“Kamu akan mengalami kebingungan dalam menentukan masa depan ketika mau beranjak dewasa.”
Alffy tidak percaya itu. Kebingungan apa? Kepalanya digelengkan pelan.
“Kenapa? Kamu tidak percaya, Dek?”
Ternyata gerak-gerik Alffy terbaca. Pemuda itu tersenyum kaku kepada seniornya. “Di sini, di dunia, kita hanya mempersiapkan untuk menuju ke sana. Kenapa harus bingung? Lakukan yang terbaik, kita tidak tahu hal apa yang menanti kita di ujung perjalanan. Bahkan kita tidak tahu apa yang akan terjadi satu detik setelah ini.”
“Tapi dulu kakak pernah bingung. Tidak tahu arah hidup, alasan hidup, dan apa yang harus kakak lakukan.”
Alffy tersenyum untuk menghormati Kak Fara—seniornya di komunitas pecinta skateboard. Tidak ada yang akan Alffy bingungkan tentang masa depannya karena dia sudah mempunyai visi hidup dari sekarang.
“Gue juga kayak gitu, Kak Far. Bahkan sampai sekarang. Ragu sama cita-cita, kehilangan arah, bingung dengan masa depan. Apalagi sekarang lagi kelas 12. Mau lanjut kuliah, bingung ke mana, kalau ke PTN auto di tolak. Mau kerja pun bingung harus kerja apa.”
Alffy memicingkan mata menanggapi cerita Afdan. Bingung masa depan? Alffy tidak tahu rasanya. “Terus Kak Afdan maunya apa? Kuliah atau kerja?”
“Kuliah sih. Mau nambah wawasan mumpung masih muda.”
“Kalau mampu dari berbagai segi, lebih baik kuliah. Tapi kalau tidak, jangan memaksakan. Kita harus yakin jika setiap orang punya jalan kesuksesan masing-masing,” ujar Alffy penuh wibawa di usianya yang masih tujuh belas tahun.
“Masalahnya gue SMK, itu pasti agak sulit. Belum lagi yang masuk ranking sepuluh besar di kelas nggak ada yang mau lanjut kuliah. Gue yang nggak pernah masuk sepuluh besar jelas insecure-lah.”
Tanpa disadari oleh Afdan, Alffy menangkap sesuatu yang besar, yang tidak semua orang punya. “Kamu sudah benar, Kak. Itu tandanya Kak Afdan orang yang haus ilmu. Aku salut.”
“Permasalahannya gue insecure sama orang yang ambis banget. Mereka sudah mempersiapkan banyak hal untuk masuk PTN sejak SMP. Gue malah baru kepikiran kuliah pas mau naik kelas 12.”
Insdcure bersifat manusiawi, mungkin. Terkadang kita merasa ngeri melihat orang yang sebegitu mati-matian untuk memperjuangkan sesuatu. Namun, bukan berarti kita yang tertinggal menyiapkan sesuatu akan mutlak pulang dengan kekalahan. “Begini, Kak.” Alffy mengubah posisi duduknya mencari posisi ternyaman. “Jangan pandang negeri atau swastanya. Yang terpenting ilmunya. Semoga ilmu yang didapat bisa bermanfaat bukan untuk diri sendiri saja, tapi orang lain juga.”
Usia tidak menjamin kedewasaan. Alffy memang masih belum tahu luasnya dunia ini dan problema apa saja yang ada di dunia ini. Namun, wawasannya sudah cukup luas untuk memahami beberapa hal tentang kehidupan. Fara, Afdan, dan teman-teman yang lainnya tersenyum kagum atas atas kata-kata Alffy.
*Sedingin-dinginnya sikap Ratu, mana ada seorang ibu yang tidak mempunyai rasa sayang untuk anaknya. Mendengar pengakuan Alffy yang sudah menolak pertukaran pelajar sontak membuatnya merasa gagal, gagal memperjuangkan Alffy di hadapan suaminya.
“Maafkan bunda, Fy,” ujarnya penuh dengan keseriusan.
“Tidak apa-apa. Aku yakin masih banyak kesempatan di kemudian hari.” Hatinya memang masih sedih, tetapi tidak seluruhnya. Motivasi-motivasi yang diciptakan sendiri sedikit menumbuhkan keikhlasan. Hari ini mungkin belum menerima, tidak tahu jika besok, mungkin akan lupa dengan sendirinya. Semoga. “Siapa tahu, esok, lusa, satu bulan lagi, satu tahun lagi, Alffy dapat sesuatu yang besar, lebih dari ini. Terima kasih ya, Bun. Terima kasih untuk perjuangan bunda di depan ayah.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Allah Sedang Mengajari Aku #FJSTheWWG ✔
EspiritualLight from the dark side Kehadirannya adalah kedamaian. Dia sangat sempurna berperan dalam kehidupan. Sang penebar harapan. Dia sangat mencintai dan dicintai. Namun, di balik itu, ada beberapa hal yang tertutup rapat. Sosoknya tegap gagah di tengah...