Satu tahun sudah semuanya terjadi begitu saja dengan mudahnya. Setelah acara pernikahan Asyah, Aku sudah masuk kuliah dan mendapat panggilan kerja. Di sebuah hotel. Menjadi resepsionis. Jujur aku tak nyaman, terutama soal pakaian. Aku hanya di bolehkan memakai jeans dan jilbab seperti biasanya. Ini sangat bukan typeku. Semua ini menutup kemungkinan bahwa aku bukan seorang santri.
Tapi Bapak yang memilihkan. Tak ada kata lain selain aku harus berkata "Ya". Aku sering mengadukan ini pada A Iban lewat Vidio call. Ia pun tak bisa apa-apa, slalu saja yang ia katakan
"Jalani saja" Aku sudah bosan dengan kata itu. Tapi lagi-lagi aku harus mengiyakannya.Setiap kali aku kuliah, aku memakai gamis dan jilbab panjang. Itu sangat menunjukkan seorang Mikaisyah Nazata, tapi saat bekerja? Itu bukan aku yang sebenarnya. Membuatku sangat terpaksa menjalankan perkerjaan ini.
Berhubung hotel ini di buka 24 jam, kami kerja shift. Aku banyak shift malam, karna di siang hari aku fokus kuliah. Bapak mengantar jemputku. Satu hal yang bisa ku syukuri.
Sekarang aku shift malam bersama Tania, temanku yang sama-sama masih kuliah. Pukul 23.00 masih saja ada pengunjung untuk menginap, mungkin berhubung di daerah ini banyak tempat rekreasi. Yang banyak menginap ku rasa orang-orang yang tinggal di luar Bandung. In syaa Allah, hotel ini aman. Setiap pengunjung pria dan wanita, pasti kita minta memperlihatkan buku nikahnya.
Aku sedikit membereskan meja, Tania izin ke depan sebentar. Jika shift malam, pukul 23.00 Ayahnya slalu datang. Di jam itu, biasanya beliau baru pulang dari kantornya, dan pulang melewati hotel. Maka dari itu, ia tak pernah absen memberi cemilan atau apa yang di pesankan Tania padanya di jam yang sama.
"Cantik" Seorang pria berjas hitam yang mengatakannya. Aku tak merasa. Jadi aku sama sekali tidak menoleh. "Hey! Aku sedang bicara denganmu" Tangannya berhasil membelai pipiku. Aku membelalak kaget. Kurang ajar! Sekali.
Untuk ketiga kalinya aku diperlakukan seperti ini, oleh laki-laki yang sama. Hari pertama ia melakukannya saat aku pulang sendiri. Hari kedua dan ketiga ia melakukannya di momen yang sama. Saat Tania tidak ada dan saat hotel sepi pengunjung. Lagi-lagi ia berhasil karna aku ketakutan dan menjadi salah fokus. Aku pernah mengadukannya pada Bapak. Bapak bilang "Tidak akan terjadi lagi. Allah slalu bersamamu. Itu hanya ujian. Bertahanlah. Bantu Bapak untuk membiayaimu kuliah. Itu kan untuk kebaikanmu. " "Bapak jahat, A!"
"Tolong jangan bersikap semaumu, tuan."
"Kau yang memulai ketidak sopanan ini. Untuk itu aku akan lebih tak sopan padamu. Kau tak mendengar aku memanggilmu? Budeg apa bodoh?"
Astagfirullahaladzim. Ya sobur, help me!
"Kau bisa melihat ini?" Aku menunjukkan name tag ku yang sangat jelas tertulis Mikaisyah Nazata.
Jika aku tak menghormatinya sebagai pengunjung bisa saja aku membalasnya dengan kata Matamu rabun apa buta?!"Nama yang indah, seperti wajahnya" Tangannya kembali melayang tepat didepan wajahku. Aku segera membuang muka. Hampir saja ia melakukan sesuatu yang tidak aku suka untuk kesekian kalinya. Aku menghembuskan nafas kasar.
"Ada yang bisa saya bantu?" Aku masih kesal. Emosiku meradang hanya karna satu pria tak berotak itu sangat merusak mood ku yang jelas jelas slalu kacau saat bekerja disini.
Tak ada senyuman yang bisa ku tampilkan padanya."Bring me to bedroom no 113"
Malas sekali! Aku memberikan kunci kamar dengan nomor yang telah ia sebutkan. Tidak untuk mengantarkannya, aku takut sesuatu yang sangat ku takutkan terjadi. Seakan mengambil kesempatan saat ia mengambil kunci dari tanganku, ia menyentuh tanganku erat. Tak henti kalimat istighfarku lafalkan. Ini sudah sangat kurang ajar. Aku berusaha melepaskannya. Lagi-lagi kukatakan ini pegangan yang erat. Aku tak bisa menggubrisnya begitu saja.
"Sakit tuan aww" Keluhku.Bapak, andai kau melihat ini, kau pasti sangat menyesal!
"Tidak sopan sekali. Aku bukan mahrom mu. Lepas!"
Ia menyeretku keluar dari meja resepsionis. Membuatku tepat didepannya tanpa jarak. Jantungku berdegup kencang karna takut. Aku menunduk dalam-dalam dengan isakan tangis yang tak bisa ku hentikan.
Ia mengangkat kepalaku, di matanya yang jahat, ada bayanganku disana.
"Don't cry baby" Ia menghapus setiap air mata yang ku keluarkan. Dan tanpa merasa berdosanya ia mengecup setiap sudut wajahku yang telah basah. Aku mengerang. Berusaha menjauhkannya dariku. Tapi ini sulit. Ia sangat kuat.Ini 2 kali lebih keterlaluan dari yang kemarin yang hanya menyentuh pipiku.
"Jangan sok suci. Itu jauh dari deskripsi mu dari apa yang saya lihat."
"Jilbab ini? Banyak orang yang memakainya, tapi senang saat ku pegang tangannya. Bahkan seperti ini.." Kedua tangannya membalikkan badanku memeluk pinggang ku sangat erat dengan dagunya yang bertumpu di bahuku.
"Dan tidak untuk saya, tuan. Lepaskan! Ini perbuatan buruk. Allah sama sekali tidak menyukainya" Jawabku lemah. Sangat lemah. Aku hanya bisa tetap menunduk dan menangis. Apa lagi yang bisa ku lakukan kalau penolakan tidak bisa ku lakukan?
"Lepaskan? Lepaskan ini maksudmu Sayang?"
"Ah.. Jangan!"
Terlambat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam genggamanmu
روحانياتLepaskan sebelum memberi kepastian Genggam erat setelah menghalalkan🖤 🌼 Sebelumnya, gue minta maaf banget kalau ada persamaan alur, nama tokoh, latar, suasana, kejadian, sikap pemeran, persamaan kalimat, kata, huruf dan apa aja dah yang sekiranya...