Satu minggu berlalu.
Aku kerja shift pagi hari ini. Untuk kesekian kalinya, Tania yang menjadi partner ku. Alhamdulillah, setiap aku shift pagi pasti sedang libur kuliah karna aku mengambil shift pagi hanya dua hari selebihnya aku shift malam. Dan bos yang belum kita temui wajahnya mengerti itu. Kami slalu meminta izin apapun lewat telepon.
"Aku malas sekali bekerja hari ini. Kau tau Syah? Di rumahku sedang ada acara. Kakak ku akan dilamar dan bos tidak memberiku izin. Sialan."
"Dirumahku juga nanti sore ada acara. Tapi justru aku sengaja masuk. Aku malas slalu disibukkan Asyah yang sok mengatur-atur. Apalagi ini acaranya. Daripada tak ikhlas melakukannya mending aku pergi"
"Acara apa?"
"Empat bulanan atas kehamilan nyonya Mikasyah dan Tuan Zidan"
"Ia musuhmu? Sodara kembaranmu? Apa sainganmu? Hahah"
"Kau masih mencintai pria yang kini menjadi adik iparmu?""Jangan membahas itu. Tan."
Mumpung sedang sepi pengunjung aku menyempatkan sholat dhuha ke mushola. Tania mengizinkannya. Kami slalu menyempatkan untuk sholat dhuha secara bergiliran dan tidak meninggalkan meja resepsionis.
Aku berusaha melepas tali sepatuku, ini sangat erat, mungkin tadi aku terlalu semangat untuk keluar dari rumah. "Ish, susah sekali. Ini simpul mati." Aku meracau. Seseorang membantuku melepaskannya. Dan berhasil. Kau tau siapa itu? Kalian pasti tau siapa itu.
Aku menunduk, berterima kasih dan meninggalkannya ke kamar mandi. Tangannya menahanku erat. Untung saja aku memakai handsock dan ia memengang tangan yang telah tertutup. Ia akan melakukannya lagi? Suka sekali membuatku merasa takut. Aku tak berkata apapun. Aku hanya berusaha melepaskan genggamannya dengan susah payah. Dan berhasil.
Merasa jijik, aku mengelap bagian yang telah ia sentuh dengan bajuku, berharap dosanya terhapus hanya karna ia memegang tanganku lagi. Aku pergi ke kamar mandi, berwudhu dan sholat dengan khusyu meminta sang pemilik segalanya agar tuan muda tak mengusik kehidupanku lagi.
Saat aku akan kembali. Tuan itu masih ada, ditempat yang sama. Ia sosok yang berkarisma apalagi saat ia berbincang dengan salah satu tamu hotel. Aku selesai memasang sepatuku kembali bersamaan dengannya yang selesai berbincang, terlihat saat lawan bicara tuan itu meninggalkannya.
"Naza" Hanya dia yang memanggilku dengan nama itu. Aku menoleh padanya. Ia mendekat, menghapus jarak yang tersisa. Aku yang cengeng hanya bisa menunduk menangis. Please don't make me cry, god. Bagaimana kalau ia menciumku lagi?
"Jangan lakukan apapun. Ku mohon tuan." Aku mundur menciptakan jarak yang sempat ia hapus. Tapi ia terus saja mengikutiku. Mau dia apa lagi?!
"Naza Berhenti" Aku tak menanggapinya.
"Naza ku bilang berhenti, hey!" Ia berhasil memelukku dan terdengar klakson mobil sangat nyaring dibelakangku. Ia menyelamatkanku dari kecelakaan. Tapi kalau boleh aku memilih, aku ingin menjadi korban kecelakaan itu saja daripada di dekatinya. Bagaimanapun ia haram untukku.
"Aku takut. Jangan lakukan apapun, tuan. Jangan menyentuhku. Aku tidak mau. Hiks"
Akhirnya ia melepaskanku dari dekapan dada bidangnya.
"Aku tidak akan melakukan apapun, cantik" Ish, tuhan! Ambil aku saat ini juga!
Aku berlari saat itu juga. Kembali menjalankan pekerjaanku. Tania menyambut ku dengan wajah heran. "Kau menangis?"
"Ada apa?"
"Tuan itu, melakukan apa yang aku tak suka"
"Sebenarnya apa si tujuannya?"
"Sudah ya jangan menangis. Allah will make everything beautifull."
