Ten:: Karya Terbaik

32 7 0
                                    

            Cania.

Ya, anak itu.

Anak yang sangat mengagumkan.

Alffy takjub saat tahu bahwa anak itu mengajar bahasa Inggris di pedalaman. Semakin banyak anak yang punya kesadaran seperti Cania semakin baik pula negeri ini. Jangan memimpikan kita mampu memperbaiki Indonesia jika kita tidak mampu memperbaiki diri sendiri dan lingkungan sekitar. Alffy terharu dengan kata-kata itu.

Cintanya terhadap Indonesia benar-benar harga mati.

"Ini kesadaran dari diri aku sendiri sih. Aku tidak bisa seberani Alffy Rev dalam memproduksi karya keren-keren untuk negeri. Aku tidak punya bakat seperti Shanna Shannon untuk menyuarakan kecintaannya lewat lagu. Aku juga tidak secerdas Jerome yang punya cita-cita menjadi menteri pendidikan. Tapi dengan aku mencintai diri sendiri, melihat peluang di sekitar, aku ingin berkontribusi untuk negeri ini sekecil apa pun itu."

"Ini di depan kamu itu Alffy loh," canda pemuda itu mengundang tawa Cania yang indah.

Bicara tentang Cania tidak akan habis seratus lembar. Alffy bersyukur sedalam-dalamnya telah dipertemukan dengan seorang gadis yang penuh cinta dan ketulusan. Melakukan sesuatu karena cinta, bukan materi.

Mereka sharing hal-hal yang seru, sesekali tertawa lepas. Sampai kunjungan dari Universitas Ganesha telah tiba di basecamp Indonesia Membaca. Mereka menyambut tamu dengan penuh gembira.

"Alffy?"

Pemuda itu cengo sebentar sebab bingung. Darimana salah satu mahasiswa itu tahu nama Alffy. "Ya?"

"Kamu lucu sekali."

Perbincangannya hanya sebentar. Namun, berefek sampai Alffy pulang ke rumah. Sebenarnya siapa dia? Wajah perempuan mahasiswa itu seperti tidak asing, seperti pernah bertemu dengan Alffy sebelumnya, tetapi di mana?

Pemuda itu sampai di rumah sesuai janji. Hanya membutuhkan waktu dua jam untuk berkegiatan. Adiknya pun sudah menunggu di ruang utama rumah. Baru saja Alffy membuka pintu, anak itu langsung berlari dan memeluk kaki kakaknya.

"Ini kenapa sih?" Alffy merengkuh adiknya ke dalam pelukan, badannya direndahkan untuk menyetarakan tinggi dengan adiknya. "Ada apa, hm?"

"Kak Api lama."

Alffy melihat waktu di jam tangannya. Tidak sampai telat. Bahkan ini kurang dari dua jam. "Kakak kan tadi izinnya dua jam."

"Lama!" tegas Giva lagi dengan wajah cemberut.

"Iya, maaf." Mengalah tidak akan membuat kita rendah. Alffy mengelus surai sang adik dengan lembut, membawanya menuju sofa. "Bunda di mana? Kok kamu sendirian?"

"Tadi bunda sama ayah."

"Ayah?" tanyanya untuk memastikan tidak salah dengar. Bukankah ini jam kerja?

"Iya, ayah. Tadi ayah sedih, terus bunda bawa ke belakang."

Ada apa lagi?

Pemuda itu tampak gelisah setelah mendengar tentang ayahnya. Namun, sebisa mungkin tetap bersikap biasa saja di hadapan adiknya.

"Kak Apiiii," seru Giva seraya menepuk-nepuk pipi kakaknya. Bahkan tanpa Alffy sadari, Giva sudah sudah di atas pangkuannya. "Kak Api kenapa?"

"Eng...gak. Tadi apa Giva?" tanyanya melantur, kesadarannya belum sepenuhnya kembali. "Eum... jadi Giva sekarang mau ngapain sama kakak?" ralatnya sambil mengusap pipi Giva.

Allah Sedang Mengajari Aku #FJSTheWWG ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang