"Kita sudah sampai sayang," ucap Alvaro sambil mengusap rambut Maya.
"Daddy, apa kakak merindukanku juga?" tanya Maya sambil meremas jarinya dengan gugup.
Alvaro mengecup kening Maya. "Tentu saja mereka merindukanmu sayang," ucapnya sambil menggandeng tangan Maya memasuki perkarangan rumahnya.
"Ketuklah," ucap Alvaro. "Daddy ingin mengambil barangmu dimobil,"
Maya mengetuk pintu rumahnya tak lama kemudian pintu terbuka lebar, ia tersenyum lebar sedangkan dua orang kakaknya nampak terdiam di tempat.
"Kakak," lirih Maya sambil memeluk Bintang dan Aksa yang diam mematung di pintu.
"MAYA!" teriak Aksa terkejut. Tubuhnya kaku.
Sedangkan Bintang berjalan mundur lalu ia berlalu menuju kamarnya. Maya menatap sendu kepergian Bintang.
"Maya!" teriak Hana, ia langsung memeluk tubuh Maya dengan erat. Ia sangat terkejut dengan kedatangan putrinya.
"I miss you mommy," lirih Maya sambil memeluk Hana dengan air mata yang terus menetes.
"I miss you so much baby," Hana mencium pipi Maya. Pantas saja Bintang langsung berlari menuju kamarnya.
Alvaro datang sembari membawa koper milik putrinya, ia menatap kearah Hana. "Dimana Bintang sayang?" tanyanya pada Hana.
"Dia ada di kamarnya," ucap Hana, ia pun menggendong tubuh Maya.
"Apa kau lapar sayang?" tanya Hana pada Maya.
Maya mengangguk dengan semangat membuat Hana terkekeh pelan, ia pun berjalan menuju ruang makan bersama dengan Hana.
"Kau tidak mau memeluk adikmu?" tanya Alvaro saat melihat Aksa berdiri kaku didepan pintu.
Aksa mengerjapkan matanya. "Aku harus membujuk Bintang dulu," ucapnya, ia pun berjalan menuju kamar Bintang.
Alvaro menghela nafas pelan, Bintang pasti sudah lebih dulu pergi sebelum menyapa Maya.
"Daddy, apa kakak membenciku?" tanya Maya.
Alvaro mengelus puncak kepala Maya. "Tidak sayang. Kakakmu hanya terkejut," balasnya.
"Benarkah?" tanya Maya dengan mata berbinar-binar.
Alvaro mengangguk. "Aku ingin menemui kakak," ucap Maya sambil berlari menuju tangga.
Hana menggelengkan kepalanya. Lalu Maya berlari dengan antusias ia menatap bingung lantaran seorang perempuan berdiri di depan kamar kakaknya. Ia pun berjalan mendekat.
"Kakak," panggil Maya membuat Sinta menoleh.
"Ada apa?" tanya Sinta sambil tersenyum, ia menyamakan tingginya dengan Maya.
"Apa kakakku tidak akan keluar dari kamar?" tanya Maya dengan wajah sendunya.
"Dia akan keluar. Aku janji," balas Sinta sambil tersenyum.
"Benarkah?" tanya Maya dengan mata berbinar-binar.
"Iya," balas Sinta. "Kau mau membantuku?"
Maya mengangguk antusias lalu Sinta menggendong tubuhnya yang lumayan berat itu.
"Ngomong-ngomong apa kau adik Bintang?" tanya Sinta.
Maya mengangguk. "Nama kakak siapa?" tanyanya.
"Sinta, kau?" tanya Sinta.
"Remaya Aurelia. Kakak bisa memanggilku Maya," balas Maya.
"Bagaimana cara untuk membuat kakak keluar?"
Sinta tersenyum. "Aku tau,"
∆∆∆
Setelah segala usaha akhirnya Bintang keluar dari kamarnya dan mulai kembali seperti sebelumnya.
Kini Maya tengah bermain di taman besar di dekat rumahnya. Maya duduk di kursi taman yang kosong sembari menatap teman seumurannya yang asik bermain.
"Hey, anak perempuan dari keluarga mana yang berani menempati kursi yang biasa kita tempati," Maya menoleh kearah dimana segerombolan gadis yang mungkin lebih tua darinya.
"Pergilah, apa kau tidak tau kami sering duduk disini?" tanya Vina dengan sinis.
Maya mengerutkan keningnya. "Bangku ini milik semua orang. Bukan milikmu," balasnya.
Vina melotot kearah Maya, ia menarik lengan Maya agar menjauh dari kursi tersebut.
"Jangan macam-macam. Atau kau akan dapatkan akibatnya," ancam Tia teman Vina.
"Aku tidak takut," balas Maya dengan dingin.
"Kau!" Tia mendorong bahu Maya. "Pergilah dari sini. Bahkan kau saja tidak memiliki teman,"
"Aku punya teman," balas Maya sambil menatap tajam.
"Dimana? Mana temanmu?" tanya Tia sinis.
"Bahkan kau sendiri saja disini," sahut Dian.
Vina tersenyum sinis. "Atau mungkin kau tidak memiliki teman sama sekali bahkan keluargamu tidak menganggapmu?" tanyanya.
Maya menatap tajam ia mendorong tubuh Vina dengan kasar. "Jangan berkata macam-macam tentang keluargaku!" teriaknya.
Dian mendorong kembali Maya. "Jangan membentak temanku bodoh!" Dian menarik rambut Maya.
Maya meringis kesakitan, ia tidak mau kalah. Ia pun menendang tulang kering Dian dengan kuat.
"Arghhh!" teriak kesakitan Dian.
"Tarik ucapanmu kembali!" bentak Maya sambil menarik baju yang dikenakan Vina.
"Sialan! Kau mengancam ku?!" Vina mendorong bahu Maya.
"Kau bahkan tidak memiliki teman sama sekali lalu apa saudaramu yang menemanimu disini? Tidak kan?" Vina tersenyum sinis.
"Pasti kakak mu atau orang tuamu tidak menyayangimu bahkan kau tampak menderita," sambung Tia.
"Tidak memiliki kasih sayang keluarga. Kasian sekali," balas Dian.
Maya mengepalkan tangannya. "Kau---"
"Siapa bilang adikku tidak mendapat kasih sayang dariku atau keluargaku?" suara dingin itu membuat segerombolan gadis menoleh dan terkejut.
Bintang berjalan mendekat dengan wajah dinginnya, ia pun menggendong tubuh Maya.
"Kalian hanya bocah yang tidak tau apa-apa. Apa pantas kalian bicara seperti itu pada adikku?" tanya Bintang dingin.
"Jika kalian bukan bocah aku akan dengan senang hati membuat kalian terluka," ucap Bintang membuat mereka menatap takut.
"Jangan pernah menyakiti adikku atau kalian sendiri yang akan menerima akibatnya!" ancam Bintang.
∆∆∆
TBCAda yang belum masuk gc SAS?
KAMU SEDANG MEMBACA
Posessive Twins [1# MAYA'S SERIES]
Teen FictionRemaya Aurelia terlahir ditengah keluarga bahagia dengan tiga kakak yang sangat sayang padanya dan sikap yang sangat sangat posesif padanya. sejak kejadian dimana ia mengalami koma selama setahun membuat keluarga nya menjadi begitu sangat posesif. k...