Aku berhambur memeluk Aa saat kami mendapatinya. Ia duduk ditemani seorang perempuan yang penampilannya tidak jauh beda dariku. Tapi ia lebih tertutup. Ia menutup wajahnya dan hanya menyisakan mata. Aku mencium tangan perempuan itu. Mungkin teman Aa yang sama-sama kerja disana.
"Siapa?" Aku bertanya pada Aa.
"Meisya." Perempuan itu kupastikan tersenyum dibalik kain yang menutupi wajahnya.
"Kakak iparmu hehe"
"Really?" Perempuan itu mengangguk.
"Kau pasti Isyah kan? Kau yang slalu menelpon Abang kau 24 jam. Awak sering dengar suare kau di telpon. Slalu saja perihal mengadu." Ia tertawa.
"Ah tetehnya lucu. Suaranya kayak orang malaysia"
"Emang orang malaysia!" Semuanya mengatakan itu dengan kompaknya.
"Kenapa Aa tak memberitahuku? Jangan-jangan kau menabung duluan? Awas saja ya! Pantas Aa betah sekali disana. Rupanya ada seorang perempuan yang setia menemanimu"
"Sejak kapan kau bawel seperti ini?
Ini suprise untukmu. Kami halal. Tidak ada kata menabung duluan. Aa yakin ia akan menjadi patner barumu untuk mengadu selain pada Allah dan Aa. Kau akan seperti sedang bicara dengan Aa kalau mengobrol dengannya. Adem dah""Aku dinikahkan Abang, tige bulan yang lampau. Bapak dan Umi awak merestui kita. Tapi, aku tak bisa jumpa dengan Bapak dan Umi kalian di pernikahan kami. Aku paham. Yang penting restu dari dia orang"
"Keterlaluan ya semuanya. Mentang-mentang kamarku terpencil dan jarang bergabung. Bisa-bisanya tak memberitahuku tentang ini."
"Kau bawel ya sekarang" Aa mengelus kepalaku dengan sayang.
"Jangan marah seperti itu. Yang penting Aa membawa kekasih halal kan?""Iya lah"
🕊🕊🕊
Dua minggu berlalu.
Aa dan istrinya masih ada diantara kami. Bagaimanapun ia harus menunggu sampai aku sah dengan tuan muda. Ia harus menggantikan posisi Alm.Bapak sebagai wali.Lagi-lagi hari ini dosen tidak masuk. Dan tidak ada badalnya. Kuputuskan langsung pulang saja. Ini masih pagi. Akan ada banyak waktu yang bisa ku habiskan bersama ikan-ikan ku dirumah. Aku dijemput tuan muda. Katanya ia akan mengajakku ke butik untuk memilih baju yang aku suka dan kupakai diacara pernikahan kami nanti. Ku katakan padanya "Tidak perlu. Aku percaya, para perancang busana membuat baju yang sebagus dan sedetail mungkin. Mereka pasti memberi yang terbaik untuk pelanggannya"
"Kalau tuan mau. Tuan saja"
"Menurutku tidak perlu juga. Aku percaya baju apapun yang kukenakan. Aku pasti terlihat tampan"
"Percaya diri sekali"
"Besok tuan jadi ambil cuty kerja?"
"Tidak perlu ambil cuty. Aku bosnya"
"Bagaimana dengan pekerjaanmu?""Ku serahkan pada bosku saja. Bagaimana?"
"Aku memecatmu hari ini juga. Mulai besok kau jangan masuk lagi dan jadi dirimu yang sebenarnya."
"Terimakasih."
"Kita akan kemana sekarang tuan?""Kau ingin ku bawa kemana?"
"Ke surga" Ia tertawa. "Tidak sekarang, Naza."
"Pulang sajalah tuan"
"Ini masih pagi, gimana kalau ke Abah kyai nya sekarang saja?"
Besok memang kita merencanakan akan pergi ke Bogor, untuk minta restu ke pimpinan pondok khususnya.
Aku diam sejenak dan berfikir. Harus kesana berdua saja? Aku ragu. Bogor jauh kan?"Gimana?" Aku menggeleng.
"Kalau kita berangkat sekarang. Mulai besok kita tidak akan bertemu lagi sampai acara pernikahan"
"Boleh. Tapi tidak dengan pakaian seperti ini, tuan?" Aku melihat pada pakaiannya yang hanya mengenakan kaos oblong dan celana pdl.
"Aku bisa beli pakaian dulu, di toko-toko pinggir jalan. Dan menggantinya. Nanti kau yang pilihkan ya?"
Aku mengangguk. Tuan muda memberitahuku untuk mengabarkan Umi dulu. Setelah diizinkan, baru kita akan benar-benar ke Bogor. Ah rasanya sangat rindu. Aku yakin mereka pasti gembira aku datang, apalagi dengan membawa makanan banyak untuk mereka. Di pondok oleh-oleh memang sangat dapat memikat santri, itu yang kurasakan sendiri saat masih disana. Bagaimanapun disana kita memang makan seadanya saja. Dan akan sangat bahagia jika ada yang datang membawa makanan.
"Tuan, aku lupa membawa handphone"
"Pakai handphone ku saja." Kepalanya mengarah pada handphonenya yang tergeletak di depan stir. Tuan muda sangat cuek pada handphone. Ia hanya akan memegangnya kalau memang ada notifikasi di bar atas handphone. Ia tidak akan marah kalau seseorang mencampuri urusannya di handphone, buktinya saat aku membalas semua pesan yang ada waktu handphonenya tertinggal dirumahku, ia malah berterimakasih. Sesuatu yang jarang aku lihat.
Biasanya orang akan marah meskipun kita hanya ingin melihat galeri di handphone milik mereka atau ketika kita minta bantuan untuk ikut chat saja, harus mereka yang mengetikkan.
Apa itu type kalian dalam menggunakan handphone?Aku bersyukur. Katanya "Handphone itu dunia maya. Akan lebih baik jika gunakan seperlunya dan menikmati dunia yang nyata. Dengan handphone, kadang komunikasi dengan yang jauh sering tapi yang dekat terasingkan" Nyatanya masih ada manusia yang tidak sangat ketergantungan pada handphone di jaman ini. Seperti tuan muda. Satu hal yang dapat ku syukuri.
Aku mengikuti katanya. Tanpa basa-basi aku mulai menelpon Umi dan meloadspeeker suaranya. Tak ada yang harus di sembunyikan satu sama lain.
"Assalamu'alaikum" Umi yang lebih dahulu membuka suaranya. Kami menjawab salamnya dengan serempak.
"Tuan saja yang bicara""Kok berdua?" Umi sepertinya heran saat suara kami terdengar dalam sambungan yang sama.
"Aku menjemputnya, Umi" Ia menekankan kata Umi dan melirikku Apa si?!
"Oh, kau bersama anakku"
"Umi kira aku dengan siapa?"
"Siapa saja yang perempuan"
Tuan tertawa kecil dibuatnya.
Setelahnya ia menjelaskan untuk apa kita menelponnyaizin dan Umi memberinya izin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam genggamanmu
SpiritualeLepaskan sebelum memberi kepastian Genggam erat setelah menghalalkan🖤 🌼 Sebelumnya, gue minta maaf banget kalau ada persamaan alur, nama tokoh, latar, suasana, kejadian, sikap pemeran, persamaan kalimat, kata, huruf dan apa aja dah yang sekiranya...