PENGAKUAN RAMA

593 109 1
                                    

Aku memakai sneakers putih sebagai sentuhan terakhir dari outfit yang kukenakan. Oversized sweater berwana broken white kulengkapi senada dengan syal rajut berwarna khaki yang terbalut di leherku. Warm tone menjadi kesukaanku akhir-akhir ini karena suasana musim gugur di London. Aku menyambar slingbag bergaya bohemian dan berjalan cepat keluar hotel. Sebuah mobil sport hitam sudah terparkir tepat di depan pintu masuk hotel. Rama berdiri di pintu masuk penumpang dan menatapku dengan senyum lebar. Aku membalas senyum sembari menghampirinya pelan.

"Ayo, kita mulai 'Karina the Explorer'nya," ujarnya lalu tertawa ringan sambil membuka pintu mobil pelan dan mempersilakanku masuk. Aku hanya tertawa kecil dan memasuki mobilnya. Rama menyusul sedetik kemudian di kursi pengemudi.

"Mau kemana kita? Tanyakan pada Karina!" lanjutnya menirukan gaya salah satu kartun yang sering aku tonton pada masa kecil.

"Kamu yang lebih tahu, Rama. Bawa aku ke lokasi yang bagus disini," jawabku dengan senyum yang belum luntur sedari tadi. Aku hanya tidak menyangka, aku dapat merasakan hari-hari yang dulunya hanya terjadi dalam mimpiku. Ia mulai menginjak pedal perlahan dan kendaraan roda empat ini bergerak menuju lokasi yang Rama tuju.

"Kamu mau belanja oleh-oleh hari ini atau nanti saja sehari sebelum pulang?" Rama bertanya.

"Nanti saja belanjanya, hehehe," jawabku singkat.

"Baiklah. Kau tahu? Meskipun tempat yang akan kita tuju ini cukup ramai karena sudah akhir minggu, namun kita pergi pada waktu yang tepat karena kalau pagi begini belum banyak pengunjung yang datang. Tujuan pertama kita adalah... Ini!" Rama memelankan laju kendaraannya dan memarkirkannya di lahan parkir tepi jalan. Aku melihat gerbang mewah yang terbuka di seberang jalan, di dalamnya terdapat jalan panjang dengan tumbuhan warna-warni di sisi kiri dan kanannya. Kurasa ini taman.

"Ini adalah Queen Mary's Rose garden. Taman yang diisi banyak bunga mawar. Apa kamu suka?" Kami berjalan pelan memasuki taman. Benar saja, terhampar begitu banyak bunga mawar dengan warna yang berbeda di antara kami. Aku tersenyum senang dan mengangguk semangat. Aku tidak tahu apakah Rama tahu aku suka bunga mawar sedari dulu atau memang ini tempat wisata yang patut didatangi oleh setiap wisatawan.

"Aku suka sekali, Rama."

"Aku tahu kamu suka mawar, Karina. Dulu kamu pernah bilang padaku, kamu ingat? Waktu aku bingung hendak memberi Lyra apa," aku terdiam mendengar ucapannya. Sebuah kenangan melesat ke dalam pikiranku, hari dimana Rama sedang kebingungan, ia bertanya padaku bunga apa yang harus ia beri pada Lyra dan aku menjawab mawar putih. Aku menyarankannya bunga jenis itu karena aku tahu Lyra menyukai mawar putih, sama sepertiku.

Aku tersenyum kecil, "Begitu, ya," jawabku pelan. Kami menyusuri taman sembari menikmati angin pagi yang berhembus perlahan.

"Kalau kamu pergi pada musim semi, akan lebih banyak mawar yang mekar," aku mengangguk kecil. Mataku tertuju pada setangkai mawar berwarna putih di antara sepetak tumbuhan mawar yang tidak berbunga.

"Rama, lihat. Hanya ada satu tangkai mawar yang mekar disini," aku mendekati tumbuhan mawar setinggi pinggang dewasa.

"Kurasa disini mawar putih semuanya. Semua mawar disini ditanam dengan warna yang sama setiap petaknya," jelas Rama berdiri di sampingku. Aku menyentuh kelopak mawarnya perlahan.

"Kau ingin memetiknya?" tanya Rama. Aku menggeleng.

"Aku hanya ingin menyentuh dan menghirup aromanya, aku tidak akan memetiknya."

"Kenapa? Bukankah kamu suka mawar putih?"

"Kurasa kita tidak harus menjadikan sesuatu yang kita sukai sebagai milik kita secara paksa, benar kan? Justru kita akan menjadi egois, karena tidak memikirkan mawar yang mungkin ingin terus melekat di tangkainya," jelasku menerawang. Aku membayangkan Rama yang memilih bersama Lyra dan aku tetap menyukainya dari jauh tanpa berusaha memaksakan kehendakku untuk bersamanya.

Renjana Semesta [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang