Tahun ajaran baru dimulai. Aku sudah kelas dua, itu artinya aku harus lebih semangat dan lebih serius dalam belajar karena sebentar lagi kami akan lulus dan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Aku harus mulai fokus dan menentukan akan kuliah dimana.
Aku masuk ke ruang kelas yang sama, namun kali ini dengan nama yang berbeda; Kelas 11-6. Anggota kelasnya pun tetap sama, kami akan menghabiskan waktu tiga tahun di kelas yang sama. Aku tersenyum pada beberapa teman yang kutemui di kelas sembari berjalan ke arah kursi yang biasa kutempati. Satu persatu siswa kelas ini datang dan mengisi tempat duduk yang mereka pilih, berhubung ini hari pertama tahun ajaran baru, seluruh siswa diberikan pilihan untuk menduduki kursi yang diinginkan selama kursi tersebut kosong. Lyra datang menghampiri mejaku dan tahun ini sepertinya Lyra akan menduduki bangku yang sempat diduduki Sita setahun kemarin, karena Sita belum juga datang.
"Mukanya kusut sekali, Ra?" godaku melihat wajah Lyra yang mengantuk.
"Iya, Kar. Aku ngantuk sekali. Tadi malam aku tiba dari kampung sekitar pukul dua pagi, dan aku kurang tidur," sahutnya lemas. Aku menepuk bahunya pelan.
"Kamu ke UKS saja, tidur disana. Istirahat nanti aku dan Sita akan kesana," saranku padanya. Ia terlihat menurut karena sepertinya sangat ingin melanjutkan tidurnya yang tertunda. Sita datang dan menduduki kursi di belakangku, satu meja dengan Linda.
Tak berapa lama kemudian, Rama datang berbarengan dengan Ardy, mengisi kursi kosong yang terletak di belakang, tempat paling strategis untuk menghindari tatapan guru di meja depan. Aku melihat ke arahnya senang, berharap ia melihat ke arahku. Tatapan kami beradu dan aku melemparnya senyum lebar. Ia menatapku dan membalas senyumku singkat, lalu beralih kepada Ardy dan teman lainnya. Apa aku tidak salah lihat? Ini tidak seperti Rama yang biasanya, yang selalu cengar- cengir setiap kali berjumpa denganku. Ah, mungkin hanya perasaanku saja.
Namun kenyataannya, perasaan aneh itu bukan sekedar perasaan. Rama benar-benar bertingkah aneh, ia terlihat seperti menjauhiku. Sungguh, aku merasakan itu. Biasanya ia menyapaku ketika kami berpas-pasan, tapi sekarang ia tidak melakukannya bahkan sekalipun. Aku merasa sedih sekaligus bingung. Apa ada sesuatu yang membuatnya marah kepadaku? Apa aku melakukan kesalahan? Terakhir kali kami berjumpa adalah setelah kami melakukan wisata di villa keluarganya di puncak. Apa ada yang salah selama disana? Aku rasa tidak. Setelah malam kami melihat bintang, kami bertingkat seperti biasanya. Tidak ada apapun yang terjadi. Lalu apa yang membuatnya seperti ini?
Tingkahnya sudah berlangsung selama seminggu, dan ini benar-benar menggangguku. Ketika kami menyelesaikan tugas mading di ruang komputer pun ia duduk berjauhan dariku. Aku jadi sedikit kesal padanya. Aku harus menyelesaikan masalah ini, menurutku. Hari ini adalah jadwal pertemuan klub mading seperti biasanya. Kurasa ini waktu yang tepat untuk berbicara padanya. Aku datang lebih awal dari waktu yang seharusnya, dengan harapan ia datang sendiri jadi kami bisa berbicara berdua.
Perkiraanku tepat sekali. Kulihat Rama masuk ke ruangan sambil bermain handphone, tanpa sadar bahwa aku sudah menatapnya sambil berdiri. Ketika ia melihatku, ia mematung. Wajahnya sedikit pias. Aku berdiri tepat di depannya, menatap mata coklat kehijauan miliknya. Kami berdiri dalam waktu yang cukup lama.
"Rama, beritahu aku..." ujarku memulai percakapan. Ia masih terdiam. "Beritahu aku apa yang terjadi padamu akhir-akhir ini. Kenapa kamu menjauhiku?" tanyaku langsung pada inti permasalahan. Pupil matanya membesar.
"Aku tidak menjauhimu."
"Bohong," sahutku cepat. Jelas ia berbohong, aku tahu betul perubahan sifat itu. Ia kembali terdiam. "Tolong jujur," lanjutku.
"Apa sih," suaranya mulai terdengar ketus. Aku menggigit bibirku, berusaha bertahan untuk menyelesaikan masalahnya. Kalau bukan Rama, mungkin aku akan langsung berlari menghindarinya selama apapun yang kubisa. Namun ini Rama, laki-laki pertama yang terus bersarang di pikiranku selama libur sekolah, bahkan mungkin sejak pertama kali ia menatapku pada saat perkenalan dirinya sebagai siswa baru di kelas ini. Rama berjalan melewatiku, menuju area kosong di ruangan bagian belakang tempat kami biasa mengerjakan tugas mading. Aku mengikutinya dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana Semesta [✔️]
Romance"Atau mungkin ini bukan kebetulan? Mungkin ini takdir." Aku masih ingat betul bagaimana laki-laki tinggi tegap dengan senyum lebar itu bisa membuatku jatuh cinta- jatuh cinta yang teramat dalam- sebelum akhirnya harus kandas karena ia lebih memilih...