#BdB-21

400 55 23
                                    

Maaf semalem ketiduran gara-gara sakit kepala😖

* * * * *

"Tan, ini kenapa Calan nanyain Adisa ke aku?"

Tiffany mengencangkan tali gaun tidurnya. Setelah meletakkan kembali ponselnya di atas nakas, wanita itu bergabung dengan Tristan yang sudah setengah tiduran di atas ranjang. Tristan menatap Tiffany dengan sebelah alis terangkat, ikut bingung dengan pertanyaan Tiffany.

"Apa Adisa nggak pulang?" Tiffany masih bergumam sendiri, mengingat-ingat pembicaraannya dengan Adisa sebelum mereka berpisah di lobi apartemen Calan. Mungkin ada kalimat Adisa yang mengatakan kalau dia akan mampir ke suatu tempat terlebih dulu dan Tiffany melupakannya?

Ah, sepertinya tidak ada, deh.

"Perasaan aku nggak enak," kata Tristan pelan. Tangannya bergerak menyentuh dada kiri, tepat di atas jantungnya berdetak. "Jantung aku deg-degan terus dari tadi."

"Kalo nggak deg-degan, artinya kamu mati. Lucu kamu."

"Tapi detakannya nggak kayak biasanya, Yang."

"Kenapa?"

"Kamu deketan dulu, sini," Tristan menggerakkan jarinya, meminta Tiffany memperpendek jarak di antara mereka. Tiffany menurut, menatap Tristan dengan raut wajah penasaran. Bukannya mendapat jawaban, yang Tiffany rasakan adalah tangan Tristan sedang menarik ikatan gaun tidurnya hingga terlepas. "Ngiketnya kekencengan."

"Tristan, aku serius!" bentak Tiffany marah, memundurkan badannya lalu memukul lengan Tristan keras-keras. Tali itu ia ikat lagi, kali ini dengan simpul mati, supaya Tristan tidak lagi bisa membukanya dengan sekali tarikan. "Aku takut ada apa-apa sama Calan dan Adisa."

"Iya udah, besok aku tanya ke Calan. Nggak bakal ada apa-apa. Kamu aja yang terlalu parno."

"Bener, ya?"

"Iya."

"Ya udah," Tiffany hendak berbalik badan, namun Tristan keburu menahan bahunya. "Kenapa lagi?"

"Hadep sini aja," Tristan melirik ikatan gaun tidur Tiffany. Bibirnya sontak mengerucut ketika melihat simpulnya. "Kok diiket gitu?"

"Sengaja. Biar nggak bisa dibuka sama kamu."

"Fany."

"Bodo."

Tristan mendengus. Awas aja, besok setelah bertemu Calan, Tristan tidak akan menceritakan apapun ke pada Tiffany. Biar saja pacarnya itu pingsan karena penasaran!!!

* * * * *

Pukul sembilan pagi, Tristan duduk berhadapan dengan Calan di dalam ruangan adik satu-satunya itu.

Pandangan Tristan menelisik ekspresi Calan yang tidak ada cerah-cerahnya sama sekali, menatap curiga bahwa memang terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan kemarin. Sial, firasat Tiffany memang tidak pernah keliru.

Sengaja Tristan tidak memulai pembicaraan. Dia masih mencoba mencari tau sendiri apa yang telah terjadi melalui raut wajah Calan yang tampak kusut. Bermenit-menit berlalu, Tristan menyerah. Dia tidak dapat menemukan apapun. Dan jujur saja, itu membuatnya kesal.

"Ngomong sama gue, ada apa?" tanya Tristan to the point. Yang Tristan lihat dari tadi hanya Calan yang berdecak sembari memijat pelipisnya dengan telunjuk dan ibu jari.

"Adisa tau."

Cukup dua kata, dan Tristan langsung mengerti ke mana arah pembicaraan ini akan bermuara.

"Dan ada satu hal yang ternyata selama ini kita nggak tau."

"Apa?"

"Papa bikin Ayah Adisa terkurung di Rumah Sakit Jiwa selama ini."

Boulon du Bleu [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang