Dalam genggamanmu-12

12 3 0
                                    

Aku bersiap untuk bekerja dan membawa jas serta handphone tuan muda. Untuk pertama kalinya kedatangan tuan muda sangat kuharapkan. Tapi sampai magrib ia tidak kunjung kudapati. Aku memutuskan untuk pulang. Bapak yang menjemputku.
Aku bertanya pada Bapak "Apa Senja datang kerumah?"

"Tidak ada tamu yang datang hari ini, Syah"
"Kau khawatir ya tidak bertemu dengannya?"

"Sama sekali tidak. Handphone dan jasnya ketinggalan, Pak"

"Bagaimana tak tertinggal? Kemarin kau terus saja memeluk jasnya Senja."

"Tidak kok, Pak"

"Tidak merasa"

Kalau aku memang memeluk jasnya, kenapa ia tak ambil? Apalagi ada handphone yang banyak dihubungi soal pekerjaan disana. Dasar bodoh.

Aku sampai kerumah saat adzan Isya berkumandang. Aku langsung mandi tak peduli dinginnya air yang kurasakan dan menggelar sajadah untuk melaksanakan sholat Isya.

Tak lama dari itu, Aku melihat tuan muda menghampiriku. Ia datang dalam keadaan mabuk. Terlihat dari matanya dan dari bau yang menyengat saat ia mengatakan sesuatu. Ia menghapus jarak antara kita. Aku sama sekali tidak bisa melakukan penolakan karna takut dan tegang. Umi ada disana. Ia tidak menolongku. Ia hanya tersenyum dan meninggalkan tuan muda melakukan apa yang ia mau. Tuan muda dengan paksa meminta ku ikut meneguk apa yang telah ia minum di botol yang sama. Aku menangis, kukatakan tidak mau dengan segala kata penolakan. Tapi ia terus memaksanya. Aku mengambil pisau yang ia gunakan untuk membuka tutup botol. Lebih baik aku mati daripada harus menjadi teman dalam kemaksiatannya.

Perutku mengeluarkan banyak darah. Tuan muda tak peduli dan malah memperlakukanku semaunya. Tidak peduli dengan darah yang ku keluarkan. Aku menangis. Ini sangat sakit tapi kenapa aku tidak mati?

"Isyah" Seseorang memanggilku. Nafasku sesak sekali, wajahku sudah basah dengan air mata dan keningku bertambah panas dari sebelumnya. Panggilan itu membuatku sadar bahwa semua ini adalah mimpi buruk. Syukurlah. Ini efek tidur tidak membaca doa terlebih dahulu.

"Kau kenapa?" Aku menggeleng.
Aku masih takut. Umi mengusap air mata dan keringat yang membasahi wajahku. Satu kehangatan yang jarang terjadi.

"Kau hanya mimpi buruk, Syah. Umi bisa melihatnya dari ketegangan mu"
"Didepan ada Senja. Segera temui dia"

Aku takut sesuatu yang ada di mimpi buruk terjadi.

"Isyah tidak mau, maaf Umi, berikan ini padanya" Aku menyerahkan jas tuan muda serta handphone hitamnya.

"Berikan padanya langsung. Tidak sopan, Syah"

Akupun melipat mukena dan menemuinya di depan rumah. Ku lihat ia sedang asik bertukar cerita dengan Bapak. Melihat punggungnya saja aku ketakutan. Aku menunduk dengan air mata dan keringat yang masih tersisa disini. Di wajahku.

"Tuan" Ia menoleh. "Ini" Aku memberikan apa yang harus ia ambil.

"Boleh Saya mengatakannya saat ini, Pak?"

Bapak mengangguk paham. Ia mempersilahkan tuan muda masuk kerumah. Aku menyusul keduanya dari belakang. Mimpi itu membuatku fokus takut padanya dan melupakan segala hal.

"Jadi, Ibu, Bapak, tujuan Saya kesini, mau mengkhitbah Mikaisyah. Sebelumnya Saya minta maaf tidak membawa siapapun dari keluarga Saya. Mereka tinggal di Kalimantan tapi sudah mengetahui niat baik ini dan Umi serta kakak saya merestuinya"

Aku semakin tertunduk. Nafasku tercekat. Asyah datang bersama suaminya, membawa minuman dingin yang ku suka. Aku meneguk satu gelas diantara gelas yang lain. Semuanya melihatku dengan pandangan yang tidak aku sukai. Tapi tidak dengan tuan muda. Ia malah tersenyum dan menggelengkan kepalanya melihat aksiku.

Dalam genggamanmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang