06. Sunflower

122 21 2
                                    

Halo?
Jangan lupa comment ya! xixixi

-------------------------------------

Buku dengan cover bunga matahari itu membawa kebahagiaan dalam diri Jenar. Dunianya seperti kembali ke dalam rengkuhannya. Ia langsung meletakkan buku itu dengan lembut di atas meja belajarnya. Mengambil ponselnya, untuk mengabari Jisung dan Chenle.

Bodohnya. Jenar tak mengecek terlebih dahulu isi dalam diary miliknya. Tetap, atau ada yang berubah?

Jisung tiang

Dia mengembalikan diary ku|

|Serius?
|Bercanda kan?
|Berarti kalian putus?

Iya|
Padahal aku belum sempat membuatnya baper|

|Hahaha
|Sudahlah, akan ku kabari Chenle

Ah, Jenar tak perlu berbicara dua kali. Jisung yang akan menceritakan semuanya pada sahabatnya yang satu itu. Lagi pula, Chenle-- jarang memegang ponsel karena sering berpergian ke luar kota.

'Dasar anak orang kaya!'

Tak sadar diri rupanya.

Jenar melirik jam dinding yang tergantung di atas pintu kamarnya. Lalu, ia memilih untuk mengambil waktunya untuk tidur siang.
Ya, lengannya cukup penat karena menggendong Lisya.

***

Brak!

"Ojok ngono, cok!" Nana masuk ke dalam kamarnya. Membanting pintu hingga membuat kakak sepupunya terlonjak kaget. "Cah edan."

Kepalan tangannya mengeras, memukul dinding kamarnya sebagai pelampiasan kekesalannya. Entah mengapa, ia merasa bodoh-- karena memberikan diary Jenar pada Haechan.

"Gue udah susah-susah minta buku itu ke Yiren." geramnya. Tangannya juga masih memukul tembok yang tak bersalah itu.

Nafasnya memburu, mengingat kejadian dimana ia harus memohon pada Yiren, agar gadis itu mau memberikan buku itu padanya. Ah, tidak sekedar kalimat permohonan-- Nana juga memberikan tas merk Gucci pada gadis bernama Yiren.

"Sialan!"

Nana berharap, jika ia memberikan buku itu pada Haechan. Haechan dapat memanfaatkannya agar bisa berpacaran dengan Jenar, dan melupakan Vanya.

Laki-laki yang masih tersulut emosi itu berjalan ke arah balkon kamarnya. Matanya bisa melihat rumah mewah yang tak lain adalah rumah kediaman keluarga Jenar.

Komplek kalangan rumah orang kaya itu, terpampang jelas di hadapannya. Saat malam, semua rumah besar itu lampunya jarang menyala. Hanya rumah Jenar yang selalu terang. Jadi, itu akan mencolok ketika malam tiba.

"Nar. Gue suka sama lo." Sayangnya, kalimat itu tak pernah keluar dari bibirnya ketika berhadapan dengan Jenar.

Ah, berapa lama ia mengagumi Jenar?

Sejak SMP mungkin?

Ia mengenal Jenar ketika gadis itu masuk ke dalam club panahan. Sejak hari pertama-- seorang Arkana Naraka jatuh pada aksi memanah Jenar.

Mirisnya, Jenar tak pernah mengenal sosok Arkana di lingkungan SMP. Gadis itu terlalu sibuk dengan tugas-tugasnya, apalagi ia mengikuti kelas akselerasi. Membuat waktunya tak banyak untuk mengikuti club yang di dalamnya juga ada Nana.

Hal tersebut bertambah buruk saat Nana harus mengikuti persiapan untuk ujian nasional. Pupus sudah kesempatannya.

Tapi, siapa sangka? Jika Nana akan kembali bertemu dengan Jenar di jenjang SMA? Tapi percuma saja, Nana tak berani menyampaikan perasaannya.

NotebookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang