Dalam genggamanmu-6

10 3 0
                                    

"Lepaskan? Lepaskan ini maksudmu. Sayang?

"Ah.. Jangan!"

Terlambat.
Ia merengut jilbabku, melemparnya jauh. Siapapun tolong aku! Tania, kau dimana? Air mataku tak henti-hentinya menetes, aku merasa, untuk saat ini, akulah wanita yang sangat kotor.

Seluruh tubuh yang selama ini aku jaga, tangan yang slalu ku tutupi dengan handsock tersentuh dengan gratis oleh seseorang yang haram untukku. Bahkan dalam waktu yang tak sebentar.

"Lepaskan tanganmu, aku mohon tuan, lepaskan tanganmu. Sakiit" Tangannya semakin erat memelukku. Air mataku terus saja menetes. Membuatnya terkesiap membalikkan tubuhku menjadi tepat dihadapannya, mengusap air mataku dan lagi-lagi mengecup pipiku yang telah basah. Ya Allah, apa maksud semua ini?!

Tak ada seseorang disini yang bisa ku pintakan untuk menolongku. Sepi, tidak seperti biasanya.
Ingin sekali aku memperlihatkan semua ini pada bapak. Aku terus saja menangis. Tak ada yang bisa ku lakukan.

"You is perfect gril!" Kini ia berganti posisi. Ia berjongkok di depanku sambil tak lupa senyuman jahatnya. Melihatku dari atas sampai bawah tapi tangannya belum juga melepas tanganku. Aku tertunduk. Aku tak suka dilihat seseorang seperti ini, Tuhan!

Ia menguraikan rambutku yang asalnya terikat dan menjauhkan helai rambut yang menutupi wajahku setelahnya menggendongku bak pengantin baru, aku meronta lisanku tak henti meminta tolong. Tapi ini sepi. Ia membawaku duduk di mobilnya.

"Aku tidak mau hiks, aku mau pulang tuan, ku mohon hiks"

"Diam. Aku tak tau rumahmu dimana. Aku akan membawamu kemana aku mau"

"Aku mau pulang! Bawa aku ke gang kaktus di dekat indoapril. Rumahku tepat di depannya tuan. Aku mau pulang, bawa aku kesana, ku mohon"
Aku menyandarkan kepalaku ke kaca mobil dengan lemah. "Ku mohon, aku ingin pulang"
"Bawa aku pulang tuan"
"Kumohon bawa aku pulang"
Suaraku parau. Aku sangat lemah saat ini.

"Itu alamat rumah apa hutan gersang hah? Hahah. Jangan banyak bicara sayang!"
Ia mengelus kepalaku. Aku tak bisa membiarkannya.

"Tuan!" Aku membelalak saat ada seorang kakek tua yang akan menyebrangi jalan dan hampir ia tabrak. Aku membanting stirnya supaya kakek itu selamat.

Dan kami yang tidak selamat disini.

"Tuan" Matanya yang sayu masih terjaga. Dahinya yang terbentur stir dengan keras, tak henti mengalirkan darah segar. Aku tak bisa melihat ini. Apa aku membunuhnya?

Jalanan sangat sepi. Sebisa mungkin aku memapahnya ke kursi yang kini ku tempati, dan sekarang aku yang menyetir, aku akan membawanya ke rumah sakit.

Kini ia yang lemah. Tangannya yang lunglai tetap menggenggam tanganku, ia enggan melepasnya. Untuk saat ini, biarlah. Ku harap Allah memaafkanku. Ia sedang butuh seseorang untuk menguatkan sakitnya. Dan aku harus menyetir dengan satu tangan saja. Bisakah? Allah with me, in syaa Allah.

"Bawa aku pulang"
"Hei Sayang, setir mobilnya kearah rumahku"
"Aku tak butuh obat"
"Aku tak butuh tidur di brankar rumah sakit. Cantik."

Ia terus saja bicara dengan keadaan semakin tidak beres.

"Aku hanya butuh tidur bersamamu"

Astaghfirullahalazim Astagfirullahalazim Astagfirullahalazim

Untung saja kini ia dalam keadaan lemah. Tak ku dengarkan apa yang terus ia katakan.

Sampai pada akhirnya
Aku memberhentikan mobil di salah satu rumah sakit yang kudapati. Aku memasukinya dan meminta tuan muda itu untuk menunggunya sebentar. Entah karna apa, pihak rumah sakit menolaknya. Membuatku kembali ke mobil tanpa bisa membawa tubuh lemah itu berbaring di brankar dan menutup lukanya.

Dalam genggamanmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang