Six:: Pelampiasan

34 5 0
                                    

            Usai meeting dengan rekan pengurus OSIS SMK Panca Bangsa, Alffy buru-buru meninggalkan sekolah untuk mengurusi persiapan bazar. Mulai dari mengumpulkan barang-barang dari masyarakat kemudian dikemas rapi, membuat kerajinan yang dikemas semodern mungkin, serta merencanakan untuk membuat beberapa produk makanan.

Sumbangan demi sumbangan ide mengalir begitu derasnya. Dari panitia dan masyarakat. Kebersamaan inilah yang Alffy apresiasi. Di tengah masyarakat yang sedang krisis moral dan pemikiran berkualitas, ternyata Allah masih menurunkan orang-orang yang mempunyai hati dan harapan untuk kejayaan Islam.

Cahaya-cahaya mulai memunculkan sinarnya. Semoga ini adalah awal yang baik dan terus diupgrade untuk menjadi lebih baik. Kita ada bukan untuk diri sendiri saja, ada umat yang harus kita terangi. Untuk apa hidup hanya mementingkan diri sendiri? Memangnya hati kita benar-benar sudah yakin bisa hidup seorang diri di muka bumi ini? Jujurlah dengan hati kita, tidak perlu ditutupi. Seegois-egoisnya orang, di dalam hatinya ada setitik harapan untuk kebaikan.

Diskusi. Bebas berpendapat. Menyatukan banyak kepala. Aspirasi-aspirasi harus disimpulkan. Hal itu tidak mudah, percayalah. Menggapai satu tujuan akan ada lika-liku. Meski harus berbeda jalan, tetapi satu tujuan.

Alffy bersyukur ada banyak kegiatan bermanfaat, setidaknya ada tempat untuk melampiaskan keresahan hati. Dengan ini pikirannya tersita pada kegiatan, bukan pada hal-hal tidak bermanfaat.

"Gimana nih, Fy? Udah malam. Lanjut sekarang atau besok?" tanya Dani saat melihat seorang perempuan tertidur dalam posisi duduk sambil memegang sebuah kotak.

Alffy sedang ingin pergi dulu dari rumah, mencari tempat istirahat untuk menenangkan pikiran. Pertengkaran kedua orang tuanya tadi pagi masih membekas. Bundanya mengotot ingin kerja untuk membantu biaya pengobatan Giva, sedangkan ayahnya menolak hal itu. Perseteruan terus belanjut hingga terlontar kata-kata kasar. Dan Alffy tidak sanggup untuk mendengarnya lagi.

"Aku di sini aja dulu. Kalau kalian mau pulang ya pulang aja."

"Bener nih? Nggak pa-pa sendirian?" Pemuda bertopi hitam bertanya untuk meyakinkan Alffy.

"Kayak masjid di tengah hutan aja. Ya nggak pa-palah. Emang kenapa?"

"Ya nggak pa-pa juga sih. Tapi, Fy. Ini kegiatan bersama, harusnya dikerjain bersama juga. Jangan terlalu memforsir dirilah. Besok pun masih ada waktu untuk mengemas semuanya," saran Dani.

Mereka tidak tahu masalah Alffy saja. Kegiatan ini akan menjadi pelampiasannya. "Ya... aku nggak masalah. Di rumah juga lagi nggak ada kegiatan. Sayang waktu kan. Aku akan pulang jika udah ada rasa mau pulang, insyAllah."

Dan akhirnya Alffy benar-benar ditinggal sendirian. Waktu berjalan tanpa disadari. Puncak malam pun tiba, Alffy sendirian dengan bertumpuk-tumpuk barang. Dan sebelum subuh, semua yang berserakan harus tertata rapi. Masjid harus kembali bersih, seperti sebelum ada barang-barang itu.

Hal terakhir yang Alffy kerjakan adalah mendesain celengan dari bambu semodern mungkin. Kegiatan penutupnya membersihkan masjid. Barang untuk bazar ditumpuk di paling belakang masjid, ditata serapi mungkin, dipilah-pilih mana yang sudah sempurna dan tidak. Selepas itu baru mau pulang ketika jam menunjukkan angka dua.

Ini sudah terlalu malam untuk pulang, Alffy tahu itu. Pintu rumah pun sudah dikunci. Dan terpaksa harus tidur di depan rumah, bersandar dengan pintu, berselimut sarung. Hingga malam pun terlewati. Adan dari satu masjid dan masjid lainnya saling bersautan, menyadarkan Alffy dari lelapnya tidur.

Tanpa Alffy prediksi. Dari kejadian itu menjadi masalah baru, sumber pertengkaran antara Fikar dan Ratu.

Alffy ditampar sedemikian keras tepat ketika bundanya membukakan pintu.

Allah Sedang Mengajari Aku #FJSTheWWG ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang