"Kemana?" tanya Aksa saat melihat Maya sudah rapi dengan pakaian bewarna peach yang ia kenakan.
"Ingin main. Hanya sebentar saja," ucap Maya.
Aksa mengangguk. "Hubungi aku atau siapapun kalau kau di ganggu oleh orang lain," ucapnya. Maya mengacungkan ibu jarinya.
Maya berjalan menuju taman dekat rumahnya dimana Xavier dan David sudah menunggu disana.
"Hey. Kau benar-benar datang ya," ucap Xavier dengan bola kaki miliknya yang tengah ia pegang.
"Maaf membuat kalian menunggu," ucap Maya sambil tersenyum.
David menggeleng. "Tidak apa-apa. Lagipula perempuan memang seperti itu," ucapnya.
"Kalian tau. Aku bertemu dengan teman lamaku," ucap Maya dengan semangat.
"Oh ya? Siapa?" tanya Xavier.
"Kevin," ucap Maya. "Akhirnya aku bertemu dengannya,"
"Benarkah? Kapan kau bertemu dengannya?" tanya David.
"Kemarin. Disekolah," ucap Maya.
"Kalian memang sudah di takdir kan. Mau sejauh apapun kalian pasti bertemu," ucap David. "Benarkan?"
Xavier mengangguk setuju. "Apa kau menyukainya?" tanyanya.
Maya menatap bingung, dia menaikan bahunya. Xavier menepuk keningnya, ia lupa bahwa didepannya ini adalah seorang gadis yang masih begitu polos.
"Apa yang kau rasakan saat bertemu dengannya?" tanya David.
"Senang. Tentu saja," ucap Maya.
"Selain itu?" tanya Xavier.
Maya menggeleng bingung membuat mereka berdua menghela nafas pelan. Mereka tidak bisa menyalahkan Maya karena bagaimanapun gadis itu merupakan anak perempuan dari keluarga terkenal. Maka dari itu pertemanan Maya selalu dibatasi.
"Ok. Kalau kau sudah menyukainya kau akan tau rasanya seperti apa," ucap Xavier.
"Kenapa kalian bertanya seperti itu?" tanya Maya bingung.
"Karena tidak ada perasaan pertemanan antara perempuan dan laki-laki. Salah satu dari kalian mungkin memiliki perasaan suka," ucap David.
Xavier mengangguk. "Benar," sahutnya.
"Tapi bukankah kita dari dulu sudah saling mengenal jadi---"
Takk~
Maya meringis saat dahinya terkena pukulan dari Xavier.
"Bukan itu maksud kami Maya," ucap Xavier dengan gemas.
"Aku dan David sudah memiliki kekasih tentu saja kami tidak memiliki perasaan apapun padamu selain rasa sebagai sahabat," sambung Xavier.
"Tapi aku dan Kevin hanya seorang teman," ucap Maya.
David menghela nafas pelan. "Teman? Tidak ada pertemanan utuh antara perempuan dan laki-laki tanpa ada perasaan suka, paham?" tanyanya.
Maya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal membuat mereka berdua menatap gemas melihat tingkah Maya yang sangat polos itu.
"Kalau kau tidak percaya kau bisa tanyakan itu pada kakakmu," ucap Xavier. Maya menggeleng cepat, bukannya bertanya ia malah diberi pertanyaan dari ketiga kakaknya itu.
"Kau akan paham nanti," ucap David.
Maya mengangguk, tapi memang benar ia hanya merasakan senang saat bertemu dengan Kevin.
∆∆∆
Maya memasuki ruang kelasnya. Ia melihat Nathan sedang mengerjakan soal di bukunya.
Kelas tampak masih sepi karena hanya ada dirinya dan Nathan saat didalam kelas.
"Pagi Nathan," sapa Maya. Nathan menoleh sekilas lalu mengangguk pelan.
Maya mengangkat bahunya lalu ia pun duduk, ia mengerutkan keningnya saat melihat sebungkus permen coklat di atas mejanya.
"Apa ini milikmu?" tanya Maya pada Nathan.
Nathan menggeleng singkat lalu kembali mengerjakan soal. Maya menatap bungkusan permen tersebut. Ada sebuah catatan terselip dibelakangnya.
Untukmu, jangan lupa temui aku di taman nanti. Pembicaraan kita belum selesai.
Kevin.
Maya menggelengkan kepalanya lalu memasukan bungkus permen tersebut kedalam tas miliknya lalu ia memilih keluar dari kelas untuk menemui Kevin.
Maya tersenyum saat banyak orang menyapa dirinya, ia pun berjalan menuju taman belakang.
"Kevin," panggil Maya saat melihat seorang bertubuh jakung tengah mengunyah permen karet sambil menyandarkan tubuhnya pada pohon, dia Kevin.
"Kau datang," ucap Kevin sambil berjalan mendekat.
Maya mengangguk. "Ngomong-ngomong terima kasih untuk permennya," ucapnya.
Kevin mengangguk, ia mengambil sesuatu dari saku celananya lalu ia menyelipkan jepitan pada rambut Maya.
Maya memandang terkejut, ia menyentuh jepitan yang berada pada rambutnya.
"Cantik," gumam Kevin dengan pelan.
"Kau mengatakan sesuatu?" tanya Maya. Kevin menggeleng, ia tersenyum tipis.
"Terima kasih," ucap Maya. Kevin mengangguk.
"Besok aku akan bertanding," ucap Kevin.
"Oh ya? Apa?" tanya Maya.
"Basket. Kau mau menonton pertandingan ku?" tanya Kevin.
Maya mengangguk. "Tentu saja. Itu pasti menyenangkan," ucapnya dengan semangat.
Kevin tersenyum, ia mengusap puncak kepala Maya tanpa sadar Xavier dan David mengintip kearah mereka.
"Bukankah dia angkatan kita?" tanya Xavier pelan.
David mengangguk. "Aku tidak menyangka kalau Kevin teryata teman lama Maya," balasnya.
"Bukankah itu bagus? Mereka pasangan yang cocok," ucap Xavier dengan senang.
"Ayo. Kita harus kembali," ucap David. Xavier mengangguk lalu ia pergi dari tempat persembunyiannya.
"Aku akan menyiapkan tempat duduk untukmu disana nanti," ucap Kevin.
"Tidak perlu merepotkan dirimu seperti itu," ucap Maya.
Kevin menggeleng. "Tidak repot sama sekali kalau itu untukmu," ucapnya.
Kevin menatap kearah wajah Maya yang mulai memerah, ia tersenyum tipis lalu mengelus pipi Maya.
"Ada apa dengan wajahmu? Pipimu terlihat memerah," ucap Kevin.
Maya menutup wajahnya lalu berlari menjauh. "Kenapa kau suka sekali menjahiliku," ucapnya.
Kevin tertawa kecil, ia memasukkan tangannya kedalam saku sambil memandang punggung Maya yang mulai menjauh dari pandangannya.
"Little girl,"
∆∆∆
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Posessive Twins [1# MAYA'S SERIES]
Teen FictionRemaya Aurelia terlahir ditengah keluarga bahagia dengan tiga kakak yang sangat sayang padanya dan sikap yang sangat sangat posesif padanya. sejak kejadian dimana ia mengalami koma selama setahun membuat keluarga nya menjadi begitu sangat posesif. k...