Bandung, 2010
Suasana kelas sedang riuh pagi ini. Waktu sudah menunjukkan pukul 08.15, namun guru yang biasa masuk sesuai jadwal pagi ini belum terlihat batang hidungnya. Ini sudah terlambat lima belas menit dari kondisi biasanya. Beberapa anak terlihat mengobrol satu sama lain, beberapa lagi memilih untuk fokus pada game yang ada pada gawai masing-masing. Aku pribadi lebih memilih untuk fokus dengan komik Jepang bergenre romantis ini, kesukaanku.
"Kar, kamu tahu tidak? Ada anak baru!" Lyra, salah satu sahabat baikku sejak SMP menepuk bahuku dengan penuh semangat.
"Oh ya? Laki-laki atau perempuan?" tanyaku menoleh padanya, memutuskan untuk menutup komik yang baru setengah kubaca.
"Katanya laki-laki. Aku belum lihat langsung. Sita yang sudah lihat, tadi dia jumpa sama anak baru itu di lobi depan," ujar Lyra sembari melirik ke arah Sita yang duduk tepat di sebelahku. Sita juga salah satu sahabat baikku yang sudah kukenal sejak duduk di bangku SMP. Kami selalu menghabiskan waktu bersama sedari SMP, hingga bangku kelas 1 SMA seperti sekarang ini.
Sita yang sedang sibuk dengan ponsel miliknya melihat kearahku dan Lyra ketika namanya disebut, "Iya, sepertinya dia yang jadi murid barunya, hehe. Soalnya dia terlalu mencolok dan menarik perhatian, lagipula aku belum pernah lihat dia sebelumnya di sini. Jadi aku yakin dia anak barunya," ucap Sita serius. Aku mengernyitkan dahi bingung.
"Mencolok dan menarik perhatian? Memangnya dia pakai baju aneh-aneh?" tanyaku lalu tertawa.
"Bukan, bukan. Dia mencolok karena wajahnya sedikit bule! Seperti anak pindahan dari luar negeri gitu. Ganteng sekali tahu, hahaha," jawab Sita dengan semangat. Lyra dan aku hanya tersenyum geli.
"Bule? Wah seru dong. Semoga masuk ke kelas kita saja ya," canda Lyra mengikuti tawaku. Jujur aku tidak terlalu tertarik dengan murid baru. Bagiku, kemungkinan murid baru itu masuk ke kelas ini kecil, karena sekolah kami terdiri dari empat kelas bilingual atau kelas dengan dua bahasa dan empat kelas reguler. Ditambah lagi jumlah murid di kelasku yang sudah mencapai batasnya, jadi aku merasa ia akan masuk ke kelas di sebelah kelas kami atau kelas lainnya. Obrolan kami yang tidak terlalu panjang itu dipotong oleh suara pintu kelas yang dibuka perlahan. Seluruh murid di kelasku terdiam dan menatap ke daun pintu, berharap yang masuk bukanlah guru pada jam seharusnya.
Dari luar masuk seorang guru fisika sekaligus wali kelas kami, bu Dinda, diikuti seorang laki-laki tinggi yang mencolok dan menarik perhatian karena wajahnya yang begitu asing, seperti deskripsi Sita. Tidak salah lagi, ia murid baru yang baru saja kami bicarakan. Mataku tertuju padanya. Tidak, tidak hanya mataku. Mata kami semua yang ada di kelas ini tertuju padanya. Anak laki-laki itu benar-benar menarik perhatian. Kulitnya yang putih pucat bila dibandingkan dengan kulit kami semua yang ada di kelas ini, bola mata yang coklat kehijauan, hidung yang kecil dan mancung, serta rambutnya yang coklat kemerahan. Tatapan matanya penuh ketenangan dan ia terlihat sangat rileks, untuk ukuran seorang anak yang akan hidup di lingkungan baru. Sejenak aku merasa terpana sebelum akhirnya mengalihkan pandangan. Bu Dinda berdiri di samping meja guru dan menatap kami semua.
Dia bukan 'sedikit bule' seperti yang digaungkan Sita, dia jelas-jelas 'bule', batinku.
"Selamat pagi, anak-anak. Hari ini kita kedatangan anggota baru dari daerah yang jauh tapi jangan khawatir, walaupun kelihatannya dia bule, dia tetap lancar bahasa Indonesia kok karena ibunya asli disini," Bu Dinda membuka suasana kelas dengan baik sebelum mempersilakan murid baru itu mengenalkan diri. Mata kami kembali tertuju pada murid baru tersebut, menantinya bersuara. Ia terdiam sejenak dan memandang kami satu persatu, lalu menarik nafas pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana Semesta [✔️]
Romance"Atau mungkin ini bukan kebetulan? Mungkin ini takdir." Aku masih ingat betul bagaimana laki-laki tinggi tegap dengan senyum lebar itu bisa membuatku jatuh cinta- jatuh cinta yang teramat dalam- sebelum akhirnya harus kandas karena ia lebih memilih...