"Kakak," ucap Maya.
"Kau bicara pada siapa?" tanya Aksa bingung.
Maya menatap kearah dimana Xavier dan David bersembunyi di belakang pohon besar, mereka berdua menggeleng keras.
"Tidak ada," balas Maya sambil tersenyum.
Aksa mengangguk. "Cepatlah masuk. Kau pasti lapar," ucapnya.
"Aku akan menyusul kak," balas Maya. Aksa mengangguk, ia pun masuk kembali ke dalam rumahnya.
Xavier dan David tersenyum lega, mereka pun keluar dari tempat persembunyiannya dan menghampiri Maya.
"Seperti nya kami akan kembali lagi," ucap Xavier sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
David mengangguk setuju. "Kita bisa bermain lagi nanti," ucapnya sambil tersenyum.
Maya mengangguk, ia mengulurkan tangannya. "Kita menjadi teman bukan?" tanyanya.
Xavier membalas uluran tangan Maya. "Tentu. Kita teman," ucapnya.
"Ayo," David menarik kerah baju Xavier sambil melambaikan tangannya kearah Maya.
Maya melambaikan tangannya sambil tersenyum. "Maya," ucapnya dengan pelan.
Xavier menoleh. "Apa?" tanyanya.
"Namaku Maya," ucap Maya sambil tersenyum manis.
"Ah, o-ok," balas Xavier dengan acungan jempolnya. Ia pun kembali menaiki pagar dengan temannya David.
Maya kembali masuk kedalam rumahnya. Ia berlari menuju meja makan dimana semuanya sudah berkumpul di sana.
"Sini sayang," ucap Hana.
Maya mengangguk lalu duduk disamping Hana.
"Ini, makanlah. Kau pasti lapar," ucap Hana sambil memberikan beberapa potongan waffle untuk Maya.
"Daddy, apa aku boleh memiliki teman?" tanya Maya sambil mengunyah makanan.
Alvaro mengangguk sambil mengusap rambut Maya. "Boleh sayang," ucapnya.
"Apa aku boleh memiliki teman laki-laki?" tanya Maya membuat Alvaro menatap terkejut.
"Apa ada yang bermain denganmu?" tanya Alvaro.
Maya mengangguk dengan semangat. "Siapa?" tanya Bintang dengan dingin.
Maya menggeleng. "Aku juga tidak tau namanya," ucapnya.
"Jangan terlalu dekat dengan orang asing," ucap Bintang dingin. Ia berdiri dan berjalan menuju kamarnya.
Maya menunduk lesu, Hana mengusap rambut putrinya. "Jangan sedih. Kau boleh berteman dengan siapapun," ucap Hana.
Maya mengangguk lalu melanjutkan makanya. "Mommy, waktu aku ada dirumah sakit. Aku mempunyai teman laki-laki," ucapnya dengan semangat.
"Oh ya? Siapa itu?" tanya Hana.
"Namanya Kevin," ucap Maya. "Dia harus berada terus di kursi roda karena kakinya tidak bisa di gunakan,"
"Sama seperti kakekmu," balas Alvaro. "Dulu kakek mengalami lumpuh karena kecelakaan,"
"Tapi dia bisa sembuh dan berjalan dengan normal," sambung Alvaro.
"Apa Kevin bisa sembuh?" tanya Maya dengan semangat.
Alvaro mengusap rambut Maya. "Tentu sayang. Jika ia benar-benar ingin sembuh pasti akan sembuh," ucap nya.
Hana menyenggol lengan Alvaro. "Berapa umur anak itu?" tanyanya.
"Sekitar tujuh atau delapan tahun," ucap Alvaro.
"Apa dia tampan?" tanya Hana.
"Kenapa kau menanyakan itu?" tanya Alvaro kesal.
Hana terkekeh. "Siapa tau dialah yang akan menjadi kekasih Maya di masa depan,"
∆∆∆
Maya memantulkan bola miliknya ke lantai lalu berlari mengitari lapangan. Saat ini ia berada di lapangan dekat rumahnya. Setelah meminta izin Hana untuk bermain sebentar di lapangan. Tentu dengan beberapa pengawal yang melihatnya dari jauh tanpa sepengetahuan Maya.
"Hey, kita bertemu lagi," ucap Xavier.
Maya menoleh lalu tersenyum dan melambaikan tangannya. "Hai," sapanya.
"Kau sendiri saja?" tanya David.
Maya mengangguk. "Ayo bermain," ucapnya sambil melempar bola tersebut kearah Xavier.
"Ayo," Xavier dan David saling memperebutkan bola tersebut.
Tak lupa Maya yang ikut bermain sambil tertawa pelan. Satu jam kemudian mereka pun berhenti bermain dan memilih duduk di pinggir lapangan.
"Lelah sekali ya?" tanya David dengan nafas terengah-engah begitu pula dengan Xavier dan Maya.
Maya tertawa pelan dengan peluh yang memenuhi dahinya. Ia tampak menyukai permainan ini, terlihat dari wajahnya yang berseri.
Xavier menatap kalung yang bertengger di leher Maya. "Kalung yang cantik," ucapnya sambil menunjuk kearah kalung Maya.
Maya menyentuh kalungnya lalu mengangguk. "Hanya setengah hati saja," ucapnya. David ikut menatap Maya.
"Lalu setengah lagi?" tanya David.
"Aku berikan pada temanku," ucap Maya.
"Siapa?" tanya Xavier dengan penasaran.
"Namanya Kevin. Teman pertamaku disaana,"
Disisi lain...
Kevin memandang kearah luar jendela dan masih setia duduk di kursi rodanya.
Ia menyentuh benda pemberian Maya yang ia jadikan sebagai gelang di tangannya. Kevin tersenyum tipis, lalu menggenggam tangannya dengan kuat.
"Kita akan bertemu lagi. Akan aku pastikan itu," gumam Kevin. Ia membayangkan wajah ceria Maya.
Cklek~
"Tuan muda Kevin. Sebentar lagi operasi anda akan di laksanakan," ucap pelayan sambil menunduk.
Kevin menatap sekilas lalu mendorong kursi rodanya mendekati pelayan tersebut.
"Dimana ayah?" tanya Kevin masih tetap menatap jendela kamarnya.
"Tuan Jack dan Nyonya Merry masih dalam perjalan menuju kesini tuan muda," balas pelayan tersebut.
"Ayo," ucap Kevin datar. Untuk apa menunggu orang tuanya yang bahkan jika ia menghilang pun orang tuanya tidak akan benar-benar peduli padanya.
Muak sekali, walaupun memiliki kekayaan yang tidak terbatas untuk apa jika dirinya tidak bahagia sama sekali.
Ia akan sembuh, sebentar lagi. Setelah itu ia akan mencari dimana Maya berada. Meninggalkan orang tuanya yang sibuk bekerja tanpa pernah pulang kerumah.
"Kita akan bertemu lagi," gumam Kevin sambil menatap gelangnya.
"Kita akan bertemu lagi Maya. Tunggu aku,"
∆∆∆
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Posessive Twins [1# MAYA'S SERIES]
Teen FictionRemaya Aurelia terlahir ditengah keluarga bahagia dengan tiga kakak yang sangat sayang padanya dan sikap yang sangat sangat posesif padanya. sejak kejadian dimana ia mengalami koma selama setahun membuat keluarga nya menjadi begitu sangat posesif. k...