Eighteen:: Ini yang Terakhir, Sayang

32 6 0
                                    

            Menjaga kesehatan untuk persiapan pencangkokan ginjal harus Alffy lakukan. Di samping lain pekerjaannya tidak bisa dikesampingkan. Berulang kali manager dan atasannya mendesak Alffy untuk kembali lagi ke Cikarang. Alffy jika sudah bekerja dan berkegiatan bersama teman-temannya tidak akan sadar bahwa tubuhnya perlu istirahat. Sebisa mungkin harus berusaha menghindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.

"Za, kuliah kamu bagaimana?" tanya Alffy via telepon.

"Libur sampai akhir bulan depan. Makanya aku mau memastikan, kalau kamu masih lama di Jakarta, aku mau pulang kampung."

Alffy berpikir sejenak. "Ya sudah, kamu pulang aja. Aku di sini masih lama."

"Aku perlu ke Jakarta, nggak? Soal pulang bisa aku tunda."

"Nggak pa-pa, Za. Jangan. Kita kerja by virtual aja. Aku nggak mau banyak kegiatan dulu. Mau istirahat sejenak."

Berbulan-bulan lamanya Alffy harus ketat menjaga kesehatan. Tidak banyak aktivitas bukan Alffy banget. Kebebasan adalah dunianya. Harus menjaga pola makan, rutin olahraga, dan tidak boleh beraktivitas yang berat seakan siksaan untuk Alffy. Kondisi seperti inilah definisi dunia terbalik dalam hidup pemuda itu.

Alffy menghela napas seraya menyugar rambutnya. Hari yang melelahkan bagi Alffy adalah tidak bisa beraktivitas sebanyak sebelumnya. Di saat orang lain memulihkan tenaga dengan istirahat, justru Alffy merasa tenaganya bisa pulih jika berkumpul dengan banyak orang dan membahas hal yang bermanfaat.

"Sabar, Fy. Hanya sementara waktu," katanya untuk menyemangati diri seraya membaringkan tubuhnya.

Dia mulai murojaah hafalannya hingga tertidur dengan sendirinya, berbaring dengan memeluk guling.

"Giva, kakak sayang sama kamu. Apa pun akan kakak lakukan," gumamnya masih dengan mata terpejam. Sebuah ungkapan tanda cinta yang tidak akan pernah pudar. Di alam bawah sadarnya, Alffy masih memikirkan adiknya.

"Kak Api, Bunda," seru anak dalam gendongan bundanya seraya menunjuk kamar kakaknya yang terbuka.

Ratu yang melihat pulasnya tidur Alffy menggeleng tegas. "Nanti, ya. Kasihan kakaknya lagi tidur."

"Mau main, Bunda. Sama Kak Api."

"Mainnya setelah kakak bangun, ya. Biarkan kakak istirahat dulu."

Giva berontak dari gendongan hingga wanita bergamis itu kewalahan.

"Sayang, aduh." Ratu terkejut karena takut putrinya hilang keseimbangan ketika menapak. "Hati-hati, Ya Allah kamu ini...."

Anak itu berlari memasuki kamar kakaknya dan langsung naik ke tempat tidur. "Kak, Kak," panggilnya disertai kejahilan. Giva mencubit hidung kakaknya, tetapi pemuda itu masih bergeming. "Kak Apiiii," panggilnya lebih keras dan kali ini disertai tamparan di pipi.

"Innalillahi, awsh...." Alffy mengaduh seraya memegang pipi. Kesadarannya langsung kembali detik itu juga. "Ya Allah...." Matanya mengerjap berulang kali untuk memperjelas penglihatan.

"Kak, ayo belajar sama main! Kata bunda, habis aku dioperasi kali ini Giva akan sekolah di luar!"

Sebenarnya Alffy mumet dan takut jika membahas soal operasi yang akan terjadi. Berbagai pikiran buruk selalu menghampiri, tetapi berusaha dia sangkal.

"Tadi bunda udah larang Giva untuk bangunin kamu. Tapi ... ya, adik kamu ini," kata Ratu.

"Nggak pa-pa kok," jawabnya biasa saja meski hatinya jengkel. Bangun tiba-tiba mengakibatkan kepalanya pening. "Giva mau sekolah di mana?"

Allah Sedang Mengajari Aku #FJSTheWWG ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang