Aku membasuh wajah di wastafel perlahan. Cahaya matahari masuk melalui sela-sela jendela yang sedari tadi masih belum kubuka. Matahari terlihat sudah tinggi, namun aku baru saja terbangun dari tidur yang hanya empat jam kulakukan. Sulit sekali bagiku untuk bisa tidur malam tadi. Semua masalah yang terus-menerus muncul membuat mataku membengkak. Aku tidak bisa menahan tangisku sedari kemarin sore. Pagi ini pun aku terbangun karena telfon dari kak Rigel yang menawarkan tumpangan ke toko. Aku menatap wajah kusutku di cermin wastafel. Lingkaran hitam melengkapi penampakan betapa depresinya diriku, kurasa. Meskipun kelelahan, aku harus tetap masuk toko. Ada pesanan yang harus diselesaikan dua hari lagi. Aku bergegas bersiap-siap seadanya.
Kulangkahkan kakiku lunglai membuka pintu kaca. Belum sedetik aku menarik nafas menghirup aromaterapi pengharum ruangan toko, aku menemukan sosok yang sungguh tak ingin kutemui. Maria duduk dengan tenang membaca majalah yang sengaja kuletakkan di meja ruang depan. Aku tertegun. Ia terlihat sangat cantik dan anggun, dengan dress A-Line selutut berawarna putih polos, ia menguncir rambutnya yang panjang. Meskipun dengan make up yang tipis, ia tetap terlihat memesona.
Tidak.
Aku tidak tertegun karena penampilannya yang begitu memukau. Aku tertegun karena seseorang yang berusaha aku hindari ada di hadapanku saat ini. Aku berdiri mematung menatapnya. Merasa diperhatikan, ia mengalihkan pandangannya dari majalah ke arahku. Kami bertatapan lama.
Ia tersenyum pelan, lalu berdiri, "Halo, Karina," sapanya santai. Aku berusaha bertingkah seperti biasa, membalas senyumnya.
"Hai, Maria. Apa kamu menungguku?" balasku berusaha tenang.
"Ah, iya. Tapi aku baru saja sampai, kok."
"Apa kamu... mau melihat perkembangan gaun pengantinnya? Kamu bisa langsung menemui karyawan disini..."
"Tidak, aku tidak bertujuan melihat gaunnya, Karina. Kurasa Rama sudah memberitahumu, bukan?"
Aku terdiam.
"Aku hanya ingin membicarakan sesuatu padamu..." lanjut Maria. Jantungku berdegup kencang. Perkataan Maria bahkan terdengar lebih mengkhawatirkan dibanding perkataan yang diucapkan Rama atau kak Rigel. Aku menarik nafas dalam, lalu duduk di sofa dekatnya.
"Maria, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud..."
"I know," sahutnya memotong perkataanku. Wajahnya tetap tenang, "Let me tell you our story," lanjutnya. "Aku mengenal Rama belum terlalu lama, kurasa. Kebetulan ia adalah tetanggaku di apartemen di London. Awalnya kami berteman seperti biasa, tidak ada sesuatu yang istimewa di antara kami. Aku berteman baik dengan teman-temannya dan kami sering menghabiskan waktu bersama. Setelah pertemanan kami bejalan beberapa bulan, akhirnya ia mau terbuka padaku mengenai kisah hidupnya. Aku tahu mengenai kisahnya yang dilema terhadap dua orang gadis ketika SMA. Aku tahu penyesalannya tidak memilih gadis yang justru sebenarnya paling ia sukai. Aku hanya tidak tahu siapa gadis itu.
Boleh dibilang kisah kami mirip. Saat itu aku baru saja berpisah laki-laki yang paling dalam menempati hatiku. Akulah yang pertama kali mencoba untuk menyukainya, Karina. Bukan dia. Aku menjadikanku sebagai pengganti laki-laki itu, walau hingga saat ini aku masih belum berhasil maju dan melupakannya. Kami sadar kami hanya berupaya untuk melupakan orang yang paling kami cintai satu sama lain, dan bodohnya kami terus melakukan itu hingga orang tua kami bertemu dan memaksa kami untuk lanjut kepada ikatan yang lebih serius.
Sungguh kesalahan besar bagi kami yang bersama raga namun tidak dengan jiwa untuk menikah. Aku memutuskan hubunganku dengan Rama bukan karena kamu, namun karena... Laki-laki yang sebenarnya menempati hatiku itu kembali ke kehidupanku. Aku merasa kami berhak melanjutkan hubungan yang sempat tertunda. Aku menginginkan yang terbaik untuknya. Ketika aku tahu bahwa kamulah gadis yang dulu ia maksud, aku menerima kenyataan itu. Rama sahabatku, dan orang yang ia cintai bukanlah musuhku. Aku tahu kamu wanita yang baik, Karina."
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana Semesta [✔️]
Romance"Atau mungkin ini bukan kebetulan? Mungkin ini takdir." Aku masih ingat betul bagaimana laki-laki tinggi tegap dengan senyum lebar itu bisa membuatku jatuh cinta- jatuh cinta yang teramat dalam- sebelum akhirnya harus kandas karena ia lebih memilih...