"Keningmu panas, Syah. Pulang ya? Nanti aku yang memberitahu bos."Tania akan mengantarkanku pulang. Aku melarangnya. Jangan biarkan bagian resepsionis tak ada satupun di meja. Aku ke kamar mandi sejenak untuk mengganti pakaian yang biasa ku pakai setelahnya menelpon Bapak katanya ia tak bisa menjemputku,
"Naik ojol saja. Syah. Kau sudah besar, jangan slalu mengandalkan Bapak. Bapak sibuk."
Aku sangat kesal. Akhir akhir ini semenjak aku pulang dari pondok. Ku rasa semua berpihak pada Asyah. Mungkin dari dulu, tapi baru terasa sekarang saat aku berada diantara mereka setiap hari. Aku rindu pondok.
"Naza, masuklah" Tuan muda yang mengajaknya. Aku tidak mau. Masih ada ojol yang bisa ku andalkan. Aku menggeleng dan menjauhi mobilnya.
"Hei, ayo masuklah Naza"
Ia keluar dari mobilnya dan merangkulku untuk tetap mengikuti keinginannya. Keras kepala!
"Kau akan membawaku kemana, tuan?" Kepalaku pening. Ku pastikan wajahku sangat pucat.
"Kemana kau mau. Ke surga?"
"Berarti kita harus mati dong, tuan."
Ia terkekeh. Dasar aneh.
"Kau pucat, Naza.
Aku akan membawamu ke rumah sakit dan pulang. Jangan khawatir.""Tuan. Jujur kehadiranmu slalu menggangguku. Aku bisa pulang sendiri"
Ia melajukan mobilnya dan tak menanggapi apa yang ku katakan.
"Naza" Aku menoleh kearahnya.
"Aku akan menikahimu"
"Aku tidak mau" Aku menutup mataku. Bagaimanapun saat ini aku pusing.
"Apa kau tau Senja Adytama Mahardika?"
"Pemilik hotel tempatku bekerja"
"Dan dia ada di sebelahmu sekarang."
Aku mengerutkan dahiku dengan mata yang masih terpejam.
"Saya Senja Adytama Mahardika. Aku akan memecatmu dan menjadikanmu istri dan kau tidak perlu menjadi orang lain lagi saat bekerja"
"Kau tau soal itu?"
"Tentu"
"Bagaimana kau tau soal itu?"
"Wanita muslimah sepertimu pasti melakukan ini dengan berat hati. Apalagi dengan pakaian kerja. Ya kan?"
"Iya. Gaji nya besar. Bapakku sangat senang tak peduli denganku yang merasa keberatan. Karna dengan itu bisa membantunya dalam membiayaiku kuliah. Bapak tak mau aku pindah kerja jika aku tak dipecat. Dengan itu aku ingin sekali dipecat tapi tidak dengan cara ini. Masih ada hal lain yang masuk akal dan bisa kulakukan. "
"Umi mengharapkanmu. Aku ingin sekali membuatnya senang setelah apa yang ku lakukan selama ini padanya"
"Apa yang selama ini kau lakukan padanya?"
"Sudah sampai, Naza. Mari."
Kami sampai di rumah sakit, tanpa menunggu lama aku diperiksa dan Tuan muda yang membayar biayanya.
"Apa yang selama ini kau lakukan pada Umi mu?"
Kami masuk mobil dan Ia kembali melajukan mobilnya.
"Kau masih pusing?"
"Jangan mengalihkan pembicaraan.
Jawab apa yang kutanyakan""Kesalahan"
"Kesalahan apa?"
"Kesalahan yang membuatnya sangat sakit hati. Umi mendidik ku dengan baik. Tapi aku menentangnya."
"Saat ini aku ingin berubah. Bantu aku untuk membuat Umi bahagia dengan menikahi mu. Umi sangat mengharapkannya"
"Tapi sepertinya tidak dengan Bapak ku."
"Ouh, really?"
Aku menatapnya dengan pandangan sombong.
"Ayo kita buktikan. Permainan di mulai Sayang""Jijik?!"
Permainan apa? Let's next part.
Sebelumnya ga akan bosen aku ucapin Terima kasih Terima sayang Terima cinta semuanyaa💚
Allah slalu ada untuk kita.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam genggamanmu
EspiritualLepaskan sebelum memberi kepastian Genggam erat setelah menghalalkan🖤 🌼 Sebelumnya, gue minta maaf banget kalau ada persamaan alur, nama tokoh, latar, suasana, kejadian, sikap pemeran, persamaan kalimat, kata, huruf dan apa aja dah yang sekiranya...