwa Mirae dan Sunwoo terlibat perdebatan panjang. Dan Eric juga tahu bahwa sang leader melempar ancaman yang tak main-main pada gadisnya. Tapi dia memilih diam. Berpura-pura menjadi anak baik demi menyelamatkan tubuhnya dari rasa nyeri yang sangat menyebalkan karena bukan tidak mungkin Lee Sangyeon meminta Hwall untuk memukuli dirinya lagi karena ia kembali berulah.
Kali ini Eric jelas bukan hanya bertanggung jawab atas dirinya sendiri tapi ia juga bertanggung jawab atas Mirae juga. Sunwoo sudah menendang gadis itu jauh-jauh dari kehidupan hitamnya tapi justru gadis itu malah menjatuhkan hatinya pada pemuda Sohn yang memiliki kehidupan tak jauh berbeda dengan Sunwoo.
Dering ponsel mengambil atensi Eric secara penuh. Pemuda itu buru-buru menggapai ponselnya dan menerima panggilan yang baru saja diterima. Choi Chanhee langsung menangis tepat sesaat setelah Eric mengatakan halo, Kak. Menangis begitu sedih karena adik kecilnya masih di izinkan bernafas. Diam-diam, Sohn Eric tertawa geli dalam hati.
"Gue bener-bener oke, Kak. Lo nggak usah khawatir berlebihan kayak gitu."
"Berlebihan kamu bilang? Eric, Kakak hampir mau balik ke Korea saat denger kamu dipukuli."
"Bukannya mau sombong, tapi ini Sohn Eric, lo nggak perlu sampe se-alay itu."
"Ya, terserah. Apa Kakak harus pulang? Maksudnya, di sana gaada dokter dan kamu nggak mungkin ke rumah sakit."
Eric refleks menggeleng. "Gausah. Meskipun keliatan nggak berguna Kak Hyun dan Bang Hoon cukup jago buat sekedar jahit luka. Gue bener-bener oke. Maaf ya Kak gabisa ikut ke LA."
Chanhee berdeham di seberang sana.
"Enjoy sama Bang Juy di sana, baik-baik, gue gamau balik ke Korea lo sama dia udah adopsi anak. Sekedar pemberitahuan, gue gamau punya keponakan di umur semuda ini."
"ERIC BANGSAT!!! GUE KERJA DI SINI YA BAJINGAN!!"
Yang paling muda tertawa puas sekali, puas karena berhasil menjahili salah satu kakak kesayangannya. Chanhee memang bukan kakak yang hangat seperti Changmin atau Jacob, tapi Chanhee adalah seorang kakak yang baik meski sikapnya yang tsundare dan nyerempet galak itu sukses membuatnya mengusap dada tiap kali diteriaki.
Tapi Eric buru-buru mematikan sambungan telepon saat pintu kamarnya dibuka, tak peduli jika nanti Chanhee akan marah-marah karena percakapan mereka terputus tapi peduli setan, Lee Sangyeon datang ke kamarnya dan dia harus waspada akan hal itu.
"Gimana keadaan lo?"
Eric tersedak udara.
"Seperti yang dilihat, gabisa dibilang baik dan gabisa dibilang buruk."
"Punya alasan?"
"Untuk?"
"Membela diri misalnya? Sohn, Raja lo nggak bakal suka kalau dengar anak emasnya melimpir dari tugas negara," Sangyeon menyahut kalem. "Lo tau yang gue maksud."
Eric mengangguk takzim, dia paham. "Gini, Bang. Bang Juyeon bukan cowok letoy yang kalau ditonjok dia nggak bakal nonjok balik. Dia pasti bisa melindungi dirinya dan Kak Chanhee dan bukan rahasia lagi kalau Bang Juyeon naksir berat sama Kak Chanhee, jadi dia nggak akan biarin Kak Chanhee lecet. Paham?"
Kali ini Sangyeon yang mengangguk. "Tapi bukan itu poinnya bocah." Sohn Eric mengernyit bingung. "Itu tugas lo, lo punya kewajiban di sana, Juyeon ada di LA sekarang karena dia bucin akut sama Choi Chanhee. Bukan nggak mungkin Lee Juyeon lari ninggalin Chanhee seperti apa yang dia lakuin dengan Hwall. Lee Juyeon tetaplah Lee Juyeon. Dia memang bisa bela diri, tapi tugas dia ada di balik monitor dan bukan di lapangan."
Sangyeon menghela nafas kemudian kembali melanjutkan, "Lo sendiri tau sebucin apa Juyeon sama Hwall, kan? Apa ketika Hwall tersudut dia nolongin Hwall? Enggak, dia lari, ninggalin Hwall yang hampir mati kena tembak musuh. Dan lo masih bisa mempercayakan anak dari Raja lo ke tangan laki-laki pengecut seperti Lee Juyeon? Gaada jaminan kalau Juyeon nggak akan mengulang hal yang sama di masa depan, Ric."
