#BdB-8

462 75 30
                                    

Adisa tidak tahu apa yang sebenarnya sedang dia lakukan di tempat ini. Harusnya tadi dia meminta diantar lebih dulu ke apartemen, ya kalau dia berani. Sialnya, dia tidak berani. Ke mana perginya keberanian Adisa yang biasanya tumpah-tumpah itu? Kenapa dia tidak dapat berkutik ketika berdekatan dengan Calan?

Sialnya lagi, Calan benar-benar tidak mempedulikan keberadaannya. Jelas-jelas Adisa duduk di sebelahnya, bergerak dengan gelisah, tapi Calan tidak peduli. Laki-laki itu terlalu asyik mengobrol dengan Hansa yang Adisa tahu sering mencuri pandang ke arahnya. Orang itu kenapa, sih? Tampak sekali jika seseorang bernama Hansa itu tertarik padanya.

O-oh. Tidak-tidak-tidak. Jangan melantur, Adisa. Jangan GR, lebih tepatnya!!!

Dua laki-laki yang sialnya sama-sama berwajah tampan itu bahkan tidak menawarkan minuman atau apapun itu yang bisa melegakan tenggorokan ke pada Adisa. Benar-benar keparat!

Daripada duduk melongo seperti anak kucing kehilangan induknya, Adisa berdiri, ingin ke toilet meskipun dia tidak tau pasti letak toilet ada di mana. Terserah, dia bisa bertanya pada orang-orang nanti.

"Mau ke mana?" pergelangan tangan kiri Adisa digenggam, membuat langkahnya terhenti. Calan pelakunya, dengan alis yang terangkat. "Lo pulang sama gue."

Bola mata Adisa terputar malas, "Gue mau ke toilet. Dan iya, gue pasti pulang sama lo karena gue nggak tau caranya keluar dari tempat ini."

Hansa terkekeh, membuat dengusan Adisa terdengar lebih keras. Apakah ada yang lucu dari kalimatnya di sana? Adisa rasa tidak.

Tangan Adisa bebas. Segera saja dia berlalu, mencari letak toilet yang kalau menurut instingnya yang sering kali salah, berada di bagian belakang pojok kanan ruangan ini. Meskipun tidak berbalik, Adisa tau kalau pandangan Calan dan Hansa dari tadi tidak lepas dari punggungnya. Melihat kedua laki-laki itu yang diam saja, Adisa pikir tebakannya mengenai posisi toilet kali ini benar.

Tidak butuh waktu lama untuk Adisa sampai di toilet, meskipun tadi dia harus bertanya pada dua orang yang sedang bercengkerama santai—karena sumpah ya, tempat ini super besar dan luas sekali.

Tidak ada yang dilakukan Adisa selain mencuci muka dan tangannya. Dia sedang tidak ingin pipis. Pada akhirnya dia hanya memandangi pantulan wajahnya yang basah di balik cermin untuk beberapa saat. Dia akan keluar ketika tangan dan wajahnya kering dengan sendirinya.

Ternyata butuh kurang dari dua puluh menit hingga wajahnya kering sempurna. Menghembuskan napas perlahan, Adisa akhirnya melangkahkan kaki ke luar dari toilet yang selama dia ada di dalam, sudah banyak sekali orang yang ke luar masuk. Ketika sampai di pintu keluar, ada dua orang berpakaian rapi yang entah kenapa membuatnya tidak nyaman karena mereka berdua secara terang-terangan memandangi Adisa dari ujung rambut hingga sepatu merah marun yang dipakainya.

Di dalam pikirannya, sudah banyak skenario yang dia rangkai jika dua orang yang sedang menatapnya ini berbuat macam-macam. Tangannya menyelip ke dalam tas, bersiap menekan tombol 1. Apabila dia menekannya, maka ponsel Calan yang ada entah di mana itu akan berbunyi dan untuk kali ini saja, Adisa berharap Calan menerima panggilannya dengan cepat.

Namun, apa yang dibayangkannya tidak terbukti terjadi. Ketika Adisa melangkah menjauh, dua orang itu tetap pada tempatnya dan sepertinya tidak berminat untuk mengikuti ke mana langkah Adisa pergi. Huf, syukurlah.

Baru saja Adisa menghela napas lega, secara tiba-tiba tangannya dicekal dan badannya ditarik menjauh.

"Lepasin gue. Lo siapa?" Adisa tidak dapat melihat dengan jelas wajah orang yang menyeretnya karena dia menggunakan topi yang menutupi separuh wajah. Yang jelas, dia laki-laki.

Boulon du Bleu [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang