C24 - Hati yang Sulit Menerima

598 62 25
                                    

Gerald tertunduk lesu atas kepergian Karin yang meninggalkan tanda tanya besar di kepalanya. Tiba-tiba ia menoleh ke sekitar karena seperti mendengar suara kecelakaan. Ia langsung berlari ke arah kerumunan dan ingin mengetahui siapa korban di sana. Gerald menggeretakkan giginya. Lehernya mengeras. Matanya membulat. Ia tidak percaya dengan peristiwa tragis di depan matanya.

"Kariin!" teriak Gerald histeris dengan air mata yang tiba-tiba membanjiri pipinya. Orang-orang di sana langsung mencari bantuan. Lalu, datanglah sebuah mobil yang siap membantu Karin. Karin penuh luka. Darahnya bercucuran di mana-mana. Pelipisnya mengeluarkan darah yang sangat hebat akibat benturan yang keras dari mobil dan terbanting ke pinggir jalan.

Gerald pun langsung menggendong Karin dan membawanya ke mobil. Deru napasnya sangat keras. Keringat besar sudah berjatuhan dari kepalanya sampai leher.

"Rin, aku mohon bertahan!"

Mobil pun melaju dengan sangat pesat membawa Karin ke sebuah rumah sakit terdekat. Di balik itu, juga ada sebuah mobil yang membawa pelaku kecelakaan ke rumah sakit yang sama. Mobil itu membawa seorang laki-laki paruh bayu dan seorang gadis remaja yang seusia dengan Karin. Tampaknya mereka seperti majikan dan sopir.

Tetapi, keadaan mereka terlihat tidak separah Karin, karena mereka menggunakan sabuk pengaman. Mereka hanya terluka di bagian dahi karena benturan kepala pada dashboard mobil. Buktinya, mereka masih dalam kondisi sadar meski lemah.
Tidak lama, Karin pun sampai di rumah sakit.

"Dokter! Suster!" teriak Gerald panik. Para tim medis pun langsung membawakan kasur untuk pasien. Roda kasur berputar cepat membawa Karin ke Instalasi Gawat Darurat. Dan Gerald terpaksa harus menunggu di luar.

"Lebih baik anda mengabari keluarga korban terlebih dahulu!" perintah seorang suster kepada Gerald.

Gerald cemas. Otaknya tidak dapat berpikir jernih saat ini. Ia ingin menelepon keluarga Karin namun dirinya tidak mempunyai nomor keluarga Karin. Otaknya langsung tertuju pada Rean. Ia langsung menelepon Rean.

Di depan teras rumahnya, Rean mendapat panggilan masuk dari Gerald.

"Ngapain sih tuh anak nelpon malem-malem?" ucap Rean saat mendapat panggilan masuk. Tetapi, Rean tidak mengangkat telepon itu. Gerald kesal, ia pun mencoba menelepon Rean lagi. Sampai kali kelima Gerald menelepon Rean, Rean tetap tidak mengangkatnya.

"Berisik banget sih, mending gue matiin aja handphone gue!" ucap Rean dengan sinis. Saat Rean hendak mematikan handphonenya, tiba-tiba satu pesan muncul di handphonenya.

Gerald
An, lo datang sekarang juga sama keluarga Karin ke Rumah Sakit Harapan Medika. Karin kecelakaan.

Handphone Rean langsung terjatuh. Betapa menyesalnya ia tidak mengangkat telepon Gerald dari tadi. Rean pun langsung siap-siap dan menuju rumah Karin terlebih dahulu. Untungnya Sean sudah tidur meski terpaksa harus ditinggalkan di rumah sendirian.

Rean pun berangkat menuju rumah sakit dengan orang tua Karin menggunakan mobil. Ema, mamah Karin tak henti-hentinya menangis tersedu-sedu. Budi, selaku papah Karin juga sangat cemas, tetapi ia harus tetap fokus menyetir mobil.

Sementara itu, di rumah sakit yang sama, seorang gadis yang turut terlibat dalam kecelakaan itu dahi sebelah kirinya telah diperban dan sedikit tertutup rambut. Ia berjalan lemah dan lambat mencari ruangan korban. Lalu, ia menanyakan kepada petugas rumah sakit tentang korban kecelakaan mobil tadi. Ia ingin memastikan siapa korban itu, karena tadi dengan keadaan sadar dan panik, ia seperti mengenal korban dari bentuk tubuhnya.

Ia pun mengintip dari balik kaca ruangan IGD sewaktu Gerald pergi ke luar untuk membeli air minum. Tak lama, dokter pun keluar. Ia sontak terkejut.

History Influence [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang