Bagian Dua Belas : Berfikir

2.6K 287 19
                                    

Taehyung duduk di teras apartemen nya. Seharian ia hanya mengurung diri tanpa ada niat mau keluar. Kemarin malam pemikiran dan tindakan bodoh nya kembali terulang. Ia berfikir mengapa ia melakukannya? Haruskah ia jawab karena Jimin memintanya? Tapi tindakan kasar nya bisa di sebut sebagai tindakan membantu? Tidak. Jelas-jelas emosi nya kembali lepas kendali. Ia tahu Jimin hilang ingatan. Dan ia tahu Jimin tidak akan ingat semua nya. Tapi Taehyung terus berfikir kalau Jimin lari dari kesalahan nya. Dan saat Jimin meminta Taehyung untuk membantu nya. Otomatis Taehyung melakukan tindakan itu. Tapi melihat Jimin kesakitan seperti kemarin. Ada rasa sesak sedikit menghampiri nya. Sedikit? Tidak. Ia tidak tau.

" Cih!" Taehyung berdecih pelan sesambil mengacak rambut nya. Ia tidak bisa menyangkal perlakuan nya sendiri. Rasa bimbang nya yang harus mengatakan perlakuan nya benar namun di sini lain juga bisa membuat sahabat nya itu kesakitan. Taehyung juga ingat dulu. Di saat Jimin mendiami nya setelah Seokjin lulus dan meninggalkan sekolah. Taehyung pernah berjanji ia akan menjaga Jimin dan tak akan pernah melukai nya. Dan sekarang janji dan perkataan nya itu tidak ada bukti nya.

Ia menyakiti Jimin. Tapi di sisi lain ia tidak bisa menyakiti sahabat-sahabat nya yang lain. Pemikiran Taehyung seketika buntu. Tidak ada jalan karena ia menyadari bahwa ia ada orang yang bodoh.

Ponsel Taehyung berbunyi. Ia merogoh saku celana nya dan melihat nomor tanpa nama. Ia menggeser tanda hijau. Lalu mengangkat sambungan Taenyung itu. " Halo?" Ucap Taehyung memulai percakapan. " Taehyung? Kau lihat Jungkook? Aku tidak menemukan nya di flat milik nya. Ia bersamamu?" tanya orang itu. Namjoon. " Tidak kak. Aku tidak melihat nya. Mungkin bersama kak Hoseok." Jawab Taehyung.

" Baiklah. Maaf menggangu dirimu. " Namjoon mematikan sambungan nya. Taehyung menatap layar ponsel lalu kembali memasukkan Ponsel nya di dalam saku nya. Menatap pemandangan kota seoul yang tidak pernah tidur itu. Yang sekarang tengah memancarkan cahaya matahari terbenam nya. Dengan warna orange yang menghiasi langit kota seoul.

" WHERE ARE YOU "

Pagi memancarkan cahaya cerah dengan suhu dingin di kota seoul. Hoseok memakai jaket nya. Lalu menatap layar ponsel nya yang menunjukkan pesan dari seseorang. ' temui aku di caffe di dekat sungai Han. Akan ku ceritakan' Hoseok mematikan ponsel nya. Dan berjalan tergesah-gesah dari flat nya. Ia memesan taksi dan menyuruh sopir nya untuk segera menuju tujuan yang ia tunjukan pada sang sopir.

Setelah berjalan beberapa menit. Hoseok samlai di restoran sekaligus caffe di dekat sungai Han tersebut. Ia kembali melihat layar ponsel nya. ' Di meja nomor 23 ' dan Hoseok menatap perempuan yang tengah duduk sesambil menatap layar ponsel nya. Hoseok segera menghampiri meja tersebut. Dan wanita itu dan berdiri di depan nya. Wanita itu melirik. Dan tersenyum kecil. " Lama tidak bertemu Hoseok-ah.."..

•••

" Kau bisa langsung ke inti nya. Aku tidak mau berlama-lama Byeol-ah." Han Byeol. Sepupu dari Kim Seokjin itu menatap manik mata Hoseok lalu menghela napas. Teman sekelas nya dulu di saat masa SMA dulu. " Dokter mengatakan bahwa Kak Seokjin hanya mengalami amnesia sementara. Kak Seokjin juga sudah mengingat beberapa potongan ingatan nya. Namun dokter mengatakan bahwa Kak Seokjin kesulitan mengingat kejadian-kejadian sebelum kecelakaan. Dan Dokter mengatakan bahwa alasan mengapa kak Seokjin tidak pernah mengingat masa-masa sekolah nya. Karena... Kejadian itu tak lama setelah dia tak meninggalkan Sekolah. Yah kan?" Hoseok menatap Byeol. Apa yang Byeol katakan sebenar nya memang ada benar nya.

Tepat setelah dua tahun tidak bertemu Seokjin kembali. Namun belum sempat mereka bertemu mereka mendapatkan kabar dari orang tua Seokjin yang saat itu tengah dalam perjalanan pulang dari Bangkok. Bahwa Seokjin mengalami kecelakaan. " Setelah bertemu dengan mu kemarin. Kak Seokjin harus kembali menemui Dokter Lee karena sakit di kepala nya. Aku meminta mu untuk tidak terlalu memaksakan kak Seokjin. Jadi, jangan temui dia dulu bersama dengan teman-teman mu eoh." Hoseok menunduk kan kepala nya. Lalu menghela napas panjang nya. " Aku tidak bisa menjamin. Tapi aku bisa melakukan nya jika kau memberiku kesempatan untuk tau semua keadaan Kak Seokjin. Itu mungkin sedikit membuat ku legah." Byeol mengangguk. Lalu tersenyum kecil.

" Terimah kasih Hoseok-ah.." Hoseok mengangguk. Lalu tersenyum kecil. Hoseok bangkit dari kursi nya. Namun Byeol mencegah Hoseok dengan menarik tangan nya. " Ada satu hal yang ingin ku tanyakan lagi pada mu." Hoseok menatap Byeol. Lalu mengangkat dagu nya sedikit. " Apa itu?" Hoseok kembali duduk. Lalu menatap Byeol. " Saat koma, entah itu apa tapi Kak Seokjin pernah menyebutkan nama seseorang. Aku tidak mengenal nya. Tapi mungkin ini salah satu dari kalian." Hoseok membulatkan mata nya. Byeol mencoba mengingat sesuatu. Lalu menatap Hoseok dengan tatapan penuh pertanyaan.

" Siapa nama nya?" tanya Hoseok. Byeol menatap Hoseok lalu berhasil mengingat nama yang sering Seokjin sebutkan sewaktu koma dulu. " Ji.. Jimin." Hoseok membulatkan mata nya lagi. Lalu mengerutkan kening nya. " Kakak selalu menyebut nama itu. Dengan nada lirih sesambil berkata ini semua bukan salah mu. Dan mereka semua pantas mendapatkan nya. Kau. Tau orang itu?" Hoseok diam. Sebenar nya mulutnya ingin lolos mengatakan langsung lada Byeol namun. " aku tidak tahu."

Mulut Hoseok terlampau kaku dan tak bisa mengatakan nya. Hoseok meninggalkan Byeol di restoran itu. Dengan tangan yang terkepal sedikit dan  langkah kaki yang tergesa-gesa. Namun seiring langkah kaki yang semakin celat dengan hati yang gelisah. Pandangan Hoseok memburam.  Dan saat itu tubuh yang semula berjalan tegak dengan tergesa. Tergelatk di jalanan. Dengan kerumbunan orang yang mencoba mencari bantuan.

" WHERE ARE YOU "


' Dan kau hanya diam Setelah mereka memperlakukan mu seperti itu?!!'

' Jangan cegah aku untuk melakukan ini!'

Brakkk!!!

" hah!!!"  peluh itu memenuhi kening Jimin. Dan lagi, telinga nya berdengung. Jimin menutup telinga nya rapat. Sesekali memuku kepala nya sendiri agar mengurangi rasa sakit yang ada. Namun yang ada sakit yang ada di kepala nya bertembah membuat Jimin meringis sesambil menangis." k-kak.." Jimin mencoba memangil Yoori. Tapi nihil tak ada jawaban. Alat nya masih berfungsi walaupun tak seberapa jelas. Jimin mencoba bangkit dari kasur nya. Dan berdiri namun terjatuh sesambil menatap cairan kental keluar dari telinga dan hidung nya.

"s-sakit." Jimin mengerang. Ia tersungkur di lantai sesambil menangis. Darah mengalir derah di telinga dan hidung nya. Yoori yang saat itu baru keluar dari kamar mandi dan sudah siap dengan pakaian nya. Terkejut bukan main dengan keadaan mengenaskan Jimin. " Jimin!!"  Jimin masih sibuk bertaruh melawan antara sakit dan kesadaraan nya.

Yoori mencoba mengambil ponsel nya namun Jimin mencegah nya dan memeluk nya. " hei!! Kau.kau butuh pertolongan!!!" Jimin menggeleng pelan. Yoori mencoba melepaskan rengkuhan Jimin namun rengkuhan itu semakin erat.  "sa-sakit. He-hentikan." Perlahan memori itu memenuhi kepala Jimin. Yoori yang melihat nya terus mencoba melepaskan rengkuhan Jimin. "ja-jangan.. Te-tetap di-si-sini.. A-ayah.." Yoori  membulatkan mata nya. Kesadaran Jimin semakin menipis seiring dengan racauan tidak jelasnya. " Ji-jimin ti-dak m-mau ttingg-al di si-sini." Dan detik itu juga kesadaran Jimin benar-benar tak ada. Yoori segera menepuk . "Jim! Jimin Buka mata mu!! Jim!!" Yoori kalang kabut. Ia segera menelpon ambulance. Napas Jimin menipis. Yoori mendekati tubuh Jimin lalu mencoba memberi napas buatan. Ia mengelus pipi putih Jimin sesambil menangis. " Aku mohon tetap di sini. Ibu akan sedih Jimin. Jadi tetap lah di sini."

To be continued

00:50[20200604]

Where Are You || Park Jimin story ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang