Ervan nampak sibuk memeriksa kondisi Maya, putri Alvaro sedangkan Alvaro ia tidak bisa mendeskripsikan rasa bahagianya. Akhirnya putrinya kembali membuka mata.
"Apa ini sakit?" tanya Ervan saat menyentuh kaki Maya. Gadis itu hanya menggelengkan kepalanya.
Ervan memasukkan kembali stetoskop miliknya, ia mengusap puncak kepala Maya.
"Istirahat lah. Kau baru saja siuman," ucap Ervan dibalas anggukan kepala Maya, ia pun kembali berbaring.
Alvaro berjalan mendekat. "Bagaimana?" tanyanya khawatir.
"Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Ia hanya bisa berbaring sementara waktu karena kakinya belum bisa untuk di gerakan," ucap Ervan.
"Apakah putriku lumpuh?" tanya Alvaro khawatir.
Ervan menggeleng. "Hanya syaraf yang kaku karena anakmu sudah terlalu lama berbaring," ucapnya.
Alvaro mengangguk dan bernafas lega. "Baiklah. Terima kasih," ucapnya.
Alvaro berjalan mendekati ranjang putrinya. Ia tersenyum lalu mengelus rambut panjang Maya.
"Jika ada yang sakit jangan ragu untuk mengatakannya," ucap Alvaro.
Maya mengangguk pelan. "Daddy, dimana kakak?" tanyanya dengan suara serak.
Alvaro mengelus pipi Maya. "Mereka ada dirumah. Maka dari itu kau harus banyak istirahat agar kau cepat sembuh," ucapnya.
Maya mengangguk dengan semangat membuat Alvaro terkekeh, ia pun mencium kening Maya. "Baiklah daddy akan keluar dulu. Istirahat lah," ucapnya sambil menyelimuti tubuh putrinya dengan selimut lalu berjalan keluar.
Alvaro harus memberi kabar bahagia ini pada Hana. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi nomor istrinya.
"Hallo?" sapa Hana.
"Sayang, ada kabar baik untukmu," ucap Alvaro.
"Apa itu?" tanya Hana penasaran.
"Maya sudah siuman sayang," ucap Alvaro.
"Be-benarkah? Putriku sudah sadar?" tanya Hana tidak percaya.
"Benar sayang. tapi sepertinya Maya harus tetap dirawat disini selama pemulihan," ucap Alvaro.
"Apa aku harus memberi tahu mereka?" tanya Hana.
"Tidak. Biarkan ini jadi kejutan untuk mereka," ucap Alvaro. "Kalau begitu aku tutup ya sayang,"
Alvaro langsung menutup sambungan teleponnya, ia menyandarkan tubuhnya pada dinding. Ia berharap Bintang, putranya tidak menyalahkan dirinya lagi.
"Semua akan kembali dengan normal," gumam Alvaro sambil menggenggam ponselnya.
Lalu ia berjalan memasuki ruangan Maya, ia menatap putrinya yang sudah terlelap pulas. Alvaro menyunggingkan senyumnya, putrinya kembali padanya.
Alvaro berjalan mendekat lalu duduk dipinggir kasur sembari mengelus rambut Maya.
"Kau harus sembuh sayang. Kau harus kembali pada kami," ucap Alvaro sambil mengelus pipi Maya.
"Kau harus kuat. Karena kau adalah putriku," bisik Alvaro, ia mengecup kening Maya.
Tidak sia-sia ia berkunjung untuk menjenguk putrinya disini.
Alvaro menggenggam tangan Maya dengan erat. "Cepatlah sembuh. Dan kembalilah tersenyum seperti dulu," ucapnya dengan lirih.
"Daddy sangat menantikan saat-saat itu sayang. Jadi daddy mohon cepatlah sembuh,"
∆∆∆
Bintang menatap nanar kearah luar jendela ia menatap bingkai foto dirinya dengan adik perempuan nya. Jika ditanya apa dia merindukan Maya tentu saja bahkan ia sangat merindukan adik kecilnya itu.
Namun ia sendiri yang membuat Maya celaka. Apa pantas ia disebut sebagai kakak yang baik? Jika saja ia lebih mendengarkan semua perkataan adiknya, Maya tidak mungkin seperti itu.
Bintang menatap vas bunga yang berisi bunga mawar yang sudah layu, bunga yang pernah Maya berikan padanya. Bintang mengambil vas bunga tersebut dan melemparnya hingga pecah berkeping-keping.
"Arghhh!!" teriak Bintang sembari memukul dinding dengan kuat. Tidak peduli jari-jari tangannya yang akan membiru.
Tok~
Tok~
"Bintang, apa kau baik-baik saja?" tanya Angkasa dari luar dengan nada khawatir.
"PERGI!" bentak Bintang, tubuhnya merosot dilantai.
"Tapi---"
"Pergi! Jangan masuk atau aku akan memukulmu," ancam Bintang membuat suasana kembali hening. Mungkin Angkasa sudah pergi dari depan kamarnya.
Bintang menelungkupkan wajahnya di sela kaki. Ia kakak yang bodoh, tidak becus.
"Aku bodoh," gumam Bintang.
Kondisi kamarnya sangat berantakan kaca yang berserakan dimana-mana, bingkai foto yang pecah lalu barang-barang miliknya yang berantakan dan cermin yang retak.
Disisi lain...
Angkasa menggelengkan kepalanya kearah Aksa. "Tetap tidak akan keluar," ucapnya.
Aksa menghela nafas pelan. "Aku akan memanggil mommy," ucapnya.
Angkasa menahan tangan Aksa lalu menggeleng. "Jangan. Biarkan Bintang menenangkan diri dulu," ucapnya.
Aksa menyentak tangan Angkasa dengan kasar. "Sampai kapan? Apa kau tidak lihat bagaimana hancurnya dia?" tanyanya kesal.
"Aku tau. Memangnya apa yang bisa kita lakukan lagi?" tanya Angkasa. "Bintang sudah hancur,"
Aksa mengacak rambutnya dengan frustasi. "Aku akan menelpon daddy," ucapnya.
Aksa berjalan menjauh untuk mengambil ponsel yang berada di kamarnya.
Angkasa menyandarkan tubuhnya pada pintu kamar Bintang, ia mendengar jelas pecahan kaca dari dalam dan juga teriakan frustasi itu ia dengar dengan sangat jelas.
"Bintang. Aku tau kau masih merasa bersalah," ucap Angkasa, ia duduk didepan pintu kamar Bintang dan menyandarkan tubuhnya disana. "Tapi kau tidak bisa terus-terusan menjadi seperti ini,"
Bintang tidak menjawab ucapannya, ia tau itu. Bahkan suara Hana pun tidak membuatnya untuk keluar dari kamar.
"Jangan seperti ini. Jika Maya melihatmu ia akan sangat sedih,"
Bintang tau itu tapi ia tidak bisa.
∆∆∆
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Posessive Twins [1# MAYA'S SERIES]
Teen FictionRemaya Aurelia terlahir ditengah keluarga bahagia dengan tiga kakak yang sangat sayang padanya dan sikap yang sangat sangat posesif padanya. sejak kejadian dimana ia mengalami koma selama setahun membuat keluarga nya menjadi begitu sangat posesif. k...