Aku duduk di kursi kantin saat kuliah selesai. Panas sekali hari ini. Keceriaan sinar matahari membuat seseorang tak nyaman berada di bawah naungannya. Aku memesan teh dingin dengan banyak es. Setidaknya meskipun sekilas. Itu bisa membuatku merasa lebih baik. Aku belum memberitahu Bapak untuk menjemputku. Aku masih nyaman berlama-lama di kantin di temani Bibi Sinta dan cerita-ceritanya.
Aku sering berbincang dengannya. Ia slalu memberi cerita yang bisa membuatku betah disini apalagi cerita tentang anaknya. Kalau aku pulang, lagi-lagi yang kutemui kolam ikan yang berada tepat di depan kamarku. Dan hanya itu yang bisa membuatku nyaman berkicau tanpa membahas Asyah dan Kak Zidan yang slalu kudengar dari lisan Umi.
"Lihatlah. Kemarin ia sangat rewel, saat bibi memberinya satu dot susu ia menolaknya. Katanya "Wawa sudah besal. Siapa yang sudah besal heum?" Aku slalu tak henti tertawa kalau sudah mendengar aksi wawa, anak bi sinta yang baru menginjak usia ke 3 tahun ini. Ia slalu membawanya ke kampus, seketika slalu menjadi hiburan untuk para mahasiswa.
"Ouh jadi wawa sudah besal ya?" Aku menggendongnya. Mencubit pipinya yang sangat kusukai. Dia gembul. Ah, ingin sekali aku memakan pipinya!
"Lihat ini wa" Aku memperlihatkan vidio kucing dari handphone ku. Biasanya ia sangat antusias saat aku memperlihatkannya meskipun sudah beberapa kali di putar. "Ah, mana kucingnya?" Ia menoleh padaku yang sedang melanjutkan obrolan dengan ibunya. "Ouh, teteh pinjam sebentar ya, wawa" Aku meraih handphone ku dari tangan lembutnya. Ada telpon masuk yang belum memiliki identitas.
"Assalamu'alaikum"
Aku diam sejenak saat aku mendengar Umi tuan muda bicara di sebrang sana. Katanya tuan muda tertabrak mobil yang tak bertanggung jawab di jalanan sepi saat mereka selesai menghadiri acara di dekat kampusku. Ini kan baru hari ketiga ia dirawat.
Kenapa sudah mendatangi acara saja? Umi tuan muda memintaku mendatanginya, katanya Ia tak bisa menyetir, tak ada yang bisa dihubungi untuk dipintakan menyetir dan membantunya membawa tuan muda kerumah sakit.
Aku malas. Aku tak ingin berurusan lagi dengan tuan muda. Aku takut sesuatu yang buruk terjadi lagi. Bagaimanapun setiap ia menemuiku, pasti yang terjadi apa yang takku inginkan. Tapi sekarang Uminya yang meminta.
"Bagaimana?" Aku bertanya pada Bi Sinta. Ia mengangguk. "Khusnudzon saja, Nak. Itu akan membuatmu lebih baik"
Aku mengangguk lemah dan sedikit berfikir dengan segala kejadian yang berputar putar di kepala.
"Ah, tidak mau bi. Pasti akan ada banyak orang yang menolongnya setelah beberapa saat"
I'm sorry, aku bukan wanita sholehah yang slalu peduli dengan orang lain meskipun ia sudah menyakitinya.
Bi Sinta memilih tak bergeming Tidak dengan Wawa, wawa merengek ingin melihat kembali vidio kucing kesukaannya. Aku membawanya kembali ke pangkuanku sembari menunggu Bi Sinta yang memutuskan untuk beberes kantin.
Aku bingung. Aku sangat ingin membantu Umi. Tapi tidak jika itu berhubungan dengan Tuan Muda. Apa apaan? Menurutku Tuan muda pantas mendapatkannya. Eh tapi kan.. Ah aku tak peduli.
Sampai pada akhirnya mobil hitam yang kurasa milik Tuan Muda melintas di depanku. Syukurlah..
Allah menolongnya melalui orang lain tanpa harus melibatkan aku yang sangat egois.Tak dapat ku pungkiri mobil itu berhenti di depan gerbang kampus.
Sosok Umi keluar di pintu belakang setelah matanya mendapatiku dibalik kaca mobil.
Aku berlari diikuti Bi Sinta dan menghampiri Umi tuan muda dengan kedua tangan masih menggendong Wawa."Umi mohon. Ikut Umi. Umi tak punya siapa-siapa disini."
"Maaf Bu. Isyah baru saja menelpon Bapak untuk menjemput."

KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam genggamanmu
EspiritualLepaskan sebelum memberi kepastian Genggam erat setelah menghalalkan🖤 🌼 Sebelumnya, gue minta maaf banget kalau ada persamaan alur, nama tokoh, latar, suasana, kejadian, sikap pemeran, persamaan kalimat, kata, huruf dan apa aja dah yang sekiranya...