Kami memutuskan untuk melakukan pesta barbeque kecil-kecilan di halaman belakang villa milik keluarga Rama malam ini. Setelah siang tadi Lyra dan Sita sangat bersemangat berenang sampai sore, Rama mengatakan pada kami akan memanggang daging sebagai makan malam. Pak Mamat telah menyiapkan banyak sekali daging sapi segar dan jagung yang akan dibakar. Aku memotong daging berbentuk dadu dengan semangat. Daging sapi adalah makanan kesukaanku, sungguh. Aku dapat menghabiskan begitu banyak daging sapi sendirian. Daging yang sedang kupotong akan dijadikan sate, dengan bumbu bakar yang dibuat Sita dan Lyra. Rama dan Ardy terlihat tengah mempersiapkan panggangan, dan Azlan sibuk mengupas kulit jagung. Kami memutuskan untuk melakukan semuanya sendirian, meskipun pak Mamat bersikeras ingin membantu.
"Kar, kami menyerah, Kar. Kami bingung membedakan lengkuas dan jahe," Sita mengeluh mendekatiku, diikuti cengiran Lyra. Memang sepertinya membiarkan mereka menyiapkan bumbu adalah langkah yang kurang tepat. Aku tertawa melihat ekspresi lelah merekan dan memberikan pisau potong kepada Lyra dan Sita.
"Yasudah, biar aku yang kerjakan bumbunya. Sita tolong potong dagingnya bentuk dadu, Lyra bisa potong dagingnya tipis-tipis?" Lyra dan Sita mengangguk dan mengambil pisau yang kuberikan. Aku melanjutkan pekerjaan mereka membuat bumbu bakar, sekaligus bumbu kacang untuk sate. Memang di antara kami bertiga, aku termasuk orang yang tahu banyak mengenai cara memasak berbagai macam makanan. Ibu mengajariku banyak resep makanan sedari kecil, mengingat ibuku pernah membuka bisnis katering sebelum kerja kantoran.
Kami mulai memanggang daging dengan senang. Lyra terlihat sesekali mencuri sate yang baru matang, dan akan tertawa lalu kabur bila ketahuan atau bahkan hendak dicubit dengan pencapit daging oleh Rama. Kami duduk melingkari makanan di teras belakang villa selepas semua daging dan jagung selesai dipanggang. Makan malam ini sangat menyenangkan, menurutku. Mungkin karena daging sebagai menu utama yang kami masak bersama. Setengah jam berkutat dengan piring masing-masing, kami mulai kekenyangan dan mulai menumpukkan piring-piring kotor untuk dicuci.
"Sate malam ini sangat enak! Siapa yang buat bumbu satenya?" Azlan mengelus perutnya yang membuncit.
"Kami bertiga dong! Kerjamu cuma mengupas kulit jagung, Azlan," aku menyahut sambil menjulurkan lidahku sedikit ke arahnya.
"Enak saja, aku juga membalikkan jagung-jagung dan daging yang dipanggang tadi, kok!" ujarnya membela diri. Aku hanya terkekeh kecil. Bi Ida, salah satu orang yang mengurus rumah ini muncul dari pintu belakang dan membawa seloyang kue red velvet berukuran besar.
"Anak-anak, ini ada kue titipan dari ibunya Rama, dihabiskan ya. Bibi ambilkan minum dulu," bi Ida meletakkan loyang berisi kue tersebut di tengah-tengah kami, dan kembali masuk ke dalam. Aku dan Lyra terpana.
"Kejutan apa lagi yang akan kau berikan kepada kami, Rama?" Lyra bertanya pada Rama tanpa mengalihkan pandangannya dari kue tersebut. Kurasa air liurnya akan menetes sebentar lagi. Rama hanya tertawa lepas.
"Sebenarnya, hari ini hari ulang tahunku," ucapan Rama membuat kami semua terdiam kaku. Aku sama sekali tidak tahu kapan ulang tahunnya, kurasa yang lain juga begitu. Kami menatap satu sama lain.
"Kamu tidak sedang bercanda kan, Rama?" tanyaku memastikan. Tidak ada lagi senyum yang terlihat di wajah kami semua, kecuali Rama. Kami merasa sedikit bersalah karena tidak tahu sama sekali mengenai hari penting Rama, teman dekat kami.
"Hahaha, aku tidak bercanda, Karina. Aku tidak masalah kalau kalian tidak tahu hari ini hari ulang tahunku, karena kita belum terlalu lama dekat. Ayolah, kalian harus tersenyum," jawabnya santai.
"Kamu tidak merayakannya dengan keluargamu?" Ardy mulai terlihat santai.
"Ya, aku sudah merayakannya dengan ayah dan ibuku semalam, lalu kami menghubungi kakakku di Jerman secara video call. Karena sudah libur sekolah jadi aku ingin menghabiskan ulang tahun kali ini bersama teman-temanku, hehe," jelas Rama. Suasana tegang mulai mencair seiring candaan yang dilemparkan Ardy dan Azlan. Kami menyantap kue dan teh hangat yang dibawa bi Ida dari dalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana Semesta [✔️]
Romance"Atau mungkin ini bukan kebetulan? Mungkin ini takdir." Aku masih ingat betul bagaimana laki-laki tinggi tegap dengan senyum lebar itu bisa membuatku jatuh cinta- jatuh cinta yang teramat dalam- sebelum akhirnya harus kandas karena ia lebih memilih...