Tiba-tiba saja Eric merasa oksigen di sekitarnya menipis, paru-parunya telak terisi penuh dengan karbon dioksida. Belum sempat dirinya melempar pembelaan Lee Sangyeon kembali berujar, "Gue sih nggak bakal mati kalo Chanhee sampai bener-bener kehilangan nyawanya. Tapi lo, lo mungkin bakal ke neraka dengan cara yang sangat amat menyakitkan, Sohn."
"Bang Sangyeon, berapa kali gue bilang jangan pernah sebut Juyeon pengecut lagi?"
Lee Hyunjae berdiri pongah di ambang pintu kamar dengan tangan yang memegang semangkuk ramen.
"Lo gatau kronologinya, Bang. Jadi berhenti bersikap seolah-olah kejadian itu ada di depan mata lo sendiri."
"Well, rupanya Lee Hyunjae sudah lelah menjadi pengagum rahasia seorang pengecut."
Sangyeon tak pernah sadar hingga akhir bahwa dirinya lah pemicu ledakan bom yang sangat dia khawatirkan tempo hari.
.
Chanhee mengernyit bingung saat sambungan telepon diputus sepihak dari ujung sana. Matanya menyipit, sejalan dengan otaknya yang mencari alasan di balik terputusnya sambungan telepon. Tapi nihil, Eric tak mempunyai alasan bagus untuk mengakhiri percakapan mereka tanpa kalimat perpisahan. Eric memang bocah urakan tapi dia jelas tahu sopan santun. Bersama dengan bocah itu hampir dua belas tahun jelas membuat pemuda Sohn mempunyai sopan santun yang serupa dengan Choi Chanhee.
Tak lama kemudian Lee Juyeon keluar dari kamar mandi dengan menggunakan bathrobe. Tangannya bergerak acak mengusak rambut menggunakan handukㅡbertujuan untuk mengeringkannya. Juyeon mengernyit, tampak aneh melihat Chanhee yang terbengong-bengong di atas ranjang. Dengan keberanian sebesar beras ia bertanya, "Lo kenapa?"
Pemuda Choi tampak linglung sejenak sebelum akhirnya membalas, "Gue? Oke."
Tak puas dengan jawaban klise tersebut, Juyeon pun membelokkan topik pembicaraan. "New,r sorry banget soㅡ"
"Gausah dibahas, Juy, gue juga lagi nggak mood buat bahas hal itu." Chanhee memotong cepat tanpa melirik ke arah lelaki Lee sama sekali.
Merasa tertolak laki-laki itu pun melangkah ragu menuju kasurnya dan lagi-lagi mencari topik pembicaraan yang berbeda. "Mau berangkat kapan? Malam ini?"
Chanhee menggeleng. "Besok pagi. Lo di sini aja gapapa."
Juyeon bingung sejenak. "Nanti yang jagain lo siapa?"
"Orang yang dikirim bokap gue besok pagi sampe, lo di sini aja mantau dari jauh."
"New?"
"Bukan nggak mungkin lo bakal ninggalin gue macem lo ninggalin Hwall seperti kejadian beberapa waktu lalu," Cicit Chanhee. Dia tahu ini topik yang sensitif tapi bagaimana lagi, dia bukan tipe orang yang rela memutar otak demi berbohong.
"Lo ngeraguin gue?" Juyeon tampak tak percaya dengan yang ia dengar barusan.
"Bukan. Gue cuma gamau kejadian yang sama terulang, Juy. Lagipula, gue gamau bikin lo makin jauh sama gue." Chanhee berkata seraya memainkan jarinya, berusaha mengusir rasa tak enak hati karena mengungkit yang lalu.
"Chanhee, dengerin, waktu ituㅡ"
"Gue capek, bisa kita lanjutin pembicaraan ini nanti?" Chanhee mendadak menoleh ke arah Juyeon. Matanya tampak sangat sayu dan merah, sepertinya Chanhee benar-benar lelah.
Sial.
Tak punya pilihan lain Juyeon pun menghela nafas dan mengangguk. "Hm. Lo bisa tidur sekarang."
"Thanks."
Chanhee pun meringsut masuk ke dalam selimutnya dan tidur membelakangi Lee Juyeon yang masih mengenakan bathrobe. Lee Juyeon penasaran, apa yang Lee Hyunjae katakan pada Choi Chanhee hingga lelaki itu menjaga jarak padanya. Bodoh begini Juyeon tau kalau Hyunjae menaruh sedikit perhatian padanya.
oo
next chapter kalian mau siapa yang jadi fokus utama?
ayo comment comment!!
ak maksa lho :3
KAMU SEDANG MEMBACA
Daily Boyz
FanficTadinya mau bikin The Boyz jadi mafia ala-ala gitu, tapi kayaknya cinta segibanyak lebih menarik ya? ⚠Trash word ⚠Informal ⚠Just FF!! status: on-going [slow]