#BdB-4

545 82 8
                                    

"Ngapain lo ke sini?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ngapain lo ke sini?"

Calan tersentak ketika dia mendengar Adisa berucap ketus sedetik setelah dia beradu pandang dengan gadis itu. Tidak sulit untuk menemukan Adisa karena amplop cokelat pemberian Tristan kemarin benar-benar memuat semua informasi mengenai Adisa. Saat ini Calan menemui Adisa di kafe tempat dia bekerja paruh waktu di siang hari, karena di malam hari, gadis itu menjadi guru les untuk anak-anak SD.

Mencoba untuk tidak terintimidasi, Calan mengedarkan pandang pada tempat kerja Adisa, lalu memilih untuk mengambil tempat yang terletak di pojok ruangan, bersebelahan dengan kaca jendela besar.

"Galak banget lo. Nggak inget kemarin yang bantuin lo di Bali siapa?" tanya Calan dengan nada songong. Adisa yang berdiri di depan Calan memutar kedua bola matanya malas. Untung saja hari ini kafe sedang sepi alias tidak ada pengunjung sama sekali, jadi Adisa bisa dengan leluasa berbicara dengan Calan.

"Tapi nggak dengan mencium gue sampe dua kali. Modus banget lo."

Calan tersedak ludahnya sendiri, "Wait... what?! Maaf ya, ingatan gue masih bagus banget dan gue ingat dengan jelas kalo yang minta dicium duluan tuh situ. Pake ngerengek pula. Jadi, siapa di sini yang modus?"

Adisa terlihat tidak menemukan kalimat yang pas untuk menyerang Calan balik. Gadis itu menunduk, namun tidak lama karena tak berapa lama kemudian, kepalanya kembali mendongak, menatap Calan.

"Oke lupain," jawabnya pelan membuat Calan menarik senyum miring, merasa menang. "Jadi sekali lagi gue tanya, lo ngapain ke sini?"

Bukannya menjawab, Calan malah memperhatikan Adisa dari kepala hingga kaki. Biarkan Calan mengeluarkan pendapatnya di sini. Kalau dilihat-lihat, perempuan seperti Adisa ini tidak perlu repot-repot dilindungi. Tatapan matanya tajam, nada bicaranya galak, dan sikapnya seolah-olah dapat mengintimidasi lawab bicaranya. Calan berani jamin, kalau orang-orang suruhan Papa merecoki cewek ini, yang justru kalah dan lari terbirit-birit pasti antek-anteknya Papa.

Adisa yang Calan temui hari ini sangat berbeda dengan Adisa yang Calan temui di Bali.

Sempat terlintas di kepala Calan untuk membatalkan perjanjian yang kemarin sudah ia sepakati dengan Tristan dan Tiffany ketika bola matanya menangkap beberapa orang berjas hitam yang terlihat sedang mengintai seseorang di dalam kafe ini.

Oh, shit, itu pasti orang-orang Papa.

Refleks, Calan menarik tangan Adisa membuat dia yang daritadi berdiri di hadapan Cala langsung jatuh terduduk di sebelah Calan. Tangan kanan Calan merangkul pundak Adisa, membawanya merapat pada badan Calan yang besar. Adisa protes, tentu saja, dan mencoba melepaskan diri dari kungkungan Calan.

"Lo apa-apaa, sih?!" Adisa berteriak, namun Calan dengan cepat menutup mulut gadis itu. "Lepasin, nggak?!"

"Diem dulu," jawab Calan mencoba menenangkan. "Gue bakal jelasin ke lo semuanya. Tapi janji, lo harus tenang. Jangan teriak-teriak dan jangan menarik atensi orang-orang."

Boulon du Bleu [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang