8.

22.5K 1.7K 52
                                    

Maya tengah bermain bersama Alvaro diruang tengah. "Daddy, apa itu sekolah?" tanyanya.

"Tempat kau belajar dengan teman-teman dan guru juga tentunya," ucap Alvaro.

"Apa tempat itu mengasikkan?" tanya Maya.

"Tentu saja. Apa kau ingin sekolah sayang?" tanya Alvaro sambil mengusap rambut Maya.

"Apa aku boleh sekolah?" tanya Maya dengan mata berbinar-binar.

Alvaro terkekeh. "Tentu saja. Kau bisa sekolah," ucapnya.

Maya memekik senang, ia mencium pipi Alvaro. "Terima kasih daddy," ucapnya.

"Sama-sama sayang," Alvaro mengecup kening Maya.

"Daddy, aku ingin bermain diluar," ucap Maya.

"Pergilah. Hati-hati," ucap Alvaro.

Maya berlari keluar sambil membawa boneka dipelukan nya. Ia ingin bertemu dengan teman barunya Xavier dan David.

"Jaga putriku. Sampai putriku terluka nyawa kalian melayang," ucap Alvaro, ia menyambungkan teleponnya.

Alvaro kembali menutup sambungan teleponnya, ia menghela nafas pelan. "Putriku sudah menjadi sangat cantik," gumamnya.

Disisi lain~

"Hay," sapa Maya pada Xavier dan David.

"Oh, Hay," balas Xavier. "Kau sendiri?"

Maya mengangguk. "Aku sendiri. Kalian sedang apa?" tanyanya.

"Hanya duduk. Apa kau ingin kerumah ku?" tanya Xavier.

"Dimana rumahmu?" tanya Maya.

"Dekat sini. Apa kau mau?" tanya Xavier.

Maya menggeleng pelan. "Sepertinya tidak bisa. Aku tidak boleh bermain terlalu jauh," ucapnya.

"Ah. Kalau begitu kita bermain disini saja," balas David.

"Apa kalian sudah sekolah?" tanya Maya.

"Kami? Tentu saja sudah. Apa kau ingin sekolah juga?" tanya David. Maya mengangguk dengan semangat.

"Aku juga ingin sekolah. Apa disana menyenangkan?" tanya Maya.

Xavier mengangguk. "Kau bisa memiliki banyak teman dan kau bisa bermain bersama temanmu disana," ucapnya.

"Apa kau sudah tau tentang angka dan huruf?" tanya David.

"Aku sudah tau. Aku juga sudah sangat lancar membaca," ucap Maya.

Xavier terkekeh. "Tidak heran. Kau terlihat pintar," ucapnya dibalas anggukan David.

"Berbeda sekali denganku. Bahkan aku saja masih harus mengejar saat membaca," ucap David kesal sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Aku hanya mengalami kesulitan saat mengerjakan soal hitungan," ucap Xavier. Maya terkekeh kecil menatap mereka berdua.

"Aku harap kau satu sekolah dengan ku dan Xavier," ucap David, Xavier mengangguk setuju.

"Aku juga berharap seperti itu. Semoga kita satu sekolah," ucap Maya sambil tersenyum.

"Dan semoga aku bisa bertemu dengan teman pertamaku," sambung Maya.

"Kau masih ingin bertemu dengannya juga?" tanya Xavier.

Maya mengangguk. "Tentu saja. Dia baik, walaupun sedikit dingin," ucapnya.

"Ah. Apa sifatnya seperti Xavier yang menyebalkan ini?" tanya David.

"Hey. Aku tidak menyebalkan!" protes Xavier tidak terima.

"Kau menyebalkan," balas David.

"Tidak," sahut Xavier.

"Sudahlah," ucap Maya. "Kalian selalu saja bertengkar,"

∆∆∆

9 tahun kemudian~

Kevin menatap luar jendela dengan menopang wajahnya dengan tangannya.

Kini sudah sembilan tahun lamanya semenjak ia selesai melakukan operasi dan kini ia sudah kembali berjalan dengan normal.

Sekarang ia sudah berusia 17 tahun dan masih berada di Singapura. Ia menjalani hari-hari nya dengan jenuh.

Ia belum bisa mencari Maya dikarenakan aktifitas nya disini yang mengharuskan ia menetap.

"Tuan muda. Makan malammu sudah siap," ucap pelayan sambil menunduk hormat.

Kevin menatap sekilas. "Dimana ayah dan ibu?" tanyanya.

"Tuan Jack dan Nyonya Merry masih berada diluar kemungkinan beliau akan pulang saat larut malam," ucap pelayan.

Kevin mencengkram kuat gelas yang ia pegang. "Pergilah. Aku tidak akan makan," ucapnya.

"Tapi tuan---" Kevin menatap tajam.

"Kau ingin membantahku?" tanya Kevin dingin.

"Ti-tidak berani tuan," ucapnya dengan gugup.

"Pergi!" perintah Kevin. Pelayan tersebut keluar dari hadapannya.

Kevin benci mengakui jika dirinya merindukan keluarga yang harmonis bukan keluarga yang hanya gila kerja seperti ini.

Kevin menatap gelang pemberian Maya yang masih tetap ia pakai sampai sekarang. Kevin membaringkan tubuhnya di atas kasur.

"Bagaimana kabarmu disana?" tanya Kevin dengan pelan. "Aku muak berada disini,"

"Aku sudah bisa berjalan seperti yang kau harapkan," gumam Kevin. "Aku harap kita akan segera bertemu,"

Tak lama kemudian ia terlelap dikasur sampai sebuah suara membuatnya kembali membuka matanya.

"Sayang," panggil Merry. Kevin membuka matanya, ia hanya membalasnya dengan dehaman.

"Ibu hanya ingin memberitahu kalau kita akan pindah rumah," ucap Merry.

Kevin bangun dari tidur. "Lagi?" ia tersenyum sinis.

"Ini untuk yang terakhir kalinya. Ayahmu mendapat kerjasama disana. Proyek kerja disana sangat menguntungkan bagi kita," ucap Merry.

"Dan merugikan untukku sendiri," balas Kevin dalam hati. "Dimana?" tanyanya.

"Amerika. Kita akan menetap disana," ucap Merry sambil tersenyum.

Kevin yang awalnya menunduk menatap terkejut kearah Merry. "Amerika?" tanyanya lagi.

Merry mengangguk. "Kau akan sekolah disana juga. Ibu janji ini terakhir kalinya kita pindah," ucapnya.

"Kau mau kan sayang?" tanya Merry.

Kevin mengangguk singkat, ia tidak menyangka ia akan pergi ke Amerika dimana Maya berada disana. Mungkinkah ia akan bertemu dengan gadis itu?

"Lusa kita akan pindah sayang. Ibu harap kau menyukainya," Merry tersenyum lalu menutup kembali pintu kamar Kevin.

Kevin mengayunkan tangannya dengan semangat. Ngomong-ngomong apa gadis itu masih mengingatnya? Ah sudahlah.

"Amerika. Aku datang,"

∆∆∆
TBC

Posessive Twins [1# MAYA'S SERIES]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang